China mengumumkan rencana untuk meningkatkan anggaran pertahanannya sebesar 7,2% pada tahun 2025. Kebijakan ini menunjukkan komitmen negara tersebut dalam mempertahankan kekuatan militer yang stabil meskipun dihadapkan dengan berbagai tantangan ekonomi dan ketegangan geopolitik yang semakin memanas. Anggaran pertahanan yang baru ini akan mencapai total 1,78 triliun yuan atau sekitar Rp4 kuadriliun, dan rencananya akan dibahas dalam sidang parlemen yang dimulai pada Rabu (5/3/2025).
Sejak Presiden Xi Jinping memimpin China pada tahun 2013, anggaran militer negara ini telah mengalami lonjakan signifikan lebih dari dua kali lipat dari sebelumnya yang hanya sekitar 720 miliar yuan. Peningkatan anggaran tersebut terjadi di tengah tantangan ekonomi yang melanda China dalam beberapa tahun terakhir dan ketegangan yang semakin meningkat dengan negara-negara Barat, terutama terkait isu Taiwan dan konflik Ukraina yang mempengaruhi hubungan internasional.
Meskipun pertumbuhan anggaran pertahanan ini terbilang signifikan, angka tersebut masih jauh melebihi target pertumbuhan ekonomi China yang diperkirakan hanya akan mencapai sekitar 5% pada tahun ini. Pemerintah Beijing tetap berfokus pada ambisi modernisasi angkatan bersenjatanya, dengan target penuh pada tahun 2035. Ini termasuk pengembangan berbagai persenjataan canggih seperti rudal, kapal perang, kapal selam, dan teknologi pengintaian mutakhir.
Di bawah kepemimpinan Xi Jinping, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) juga terus meningkatkan kesiapan tempurnya dengan lebih banyak melaksanakan latihan militer. Beberapa latihan yang dilakukan difokuskan pada skenario pengambilalihan Taiwan, yang menjadi isu sensitif dalam hubungan China dengan Amerika Serikat dan sekutunya. Survei dari International Institute for Strategic Studies yang berbasis di London mencatat, meskipun ekonomi China melambat, pemerintah tetap memberikan prioritas pada pengeluaran militer untuk menjaga posisi geopolitiknya.
Namun, tidak hanya tantangan eksternal yang dihadapi oleh PLA. Dalam dua tahun terakhir, militer China juga diguncang oleh skandal korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat tinggi, termasuk dua mantan menteri pertahanan. Skandal ini mempengaruhi citra PLA di mata publik dan internasional.
Meskipun begitu, China tetap menjadi negara dengan anggaran pertahanan terbesar kedua di dunia, hanya setelah Amerika Serikat. Pemerintah Washington sendiri diperkirakan akan mengalokasikan anggaran militer sebesar 850 miliar dollar AS (sekitar Rp13,88 kuadriliun) pada tahun 2025, yang jauh melampaui belanja pertahanan China.
Peningkatan anggaran militer China diperkirakan akan semakin mempertegas dinamika geopolitik di kawasan Indo-Pasifik. Ini akan menjadi faktor penting dalam persaingan antara China dan Amerika Serikat, serta dalam konteks ketegangan yang terus meningkat di Laut China Selatan dan Selat Taiwan.