China Uji Coba Rudal Balistik Antarbenua Pertama ke Samudra Pasifik

BEIJING – China baru saja melaksanakan uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) ke Samudra Pasifik untuk pertama kalinya pada Rabu lalu, tindakan yang menimbulkan kecemasan di kalangan sekutu Amerika Serikat (AS). Meskipun Beijing tidak memberikan rincian spesifik mengenai jenis ICBM yang diuji, mereka menyatakan bahwa misil tersebut diluncurkan dengan hulu ledak tiruan.

ICBM dirancang khusus untuk mengangkut hulu ledak nuklir ke target yang dituju. Dalam beberapa tahun terakhir, China telah meningkatkan pengembangan senjata nuklirnya dan memperbesar anggaran pertahanannya. Pentagon memperingatkan pada Oktober lalu bahwa kemajuan China dalam pengembangan persenjataan berjalan lebih cepat daripada yang diperkirakan oleh AS.

Menurut Pentagon, hingga Mei 2023, China telah memiliki lebih dari 500 hulu ledak nuklir operasional dan diprediksi jumlahnya akan melebihi 1.000 pada tahun 2030. Kementerian Pertahanan China mengkonfirmasi bahwa Pasukan Roket mereka meluncurkan ICBM tersebut ke laut pada pukul 08.44 pada 25 September, dengan misil jatuh di area yang telah diperkirakan.

Seorang analis dari Carnegie Endowment for International Peace, Ankit Panda, menjelaskan bahwa uji coba ini cukup mencolok. “Kita mungkin sedang menyaksikan momen yang jarang terjadi sebuah langkah signifikan dalam pengujian kemampuan nuklir China yang telah lama tidak terlihat,” ujarnya. Panda menambahkan bahwa uji coba tersebut kemungkinan mencerminkan modernisasi nuklir yang sedang berlangsung di China, yang menunjukkan kebutuhan baru untuk pengujian senjata.

Kekhawatiran AS Terhadap Penggunaan Rudal Jarak Jauh Ukraina

Badan intelijen Amerika Serikat (AS) mengekspresikan keprihatinan terkait kemungkinan Ukraina menggunakan rudal jarak jauh yang dipasok oleh Washington untuk menyerang dalam wilayah Rusia. Mereka khawatir bahwa langkah ini dapat memicu serangan balasan dari Rusia terhadap pangkalan militer AS di berbagai belahan dunia. Dalam penilaian yang dirilis oleh New York Times pada Kamis (27/9/2024), meskipun Ukraina diberi izin untuk menggunakan rudal tersebut, dampaknya terhadap perang mungkin tidak signifikan mengingat jumlahnya yang terbatas.

Lebih jauh lagi, setelah serangan awal Ukraina menggunakan misil jarak jauh, Rusia diperkirakan akan memindahkan fungsi militer yang penting ke lokasi yang lebih aman, menyulitkan Ukraina untuk mencapai tujuan militer mereka. Penilaian intelijen AS menyatakan bahwa keputusan ini berisiko tinggi, karena dapat memicu “serangan berbahaya dari Moskow terhadap aset militer AS di seluruh dunia.” Respons Rusia yang mungkin terjadi bisa berkisar dari aksi sabotase di fasilitas Eropa hingga serangan langsung terhadap pangkalan militer AS dan Eropa.

Para pejabat AS percaya bahwa jika Rusia memutuskan untuk membalas, mereka kemungkinan akan melakukannya secara “diam-diam,” menghindari serangan terbuka demi meminimalkan risiko konflik yang lebih luas. Aliansi internasional telah menyuplai Ukraina dengan tiga tipe sistem rudal jarak jauh: ATACMS yang diproduksi di negeri Paman Sam, Storm Shadows buatan Inggris, dan rudal SCALP asal Prancis. Kyiv telah berulang kali memanfaatkan sistem ini untuk menyerang infrastruktur dan menimbulkan ketakutan di kalangan warga sipil di Crimea serta wilayah-wilayah lain yang dikuasai Rusia.

Lebih Dari 100 Orang Tewas Akibat Angin Topan Yagi Di Myanmar

Angin topan Yagi telah menyebabkan bencana besar di Myanmar, dengan lebih dari 100 orang dilaporkan tewas akibat dampak dari badai ini. Topan yang melanda pada awal bulan ini membawa hujan lebat dan angin kencang, menghancurkan infrastruktur dan mengakibatkan kerusakan parah di berbagai daerah. Banyak rumah hancur, dan warga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman. Kejadian ini menjadi salah satu bencana alam terburuk yang melanda negara tersebut dalam beberapa tahun terakhir.

Pemerintah Myanmar telah mengerahkan tim penyelamat untuk mencari korban yang hilang dan memberikan bantuan kepada mereka yang terdampak. Namun, tantangan besar dihadapi dalam upaya ini, karena banyak daerah yang terisolasi dan sulit dijangkau akibat kerusakan jalan dan jembatan. Tim penyelamat harus bekerja keras untuk mencapai daerah-daerah yang paling parah terkena dampak, dan laporan terbaru menunjukkan bahwa jumlah korban mungkin masih bisa meningkat.

Selain kerugian jiwa, dampak ekonomi dari angin topan ini juga sangat signifikan. Banyak petani kehilangan tanaman mereka, dan usaha kecil yang bergantung pada infrastruktur lokal terpaksa tutup. Hal ini menambah beban bagi masyarakat yang sudah berjuang dengan masalah ekonomi dan kemiskinan. Pemerintah dan organisasi non-pemerintah kini berupaya untuk memberikan bantuan darurat dan mendukung pemulihan jangka panjang bagi masyarakat yang terkena dampak.

Dalam situasi seperti ini, penting bagi masyarakat internasional untuk memberikan dukungan. Banyak organisasi kemanusiaan telah menyatakan kesiapan mereka untuk membantu, namun koordinasi yang baik diperlukan agar bantuan dapat disalurkan dengan efektif. Kesadaran akan pentingnya mitigasi bencana juga semakin meningkat, dan diharapkan bahwa pelajaran dari bencana ini dapat digunakan untuk mempersiapkan diri menghadapi bencana di masa depan.

Secara keseluruhan, angin topan Yagi adalah pengingat akan kerentanan yang dihadapi oleh banyak negara, termasuk Myanmar, terhadap bencana alam. Dengan perubahan iklim yang semakin nyata, penting bagi semua pihak untuk bekerja sama dalam upaya mengurangi risiko dan meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana di masa mendatang.

Taiwan Buka Suara Soal Tentang Ledakan Pagar Di Lebanon

Belakangan ini, berita mengenai ledakan pagar di Lebanon menjadi sorotan banyak pihak, termasuk Taiwan. Negara yang dikenal dengan semangat demokrasi dan kebebasan berbicaranya ini tidak tinggal diam. Taiwan, meskipun terpisah jauh dari Lebanon secara geografis, menunjukkan kepedulian dan keterlibatan dalam isu-isu global, termasuk konflik yang terjadi di Timur Tengah.

Ledakan yang terjadi di Lebanon ini bukanlah kejadian biasa. Banyak pihak yang mengaitkan insiden ini dengan ketegangan yang sudah lama berlangsung di wilayah tersebut. Taiwan, sebagai negara yang juga menghadapi tantangan geopolitik, merasa penting untuk menyampaikan pandangannya. Mereka menilai bahwa stabilitas di Lebanon sangat penting untuk keamanan regional dan global.

Dalam pernyataan resminya, pemerintah Taiwan menyebutkan bahwa mereka mengutuk segala bentuk kekerasan yang merugikan masyarakat sipil. Taiwan mengajak semua pihak untuk menahan diri dan mencari solusi damai. Mereka juga menekankan pentingnya dialog antar pihak yang terlibat untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan.

Reaksi Taiwan ini mendapatkan perhatian dari berbagai media internasional. Banyak yang mengapresiasi langkah Taiwan untuk berbicara tentang isu-isu yang mungkin tidak langsung terkait dengan mereka. Ini menunjukkan bahwa Taiwan berkomitmen untuk menjadi bagian dari komunitas internasional yang lebih besar dan berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih aman.

Meskipun Taiwan tidak menyebutkan secara spesifik siapa pelaku di balik ledakan tersebut, mereka menegaskan bahwa semua tindakan yang merugikan masyarakat harus dipertanggungjawabkan. Taiwan berharap agar pihak berwenang di Lebanon dapat segera mengidentifikasi pelaku dan membawa mereka ke pengadilan. Dengan ini, diharapkan keadilan dapat ditegakkan dan masyarakat Lebanon dapat merasakan kembali keamanan dan ketentraman.

Seorang Siswa Asal Jepang Tewas Di China Karena Ditikam

Kabar duka datang dari China, di mana seorang siswa asal Jepang ditemukan tewas setelah ditikam. Kejadian tragis ini terjadi di sebuah universitas di kota Guangzhou dan menggemparkan masyarakat kedua negara. Siswa tersebut diketahui sedang menjalani program pertukaran pelajar dan berusaha untuk memperdalam pengetahuannya di luar negeri. Insiden ini tidak hanya menyentuh keluarga dan teman-temannya, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran yang lebih besar tentang keselamatan pelajar internasional di China.

Investigasi awal menunjukkan bahwa pertikaian antara siswa yang terlibat mungkin menjadi pemicu utama dari insiden tersebut. Pihak kepolisian setempat telah melakukan penangkapan terhadap seorang tersangka yang diduga terlibat dalam penikaman tersebut. Namun, informasi lebih lanjut mengenai latar belakang dan motif dari tindakan tersebut masih belum jelas. Pihak universitas dan kedutaan besar Jepang di China sedang bekerja sama untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan memberikan dukungan kepada keluarga korban.

Keamanan pelajar internasional di luar negeri selalu menjadi perhatian penting. Banyak siswa yang pergi ke negara asing untuk belajar, menghadapi tantangan baru dan beradaptasi dengan budaya yang berbeda. Insiden seperti ini mengingatkan kita akan pentingnya langkah-langkah keamanan dan dukungan yang diperlukan untuk melindungi siswa dari potensi bahaya. Universitas di seluruh dunia perlu memastikan bahwa mereka memiliki sistem yang memadai untuk menangani situasi darurat dan memberikan bantuan kepada siswa yang membutuhkan.

Reaksi dari masyarakat Jepang dan China juga mencerminkan kepedulian yang mendalam terhadap insiden ini. Media di kedua negara melaporkan berita tersebut secara luas, menyoroti dampak emosional yang ditimbulkan oleh kejadian ini. Banyak orang mengungkapkan rasa duka cita mereka melalui media sosial, dan ada seruan untuk meningkatkan kesadaran akan keselamatan pelajar internasional. Diskusi tentang bagaimana mencegah insiden serupa di masa depan menjadi semakin relevan dan mendesak.

Dalam menghadapi tragedi ini, penting bagi semua pihak untuk bersatu dan mencari solusi yang konstruktif. Keselamatan pelajar internasional harus menjadi prioritas utama, dan setiap langkah yang diambil untuk mencegah kekerasan harus didukung. Semoga kejadian ini menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya menjaga keamanan dan kesejahteraan setiap individu, terutama mereka yang sedang menuntut ilmu di negeri orang.

Brigade Al-Qassam Lancarkan Serangan dari Lebanon, Israel Dilanda Kepungan Rudal

Al-Qassam – Situasi konflik antara Israel dan kelompok perlawanan semakin tidak terkendali. Pada Senin, 23 September 2024, Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, mengumumkan serangan besar-besaran terhadap Israel dari wilayah Lebanon. Serangan ini berbeda dari biasanya, karena rudal-rudal Al-Qassam kali ini tidak diluncurkan dari Jalur Gaza, melainkan dari perbatasan Lebanon, sebuah strategi yang menunjukkan persahabatan yang lebih luas dalam konflik ini.

Dalam serangan terbaru ini, Al-Qassam menargetkan wilayah utara Israel dengan 40 rudal. Langkah ini dinilai sebagai balasan terhadap agresi militer Israel yang sebelumnya melancarkan operasi besar di Lebanon, meremehkan ribuan warga sipil. Meningkatnya eskalasi konflik ini menandakan bahwa Palestina dan Lebanon tidak lagi berperang secara terpisah, tetapi menunjukkan kekuatan gabungan di bawah slogan “Unity of Squares”, atau Persatuan Medan Tempur.

Respon Keras dari Hizbullah

Selain serangan dari Brigade Al-Qassam, kelompok perlawanan Lebanon, Hizbullah, juga ikut dalam serangan ini. Mereka meluncurkan serangkaian roket ke pangkalan militer Israel di utara, termasuk markas Korps Utara dan Divisi Galilea, serta gudang logistik di wilayah Zevulun, utara Haifa. Hizbullah juga mengklaim bahwa mereka berhasil menargetkan barak Yoav, markas batalyon rudal dan artileri Israel, dengan puluhan roket.

Serangan yang dilancarkan oleh Hizbullah ini menambah intensitas perang yang berkecamuk di wilayah Lebanon dan Israel. Israel membalas dengan serangan balasan ke beberapa lokasi strategi di Lebanon, namun serangan-serangan ini dinilai belum berhasil menghentikan arus rudal dari wilayah tersebut.

Strategi Penyergapan Al-Qassam

Brigade Al-Qassam menambahkan bahwa pejuangnya berhasil melakukan penyergapan yang telah dipersiapkan secara matang terhadap konvoi militer Israel di dekat Rafah. Mereka berhasil menghancurkan beberapa kendaraan militer Israel, termasuk tiga buldoser militer D9 dan dua tank Merkava. Serangan ini dilakukan dengan menggunakan peluru kendali Al-Yassin 105 dan alat peledak gerilya.

Dalam pernyataan resminya, Brigade Al-Quds yang merupakan sayap militer Jihad Islam Palestina, juga meminta keterlibatannya dalam serangan ini. Mereka bekerja sama dengan kelompok Pasukan Martir Omar Al-Qasim untuk mengebom pasukan dan kendaraan militer Israel dengan mortir kaliber berat, menampilkan koordinasi yang semakin kuat di antara perlawanan kelompok-kelompok ini.

Kecemasan Internasional

Eskalasi ini menimbulkan kekhawatiran internasional, terutama terkait dengan dampak perang yang semakin meluas di kawasan tersebut. Serangan Israel di Lebanon telah memakan banyak korban jiwa, terutama di kalangan warga sipil, dan serangan balasan dari kelompok perlawanan semakin mengirimkan situasi. Organisasi internasional telah mengungkapkan gencatan senjata dan dialog, namun hingga saat ini, kedua belah pihak tampaknya tidak menunjukkan tanda-tanda akan meredakan ketegangan.

Konflik yang berkepanjangan ini bukan hanya pertarungan kekuatan militer, namun juga simbol perjuangan politik dan ideologi yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Dengan keterlibatan berbagai kelompok dari Gaza hingga Lebanon, perang ini diprediksi akan semakin memanas dan melibatkan lebih banyak aktor regional di masa mendatang.

Kesimpulan

Serangan terbaru dari Brigade Al-Qassam dan Hizbullah ini menunjukkan bahwa medan perang di Timur Tengah kini semakin kompleks dan melibatkan banyak pihak. Israel menghadapi tantangan besar dalam menghadapi serangan dari berbagai arah, baik dari Jalur Gaza maupun perbatasan Lebanon. Sementara itu, perlawanan kelompok nampaknya semakin solid dalam menghadapi agresi militer Israel, menampilkan persatuan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dalam situasi yang penuh ketegangan ini, perdamaian tampaknya masih jauh dari jangkauan, dengan semakin banyak pihak yang terlibat dalam konflik ini. Organisasi internasional dan negara-negara besar di dunia perlu segera mengambil langkah diplomatis agar krisis ini tidak semakin meluas dan membawa dampak yang lebih dahsyat di kawasan tersebut.

PM Lebanon Desak Masyarakat Internasional Bersikap Tegas Kepada Israel

Pada 23 September 2024, Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, mengeluarkan pernyataan mendesak masyarakat internasional untuk bersikap lebih tegas terhadap Israel terkait meningkatnya ketegangan di perbatasan kedua negara. Mikati menekankan bahwa tindakan Israel yang agresif terus mengancam keamanan regional dan merusak upaya perdamaian di Timur Tengah. Dalam pernyataannya, ia menyerukan intervensi internasional untuk menghentikan pelanggaran terhadap kedaulatan Lebanon.

Ketegangan Meningkat di Perbatasan Lebanon-Israel

Pernyataan ini muncul setelah beberapa insiden di perbatasan yang melibatkan serangan udara Israel dan tembakan balasan dari kelompok milisi Hizbullah yang berbasis di Lebanon. Kedua pihak terlibat dalam bentrokan yang semakin sering terjadi, memperburuk situasi keamanan di kawasan tersebut. Mikati menuding Israel melakukan pelanggaran wilayah udara dan mengklaim serangan-serangan tersebut sebagai tindakan yang tidak beralasan.

Lebanon Menyuarakan Dukungan Terhadap Palestina

Selain mengecam tindakan Israel di perbatasan, Mikati juga menyatakan dukungan penuh Lebanon terhadap perjuangan Palestina. Dia menyebutkan bahwa konflik yang terjadi di wilayah perbatasan adalah bagian dari upaya Israel untuk memperluas pengaruhnya dan menindas rakyat Palestina. PM Lebanon juga menekankan bahwa perdamaian hanya bisa tercapai jika hak-hak Palestina dihormati dan Israel menghentikan kebijakan-kebijakan ekspansifnya.

Desakan PM Lebanon kepada PBB dan Uni Eropa

Mikati mendesak Dewan Keamanan PBB dan Uni Eropa untuk mengambil tindakan segera guna menekan Israel agar menghentikan serangan militer dan mematuhi resolusi-resolusi internasional yang ada. Dia juga meminta adanya langkah-langkah diplomatik yang lebih kuat dari negara-negara besar untuk menjamin stabilitas di Timur Tengah. Mikati menilai bahwa tanggapan internasional selama ini masih belum cukup untuk mengatasi krisis yang berlangsung.

Masyarakat Lebanon Dukung Sikap Tegas PM Mikati

Di dalam negeri, sikap tegas PM Mikati mendapat dukungan luas dari berbagai kalangan, termasuk partai-partai politik dan kelompok masyarakat sipil. Mereka melihat pernyataan ini sebagai langkah penting untuk menunjukkan solidaritas terhadap Palestina serta menjaga kedaulatan Lebanon dari ancaman Israel. Demonstrasi dukungan terhadap Palestina dan kecaman terhadap Israel juga semakin sering terjadi di berbagai kota di Lebanon.

Kesimpulan: Lebanon Minta Tindakan Konkret Internasional

Dengan situasi yang semakin panas di perbatasan, desakan PM Mikati untuk tindakan internasional yang tegas terhadap Israel menjadi semakin relevan. Lebanon berharap adanya langkah konkret dari PBB dan negara-negara besar untuk menghentikan ketegangan dan menciptakan perdamaian di kawasan. Sementara itu, konflik antara Lebanon dan Israel tampaknya masih akan berlanjut tanpa solusi diplomatik yang segera.

Krisis Meningkat: Iran Unjuk Kekuatan dengan Rudal Jihad di Tengah Ketegangan Timur Tengah

TEHERAN – Dalam sebuah parade militer yang berlangsung di Teheran, Iran memperkenalkan rudal balistik terbaru yang dinamakan “Jihad.” Pameran ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat di Timur Tengah, yang dikhawatirkan dapat memicu perang besar akibat eskalasi militer Israel.

Rudal Jihad merupakan hasil pengembangan Pasukan Dirgantara Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) dan menjadi salah satu dari 21 jenis rudal balistik yang dipamerkan. Acara ini merupakan bagian dari “Pekan Pertahanan Suci,” yang diadakan setiap tahun untuk memperingati Perang Iran-Irak 1980-1988.

Selain rudal, Iran juga menampilkan pesawat tanpa awak serang terbaru, Shahed 136B, yang memiliki jangkauan operasional hingga 4.023 km. Pameran ini berlangsung setelah serangkaian serangan mematikan yang diduga dilakukan oleh Israel di Lebanon, yang menargetkan perangkat komunikasi dan menimbulkan banyak korban.

Militer Israel baru-baru ini mengumumkan perubahan strategi, dengan fokus pada Hizbullah Lebanon, menyusul insiden serangan “bom pager” yang menewaskan puluhan orang, termasuk komandan Pasukan Radwan, Ibrahim Aqil. Serangan tersebut memicu balasan dari Hizbullah yang menghujani wilayah Israel dengan roket, meskipun belum ada laporan korban jiwa di pihak Israel.

Di tengah situasi ini, duta besar Iran untuk Lebanon, Mojtaba Amani, menjadi salah satu yang terluka dalam serangan tersebut. Perwakilan Tetap Iran untuk PBB, Amir Saeid Iravani, mengutuk tindakan Israel dan menegaskan hak Iran untuk membela diri atas serangan terhadap duta besar mereka.

“Iran akan menuntut pertanggungjawaban atas tindakan teror ini,” tegasnya, menyoroti bahwa negara mereka akan mengambil semua langkah yang diperlukan sesuai hukum internasional untuk merespons pelanggaran yang serius ini.

Kondisi di Timur Tengah semakin memanas, dan dunia menunggu langkah selanjutnya dari para pihak yang terlibat.

Lebanon Tuntut Penangkapan Netanyahu & Menhan Gallant Di Pengadilan Internasional

Pada 21 September 2024, Lebanon secara resmi mengajukan tuntutan penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Pemerintah Lebanon menuduh keduanya bertanggung jawab atas berbagai serangan militer yang dilakukan Israel di wilayah Lebanon, yang disebut sebagai pelanggaran hukum internasional dan hak asasi manusia.

Tudingan Pelanggaran Hukum Humaniter Internasional

Lebanon menyatakan bahwa serangan udara Israel yang dilakukan sejak pertengahan 2024 telah menewaskan banyak warga sipil, menghancurkan infrastruktur vital, serta memicu krisis kemanusiaan di beberapa wilayah. Tindakan ini dianggap melanggar hukum humaniter internasional, termasuk Konvensi Jenewa yang melindungi warga sipil dalam situasi konflik. Tuntutan Lebanon didukung oleh sejumlah negara dan organisasi HAM internasional yang mengutuk tindakan militer tersebut.

Netanyahu dan Gallant Dituduh Bertanggung Jawab Langsung

Dalam dokumen tuntutan yang diajukan ke ICC, Lebanon menuduh Netanyahu dan Gallant bertanggung jawab secara langsung atas keputusan-keputusan militer yang menyebabkan kerusakan besar dan kematian di Lebanon. Pemerintah Lebanon juga menyoroti penggunaan senjata-senjata yang dilarang oleh hukum internasional, seperti bom fosfor, yang diduga digunakan oleh militer Israel dalam beberapa serangan.

Dukungan Internasional Terhadap Langkah Lebanon

Beberapa negara di Timur Tengah, serta organisasi non-pemerintah internasional, telah menyatakan dukungan mereka terhadap langkah Lebanon di Pengadilan Kriminal Internasional. Mereka menegaskan pentingnya menegakkan keadilan bagi para korban serangan militer dan meminta agar Israel bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan selama operasi militernya. Langkah ini dipandang sebagai simbol perlawanan diplomatik terhadap kekuatan militer Israel di kawasan.

Israel Menolak Tuntutan dan Mengkritik Lebanon

Di sisi lain, Israel menolak tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai upaya untuk mencemarkan nama baik negara dan pemimpinnya. Netanyahu dan Gallant menyatakan bahwa operasi militer di Lebanon dilakukan untuk mempertahankan diri dari serangan kelompok Hizbullah yang didukung oleh Iran, dan bahwa Israel tidak melakukan pelanggaran hukum internasional. Israel juga mengkritik langkah Lebanon sebagai tidak berdasar dan politis.

Ratusan Ilmuwan Rusia Akan Dideportasi dari CERN: Dampak Besar pada Penelitian Ilmiah Global

Bern – Keputusan Organisasi Riset Nuklir Eropa (CERN) untuk mengakhiri kerja sama dengan Rusia diprediksi akan membawa dampak besar bagi dunia ilmu pengetahuan. Ratusan ilmuwan Rusia yang bekerja di laboratorium fisika partikel terkemuka dunia ini di Swiss harus bersiap meninggalkan pos mereka pada akhir tahun ini, menurut laporan jurnal Nature.

CERN, yang terkenal sebagai pusat penelitian fisika partikel terbesar di dunia, telah memutuskan untuk tidak memperpanjang perjanjian kolaborasinya dengan Rusia, yang akan berakhir pada 30 November 2023. Setelah itu, semua ilmuwan yang memiliki afiliasi dengan Rusia akan kehilangan akses ke fasilitas riset mereka di Swiss dan Prancis.

“Perjanjian dengan Rusia tidak akan diperpanjang,” ungkap laporan CERN, menegaskan bahwa para ilmuwan yang masih berhubungan dengan organisasi Rusia-sekitar 500 spesialis-tidak akan diizinkan bekerja di CERN setelah perjanjian ini berakhir.

CERN telah menjalin kerja sama dengan Rusia (dulu Uni Soviet) sejak tahun 1955, meskipun Rusia tidak pernah menjadi anggota penuh. Permohonan keanggotaan asosiasi Rusia pada 2012 juga akhirnya ditarik enam tahun kemudian. Selama bertahun-tahun, status pengamat Rusia di CERN memainkan peran penting dalam berbagai proyek ilmiah besar, termasuk pembangunan Large Hadron Collider (LHC)-akselerator partikel terbesar dan terkuat di dunia.

Dampak Keputusan CERN pada Ilmuwan dan Riset Global

Keputusan CERN untuk mengakhiri kerja sama ini diyakini akan memengaruhi komunitas ilmiah secara signifikan. Ilmuwan seperti Hannes Jung dari German Electron Synchrotron di Hamburg mengatakan bahwa kehilangan kontribusi Rusia dalam proyek-proyek CERN akan menciptakan “lubang besar” dalam riset ilmiah.

“Berpikir bahwa posisi yang ditinggalkan para ilmuwan Rusia dapat dengan mudah digantikan adalah ilusi,” ujar Jung, yang juga terlibat dalam kampanye menentang pembatasan kerja sama ilmiah internasional melalui Forum Science4Peace. Ia percaya keputusan ini akan memukul keras berbagai penelitian penting, terutama peningkatan intensitas Large Hadron Collider yang dijadwalkan pada 2029, yang sebagian besar didukung oleh kontribusi Rusia senilai 40 juta franc Swiss (sekitar 47 juta dolar AS).

Kontribusi Rusia sebelumnya sangat signifikan, terutama dalam eksperimen yang membuktikan keberadaan boson Higgs pada 2010, partikel yang memberikan massa pada partikel subatomik lainnya, seperti elektron dan quark. CERN sekarang menghadapi tantangan besar dalam menggantikan keahlian dan pendanaan dari Rusia untuk kelanjutan proyek-proyek besar mereka.

Kontroversi dan Tantangan di Tengah Tensi Global

Hubungan CERN dengan Rusia mulai retak setelah konflik militer Rusia di Ukraina pada 2022, yang menyebabkan CERN menangguhkan status pengamat Rusia. Meski demikian, CERN tetap mempertahankan hubungan dengan Joint Institute for Nuclear Research (JINR) yang berlokasi di dekat Moskow. Namun, keputusan untuk melanjutkan kerja sama dengan JINR juga memicu kritik dari Ukraina, anggota asosiasi CERN.

Dengan ratusan ilmuwan yang harus meninggalkan CERN dan implikasi jangka panjang terhadap proyek-proyek riset besar, dunia ilmu pengetahuan internasional harus bersiap menghadapi era baru. Tidak hanya dalam hal keilmuan, tetapi juga dalam mempertimbangkan peran politik dalam kerja sama antarnegara dalam ranah penelitian.