Pada Oktober 2012, pengadilan Italia menjatuhkan hukuman kepada enam ilmuwan dan seorang pejabat pemerintah yang tergabung dalam Komisi Nasional untuk Prakiraan dan Pencegahan Risiko Besar. Mereka dianggap bersalah karena tidak memperingatkan warga mengenai kemungkinan gempa dahsyat yang terjadi di L’Aquila pada 6 April 2009, yang menewaskan 308 orang dan menyebabkan kerusakan parah. Kasus ini memunculkan perdebatan besar di kalangan komunitas ilmiah dan menimbulkan pertanyaan penting: apakah ilmuwan tidak dapat memprediksi gempa bumi? Bahkan, kontroversi ini mengarah pada pertanyaan yang lebih besar, yakni seberapa jauh kemajuan ilmu pengetahuan dalam memahami fenomena alam yang begitu destruktif dan mengapa kita masih kesulitan untuk meramalkan bencana yang telah ada sejak lama.
Selama berabad-abad, ilmuwan bertanya-tanya tentang penyebab gempa bumi. Banyak teori yang diajukan, tetapi baru pada 1960-an, komunitas ilmiah akhirnya sepakat dengan teori lempeng tektonik. Teori ini menyatakan bahwa permukaan Bumi terdiri dari lempeng-lempeng besar yang bergerak dan bertabrakan di sepanjang batasnya, membentuk patahan. Ketika lempeng-lempeng ini saling bergerak dan bertabrakan, energi yang terperangkap akan dilepaskan dalam bentuk gelombang yang merambat melalui tanah, menciptakan getaran yang kita kenal sebagai gempa bumi. Namun, meskipun telah ada pemahaman mengenai mekanisme dasar gempa bumi, prediksi waktu dan lokasi terjadinya gempa tetap menjadi masalah besar.
Para ilmuwan menggunakan alat seismograf untuk mengukur gelombang yang dihasilkan oleh gempa guna menentukan episentrumnya, yaitu titik di permukaan Bumi yang terletak tepat di atas pusat gempa. Namun, prediksi yang lebih mendalam tentang kapan dan di mana gempa akan terjadi tetap menjadi tantangan besar. Salah satu alasan utamanya adalah keterbatasan pemahaman tentang kondisi yang ada di kedalaman Bumi, tempat gempa dimulai. Michael Blanpied, seorang koordinator dari Program Bahaya Gempa Bumi di USGS, menjelaskan bahwa meskipun ilmuwan telah melakukan banyak penelitian tentang gempa bumi dan menganalisis data yang ada, mereka masih belum dapat memprediksi dengan tepat kapan dan di mana sebuah gempa akan terjadi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor yang berperan dalam proses terjadinya gempa yang masih sangat sulit untuk dipahami, termasuk tekanan, suhu, dan sifat material di dalam kerak Bumi.
Para ilmuwan telah mengembangkan berbagai model untuk menganalisis pola gempa dan mempelajari sejarah gempa di sepanjang garis patahan. Namun, gempa bumi sering kali terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga, terutama karena proses nukleasi (permulaan) gempa yang bisa sangat kecil dan sulit diamati. Blanpied menambahkan bahwa gempa bumi biasanya dimulai dari titik yang sangat kecil dan kemudian tumbuh dengan cepat. Proses ini bisa terjadi sangat cepat dalam hitungan detik dan sering kali tidak bisa diamati sebelumnya, apalagi diprediksi dengan akurat. Bahkan jika ilmuwan memiliki contoh gempa yang berulang di daerah tertentu, masing-masing gempa bisa dimulai di lokasi yang berbeda, membuat prediksi menjadi semakin sulit.
Di sisi lain, meskipun para ilmuwan berhasil memahami banyak hal tentang gempa bumi, mereka tetap berhadapan dengan tantangan besar dalam memprediksi gempa besar dan kecil. Gempa besar dan kecil bisa dimulai dengan cara yang sama, yaitu dari titik kecil di dalam tanah, tetapi hanya beberapa yang akhirnya berkembang menjadi gempa yang dapat merusak infrastruktur dan menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu, meskipun prediksi gempa kecil dilakukan setiap hari di banyak tempat di dunia, mengingat adanya ribuan gempa yang terjadi setiap tahun, ilmuwan belum dapat menemukan cara untuk memprediksi gempa besar secara tepat dan efektif.
Dengan pemahaman yang ada saat ini, sangat sulit untuk mengharapkan prediksi gempa yang tepat, mengingat kompleksitas fenomena ini. Para ilmuwan terus berupaya untuk mengembangkan teknologi dan metode baru yang dapat membantu memperkirakan ancaman gempa bumi dengan lebih baik. Namun, sampai saat ini, prediksi gempa tetap menjadi salah satu tantangan terbesar dalam ilmu geologi dan seismologi.