Krisis Gaza: Warga Bertahan di Tengah Badai Musim Dingin Tanpa Air dan Makanan

https://phongkhamdakhoabaoviet.com

Bertelanjang kaki dengan wadah kosong di tangan, Alaa Al-Shawish berdiri di atas tanah berlumpur, mengantre untuk mendapatkan air bersih. Di tengah musim dingin yang menusuk, ia merasa tak berdaya memikirkan nasib keluarganya yang tinggal di tenda darurat di Gaza.

Alaa, bersama keluarganya, mengungsi ke Deir Al-Balah setelah rumah mereka di Kota Gaza hancur akibat serangan masif tentara Israel. Namun, tempat pengungsian darurat ini jauh dari kata layak dan justru membawa penderitaan baru bagi mereka.

“Kami kedinginan dan sekarat. Ini bukan kehidupan. Setiap hari saya berdoa agar semuanya segera berakhir,” ungkap Alaa sambil menahan tangis.

Cuaca Dingin Mematikan di Gaza

Bencana cuaca dingin di Gaza telah merenggut nyawa sejumlah warga Palestina, termasuk bayi-bayi yang tak mampu bertahan melawan dinginnya suhu. Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) memperingatkan bahwa kondisi ini dapat memakan lebih banyak korban jiwa dalam beberapa hari mendatang.

Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan bahwa beberapa bayi di bawah usia satu tahun meninggal karena hipotermia, termasuk seorang anak berusia dua tahun. Yahya Al-Batran, seorang ayah, harus menggendong sendiri jenazah bayinya yang berusia 20 hari ke rumah sakit setelah anaknya meninggal akibat kedinginan.

“Kami tidak punya cara lain untuk menghangatkan diri. Anak saya meninggal di depan mata saya,” ujar Yahya dengan suara bergetar.

Banjir dan Kerusakan di Kamp Pengungsian

Musim dingin di Gaza tidak hanya membawa suhu rendah, tetapi juga hujan deras yang menyebabkan banjir di kamp-kamp pengungsian. Pertahanan Sipil Gaza melaporkan lebih dari 1.500 tenda pengungsi terendam banjir dengan ketinggian air mencapai 30 sentimeter. Banyak tenda rusak parah dan tak lagi bisa digunakan, membuat para pengungsi kehilangan tempat berlindung.

Genangan air yang membanjiri kamp pengungsian di Deir Al-Balah, Rafah, dan Khan Younis menambah beban penderitaan warga. Barang-barang seperti kasur, karpet, dan pakaian basah kuyup, sementara anak-anak dan orang dewasa harus berjibaku dengan lumpur untuk membersihkan sisa-sisa banjir.

Bantuan yang Tidak Mencukupi

UNRWA menyatakan kebutuhan akan bantuan kemanusiaan mendesak, termasuk selimut, pakaian hangat, dan tenda yang lebih layak. Namun, upaya distribusi bantuan terganggu oleh minimnya truk yang diizinkan masuk ke Gaza.

Menurut COGAT, badan Israel yang bertanggung jawab atas pemberian izin bantuan ke Gaza, hanya 1.290 truk bantuan yang diizinkan masuk pekan lalu. Jumlah ini jauh di bawah rata-rata sebelum perang, yakni 3.500 truk per minggu.

“Kami membutuhkan bantuan yang lebih konsisten dan dalam jumlah yang jauh lebih besar,” kata UNRWA.

Perjuangan Warga untuk Bertahan Hidup

Salem Abu Amra, salah satu pengungsi di Deir Al-Balah, menceritakan kesulitan yang dialaminya bersama keluarganya. “Kami terjebak di tenda darurat yang tidak mampu melindungi kami dari hujan dan angin dingin,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa tiga anaknya kedinginan sepanjang malam di tengah badai. “Kami butuh pakaian hangat, tenda yang layak, dan perlindungan agar bisa bertahan di cuaca seperti ini,” kata Salem.

Musim dingin di Gaza telah menjadi simbol nyata penderitaan rakyat Palestina yang tidak hanya harus menghadapi dampak perang, tetapi juga bencana alam yang memperburuk situasi mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *