Kementerian Luar Negeri China menegaskan bahwa latihan militer yang dilakukan Komando Palagan Timur Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) di sekitar Taiwan merupakan peringatan keras terhadap pihak yang mendukung pemisahan diri pulau tersebut. Dalam konferensi pers di Beijing pada Selasa, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyatakan bahwa latihan ini adalah langkah sah dan diperlukan untuk menjaga kedaulatan serta persatuan nasional, mengingat Taiwan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah China.
PLA memulai latihan gabungan pada Selasa (1/4) dengan mengerahkan pasukan darat, laut, udara, serta roket untuk mengepung Taiwan dari berbagai sisi. Latihan ini berfokus pada patroli kesiapan tempur, perebutan supremasi udara dan maritim, serangan presisi terhadap target strategis, serta blokade jalur perairan utama. Juru bicara Komando Palagan Timur, Kolonel Senior Shi Yi, menyatakan bahwa latihan ini bertujuan untuk menguji kemampuan operasi gabungan PLA dalam menghadapi ancaman potensial.
Media pemerintah China melaporkan bahwa latihan tersebut melibatkan formasi kapal perang dan pesawat yang berkoordinasi dengan pasukan rudal serta sistem peluncur roket jarak jauh. Mereka mensimulasikan penyergapan udara, serangan terhadap kapal dan sasaran darat, serta blokade di perairan utara, selatan, dan timur Taiwan. Berbeda dari latihan sebelumnya yang diberi kode “Joint Sword-2024A” dan “Joint Sword-2024B”, kali ini tidak ada nama sandi resmi yang diumumkan.
Latihan militer ini berlangsung setelah Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, menegaskan komitmen Washington untuk menjaga “penggentaran yang kredibel” di Selat Taiwan dalam kunjungannya ke Jepang. Guo Jiakun mengecam kerja sama militer AS dan Jepang, dengan menyebutnya sebagai upaya yang dapat mengganggu stabilitas kawasan. Ia mendesak AS untuk menghormati prinsip “Satu China” dan tidak lagi menggunakan Taiwan sebagai alat untuk menekan Beijing.
Di sisi lain, Taiwan melaporkan bahwa China telah mengerahkan 21 kapal perang, termasuk kelompok kapal induk Shandong, 71 pesawat militer, serta empat kapal penjaga pantai di sekitar perairannya. Pemimpin Taiwan, Lai Ching-te, bersama Partai Progresif Demokratik, tetap bersikukuh menolak klaim China dan mempertahankan posisi politik yang berbeda dari Beijing.