Literasi Tergerus Zaman: Kabul dan Krisis Membaca di Tengah Hari Buku Sedunia

https://phongkhamdakhoabaoviet.com

Saat dunia memperingati Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia pada 23 April, toko-toko buku di Kabul, ibu kota Afghanistan, tengah menghadapi masa suram. Minat terhadap buku terus merosot drastis, mencerminkan menurunnya budaya membaca di tengah masyarakat yang dilanda konflik berkepanjangan, kemiskinan ekstrem, dan tingginya angka pengangguran. Penurunan ini dirasakan langsung oleh Sulaiman Shah, pegawai toko buku legendaris yang telah berdiri sejak 1974. Ia menyebutkan bahwa penjualan buku kini hanya tersisa 10 persen dibanding masa-masa kejayaan sebelumnya.

Koleksi toko tersebut sangat beragam, terdiri dari lebih dari 20.000 judul buku dalam berbagai bahasa, mulai dari Mandarin hingga Arab, dan mencakup topik seperti sejarah, politik, ilmu pengetahuan, dan literatur anak. Namun, pesona lembaran buku tampaknya kalah oleh realitas hidup sehari-hari. Meski harga buku tidak terlalu mahal, banyak warga tetap tak mampu membelinya karena himpitan ekonomi. Zahor Chopan, pegawai lain di toko itu, mengungkapkan keprihatinannya terhadap rendahnya minat baca generasi muda yang lebih fokus bertahan hidup daripada membaca.

Pemerintah sementara Afghanistan pun berupaya menghidupkan kembali semangat membaca lewat penyelenggaraan pameran buku di berbagai wilayah. Walau begitu, tantangan tetap besar. Esmatullah Rahimy, salah satu pengunjung, menilai bahwa maraknya media sosial dan keterbatasan finansial membuat buku semakin tersisih dari kehidupan masyarakat. Bagi banyak warga Kabul, membuka halaman buku kini dianggap sebagai kemewahan, bukan kebutuhan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *