Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Arrmanatha Nasir, menyebut dinamika dan ketegangan dalam sistem multilateralisme global yang dipicu oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sebagai peluang untuk mendorong reformasi dalam sistem tersebut. Dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh The Yudhoyono Institute di Jakarta, Wamenlu Arrmanatha menjelaskan bahwa meskipun Trump sering dianggap sebagai tantangan, ia melihatnya sebagai blessing in disguise atau berkah tersembunyi yang mempercepat kerusakan sistem multilateralisme yang ada. Menurutnya, hal ini memaksa lebih dari seratus negara untuk segera melakukan perubahan.
Arrmanatha mengungkapkan bahwa tindakan Presiden Trump menggambarkan berkurangnya semangat multilateralisme dan peningkatan rivalitas serta unilateralisme yang lebih menguntungkan beberapa pihak besar. Hal ini juga mencerminkan melemahnya komitmen negara-negara besar terhadap sistem dan institusi multilateral yang mereka bentuk setelah Perang Dunia II. Negara-negara besar kini cenderung menggunakan norma, kesepakatan, dan hukum internasional hanya sesuai dengan kepentingan mereka sendiri.
Namun, ia menekankan bahwa meskipun terjadi ketegangan antara Amerika Serikat dan China, multilateralisme tetap penting bagi 193 negara lainnya agar suara mereka tetap terdengar di kancah global. Arrmanatha juga menambahkan bahwa negara-negara Eropa kini mulai mendukung reformasi multilateral setelah menyadari bahwa posisi mereka semakin berseberangan dengan Amerika Serikat, meskipun sebelumnya mereka enggan mendukung ide tersebut.
Untuk itu, Wamenlu menyarankan agar inisiatif reformasi multilateral dilakukan melalui dialog di tingkat global dan organisasi regional yang kuat. Ia juga memandang pengesahan Pakta Masa Depan pada Majelis Umum PBB 2024 sebagai langkah awal untuk melakukan perubahan besar terhadap sistem multilateral.