Gaza di Ambang Krisis Total, PBB Peringatkan Ledakan Keputusasaan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan keprihatinan mendalam terkait memburuknya situasi kemanusiaan di Jalur Gaza, yang kini menghadapi ancaman kesehatan publik akibat kondisi sanitasi yang kian parah. Juru Bicara PBB Stephane Dujarric dalam konferensi pers pada Jumat (4/4) mengungkapkan bahwa tim kemanusiaan mereka melaporkan adanya peningkatan kasus gangguan kesehatan seperti ruam kulit dan infeksi akibat kutu dan tungau di beberapa area pengungsian, terutama di wilayah Al-Mawasi. Sayangnya, ketersediaan obat-obatan sangat bergantung pada pembukaan kembali perbatasan untuk masuknya bantuan medis. Selain krisis kesehatan, Gaza juga menghadapi kelangkaan pangan yang semakin mengkhawatirkan. Program Pangan Dunia memperingatkan bahwa stok makanan terus menyusut, membuat distribusi bantuan menjadi sangat terbatas. Keadaan ini telah memicu aksi penjarahan, yang oleh PBB disebut sebagai cerminan nyata dari keputusasaan warga Gaza. Dengan perbatasan yang masih tertutup dan akses bantuan yang terhenti, penduduk terpaksa mencari cara bertahan hidup di tengah keterbatasan. Di sisi lain, kondisi di Tepi Barat pun tak kalah memprihatinkan. Serangan militer Israel di Jenin dan Tulkarm memaksa puluhan ribu orang mengungsi. Sementara itu, dunia internasional menyoroti langkah Israel setelah lebih dari 50.600 warga Gaza, mayoritas perempuan dan anak-anak, tewas sejak Oktober 2023. Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang, sementara Mahkamah Internasional masih memproses tuduhan genosida terhadap Israel.

Dukungan Penuh PBB untuk Reformasi Bangladesh dan Krisis Rohingya

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, mengungkapkan dukungan penuh terhadap reformasi yang tengah dijalankan oleh pemerintah transisi Bangladesh. Dalam kunjungannya ke Dhaka selama empat hari, ia bertemu dengan penasihat utama negara tersebut, Muhammad Yunus, di kantornya yang berlokasi di Tejgaon. Guterres menegaskan bahwa PBB berkomitmen mendukung proses perubahan yang tengah berlangsung dan siap membantu dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan serta lebih adil bagi masyarakat. Kunjungan ini terjadi setelah Yunus mengambil alih jabatan pemerintahan pasca-pemberontakan rakyat yang menyebabkan mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina melarikan diri ke India pada Agustus lalu.

Sebagai bagian dari reformasi, pemerintah transisi telah membentuk enam komisi untuk memperbaiki sistem administrasi serta tata kelola pemilihan umum, sebagaimana dituntut oleh mahasiswa dan warga sipil yang terlibat dalam pemberontakan tersebut. Sebelum bertemu dengan Yunus, Guterres juga mengadakan diskusi dengan penasihat luar negeri Bangladesh, Md. Towhid Hossain dan Khalilur Rahman, untuk membahas kondisi di negara bagian Rakhine, Myanmar, serta persiapan konferensi tingkat tinggi terkait krisis Rohingya dan minoritas lainnya.

Guterres bersama Yunus kemudian mengunjungi distrik perbatasan Cox’s Bazar di selatan Bangladesh, tempat lebih dari 1,2 juta pengungsi Rohingya berlindung setelah melarikan diri dari tindakan keras militer Myanmar pada 2017. Dalam kunjungan ini, ia berbagi iftar dengan para pengungsi dan menegaskan bahwa PBB akan berupaya mencegah pengurangan jatah makanan yang diterima para pengungsi di kamp-kamp Bangladesh. Program Pangan Dunia (WFP) baru-baru ini mengumumkan akan memangkas bantuan makanan sebesar setengah mulai 1 April karena keterbatasan dana, mengurangi tunjangan per kapita dari 12,50 dolar AS menjadi enam dolar. Amnesty International telah mengimbau komunitas internasional untuk segera memberikan bantuan guna mencegah dampak buruk bagi kehidupan para pengungsi, mengingat 95 persen rumah tangga Rohingya bergantung sepenuhnya pada bantuan kemanusiaan.