Arab Saudi Kecam Keras Israel Usai Putus Pasokan Listrik ke Gaza

Arab Saudi mengecam keras keputusan Israel yang memutus pasokan listrik ke Jalur Gaza, wilayah yang mengalami kehancuran akibat konflik yang berlangsung sejak Oktober 2023. Riyadh memperingatkan Tel Aviv agar tidak menerapkan “hukuman kolektif” terhadap rakyat Palestina.

Dalam pernyataan yang dikutip dari Al Arabiya pada Selasa (11/3/2025), Kementerian Luar Negeri Saudi menyampaikan kecaman tegas terhadap langkah Israel yang baru-baru ini memutus aliran listrik ke Gaza.

Saudi juga kembali menegaskan “penolakan total terhadap pelanggaran Israel terhadap hukum kemanusiaan internasional.”

“Kerajaan mendesak komunitas internasional untuk segera mengambil langkah-langkah konkret guna memulihkan pasokan listrik tanpa syarat dan memastikan bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Gaza,” demikian pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Saudi.

Selain itu, Arab Saudi juga menekankan pentingnya penerapan mekanisme akuntabilitas global terhadap pelanggaran yang terjadi.

Sikap tegas Saudi ini disampaikan setelah Menteri Energi Israel, Eli Cohen, mengumumkan pada Minggu (9/3) bahwa dirinya telah mengeluarkan instruksi untuk menghentikan suplai listrik ke Jalur Gaza.

“Saya baru saja menandatangani perintah untuk segera menghentikan pasokan listrik ke Jalur Gaza. Kami akan menggunakan segala cara yang kami miliki untuk membawa pulang para sandera dan memastikan Hamas tidak lagi beroperasi di Gaza setelahnya,” ujar Cohen dalam sebuah pernyataan video.

Israel memutus aliran listrik setelah sebelumnya mengambil langkah kontroversial lainnya, yaitu memblokir pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza hingga Hamas menyetujui syarat yang diajukan Tel Aviv untuk memperpanjang gencatan senjata yang telah berlangsung selama 15 bulan terakhir.

Gencatan senjata tahap pertama di Gaza berakhir pada 1 Maret lalu, memungkinkan masuknya bantuan makanan, tempat tinggal, dan pasokan medis. Sementara Israel ingin memperpanjang periode ini hingga pertengahan April, Hamas menuntut agar tahap kedua mengarah pada penghentian perang secara permanen.

Pada Sabtu (8/3), Hamas menuduh Israel melakukan “kejahatan perang dalam bentuk hukuman kolektif” dengan menghentikan bantuan, yang juga berdampak pada sandera Israel yang masih berada di Gaza.


Kalimat telah disusun ulang dengan tetap mempertahankan makna aslinya dan menghindari potensi plagiarisme.

UNICEF Kecam Israel atas Pemblokiran Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Direktur Regional UNICEF untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Edouard Beigbeder, menyoroti kebijakan Israel yang menghambat distribusi bantuan kemanusiaan ke Gaza sejak Minggu (2/3) pagi waktu setempat.

Menurut Beigbeder, penghentian bantuan tersebut berdampak besar terhadap anak-anak dan keluarga di Gaza yang tengah berjuang untuk bertahan hidup.

“Pembatasan yang diumumkan kemarin akan sangat menghambat operasi penyelamatan nyawa bagi warga sipil,” ungkapnya dalam sebuah pernyataan pada Senin (3/3).

Gencatan Senjata dan Krisis Kemanusiaan

Beigbeder menegaskan bahwa gencatan senjata di Gaza harus tetap dilanjutkan karena menjadi jalur utama untuk mendistribusikan bantuan bagi anak-anak dan warga yang terdampak konflik. Situasi di Gaza saat ini masih sangat mengkhawatirkan, sehingga bantuan kemanusiaan perlu terus mengalir dengan cepat.

“Meskipun gencatan senjata memungkinkan kami memperluas bantuan bagi mereka yang membutuhkan, tingkat kehancuran di Gaza sudah mencapai batas bencana. Oleh karena itu, gencatan senjata harus terus dipertahankan dan lebih banyak bantuan harus diperbolehkan masuk guna mencegah penderitaan yang lebih besar serta mengurangi korban jiwa,” tambahnya.

Sistem Kesehatan Gaza di Ambang Kehancuran

UNICEF mencatat bahwa fasilitas kesehatan di Gaza semakin kewalahan. Dari 35 rumah sakit yang ada, hanya 19 yang masih beroperasi, itu pun dalam kondisi terbatas.

“Tujuh bayi baru lahir dilaporkan meninggal akibat hipotermia dalam sepekan terakhir. Mereka tidak memiliki akses ke pakaian hangat, selimut yang memadai, tempat berlindung, ataupun perawatan medis,” jelas Beigbeder.

Sebagai bentuk respons darurat, UNICEF telah menyalurkan pakaian hangat untuk 150 ribu anak, menyediakan layanan medis bagi 25 ribu orang, serta meningkatkan pasokan air bersih bagi hampir 500 ribu warga Gaza setiap harinya.