PBB Optimis atas Perundingan Tidak Langsung AS-Iran: Mencapai Perdamaian di Timur Tengah

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan pandangan positif terhadap putaran kedua perundingan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran yang dijadwalkan akan berlangsung pada akhir pekan ini. Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric, berharap perundingan ini dapat membawa hasil yang konstruktif, meredakan ketegangan yang ada di kawasan Teluk dan Timur Tengah, serta memperbaiki hubungan antara kedua negara tersebut. Dujarric menilai bahwa langkah menuju perundingan ini merupakan tanda yang baik, dan PBB akan memantau perkembangan pertemuan tersebut dengan cermat.

Putaran kedua dari perundingan pun tidak langsung antara AS dan Iran dijadwalkan akan digelar di Roma pada hari Sabtu, 19 April. Kementerian Luar Negeri Iran mengonfirmasi bahwa isu utama yang akan dibahas meliputi program nuklir Iran dan sanksi-sanksi yang dijatuhkan oleh Washington. Sebelumnya, pada Maret, Presiden AS Donald Trump mengirimkan surat kepada pemimpin Iran yang mengusulkan perundingan terkait program nuklir, yang kemudian disetujui oleh Iran untuk dilaksanakan.

Perundingan pertama antara kedua negara berlangsung pada pekan lalu di Muscat, Oman. Menurut Gedung Putih, pertemuan tersebut berlangsung sangat positif dan konstruktif. Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Iran menyebutkan bahwa pembicaraan tersebut juga bersifat membangun dan menjanjikan. Kedua belah pihak tampaknya sepakat untuk melanjutkan dialog untuk mencari solusi damai dalam isu nuklir yang telah lama menjadi sumber ketegangan internasional.

Koalisi Relawan Gagas Pasukan Penangkal di Ukraina, Rusia Sebut Sebagai Pendudukan Terselubung

Laksamana Tony Radakin, Panglima Angkatan Bersenjata Inggris, mengadakan pertemuan di Kiev bersama mitranya dari Ukraina dan Prancis guna membahas potensi pengiriman pasukan penjamin ke wilayah Ukraina. Pertemuan ini menjadi bagian dari upaya Inggris memimpin pembentukan Koalisi Relawan yang bertujuan mewujudkan perdamaian jangka panjang di tengah konflik yang masih berlangsung. Dalam diskusi tersebut, para kepala staf militer membahas rincian struktur, jumlah, serta komposisi personel yang diperlukan jika pasukan tersebut benar-benar dibentuk. Meski tidak diungkap siapa perwakilan dari Ukraina dan Prancis yang hadir, inisiatif ini sejatinya merupakan kelanjutan dari pertemuan di Paris pada 27 Maret lalu. Presiden Prancis Emmanuel Macron sebelumnya telah menyampaikan bahwa pasukan yang dirancang bukan bertujuan menggantikan peran militer Ukraina, melainkan berfungsi sebagai pasukan penangkal untuk memperlambat laju Rusia di titik-titik strategis yang disepakati bersama. Namun, rencana ini menuai kritik keras dari Rusia. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, menegaskan bahwa kehadiran pasukan asing akan mempersulit tercapainya solusi damai dan menciptakan “fakta baru di lapangan” yang hanya akan memperpanjang konflik. Sementara itu, intelijen Rusia memperingatkan bahwa pengiriman kontingen yang dikabarkan mencapai 100.000 personel bisa menjadi bentuk pendudukan terselubung oleh Barat. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menambahkan bahwa pengerahan pasukan semacam itu hanya sah jika disetujui oleh seluruh pihak yang terlibat dalam konflik.

Moskow dan Washington Gelar Pembicaraan, Rusia Tegaskan Sikap soal Ukraina

Delegasi Amerika Serikat dijadwalkan melakukan pertemuan dengan perwakilan Rusia di Moskow untuk membahas perkembangan terbaru konflik Ukraina. Juru Bicara Kepresidenan Rusia, Dmitry Peskov, mengonfirmasi bahwa proses penerimaan informasi dari AS sedang berlangsung terkait hasil negosiasi yang digelar di Jeddah, Arab Saudi, pada Selasa lalu. Rusia akan menentukan langkah selanjutnya setelah pembicaraan bilateral ini.

Peskov menyebut bahwa sebelumnya sudah ada kontak antara penasihat kedua negara, yaitu Mike Waltz dari AS dan Yury Ushakov dari Rusia. Keduanya telah melakukan percakapan untuk bertukar informasi. Di sisi lain, utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, tiba di Moskow dan dikabarkan akan bertemu dengan Presiden Vladimir Putin.

Saat ditanya tentang posisi Rusia dalam negosiasi, Peskov menegaskan bahwa Rusia tidak akan mengorbankan kepentingan teritorialnya. Ia menegaskan bahwa wilayah Krimea, Sevastopol, Kherson, Zaporizhia, Donetsk, dan Luhansk telah menjadi bagian dari Federasi Rusia berdasarkan konstitusi, dan hal ini tidak dapat diubah.

Moskow juga membantah adanya laporan bahwa mereka telah memberikan daftar tuntutan kepada Washington terkait Ukraina. Peskov menyebut banyak informasi di media yang tidak akurat. Sementara itu, Ukraina dikabarkan telah menerima usulan AS untuk gencatan senjata selama 30 hari, dengan keputusan akhir berada di tangan Rusia.

Menanggapi potensi sanksi tambahan dari AS untuk menekan Rusia, Peskov menyatakan bahwa negaranya telah terbiasa dengan berbagai pembatasan dan tetap berpendapat bahwa semua sanksi tersebut ilegal serta harus dicabut. Dalam kesempatan lain, Yury Ushakov mengungkapkan bahwa ia telah menegaskan pentingnya penyelesaian konflik jangka panjang dalam diskusinya dengan Waltz.

Menurut Ushakov, gencatan senjata hanya akan menjadi jeda sementara bagi Ukraina dan bukan solusi permanen. Rusia tetap menekankan bahwa resolusi damai yang berkelanjutan adalah tujuan utama. Saat ditanya mengenai kemungkinan pertemuan antara Putin dan Witkoff, Ushakov menegaskan bahwa kedua negara telah sepakat untuk menjaga kerahasiaan kontak yang dilakukan.