Trump Kirim Utusan Khusus ke Rusia, Bahas Peluang Akhiri Perang Ukraina

Utusan Khusus Presiden Amerika Serikat, Steve Witkoff, dijadwalkan melakukan kunjungan penting ke Rusia pada akhir pekan ini untuk mengadakan pertemuan dengan Presiden Vladimir Putin terkait upaya menghentikan konflik yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun di Ukraina. Pernyataan tersebut disampaikan oleh juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, kepada awak media pada Selasa waktu setempat. Leavitt menyampaikan bahwa pemerintahan Trump melihat adanya harapan positif dan momentum menuju penyelesaian damai, sehingga pembicaraan akan kembali digelar secara langsung di Moskow.

Presiden Donald Trump sendiri pada awal pekan menyatakan optimisme tinggi terhadap peluang tercapainya kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina dalam waktu dekat. Ia menyebut kemungkinan tercapainya kesepakatan sebagai “peluang yang sangat bagus”, mengindikasikan harapannya untuk mengakhiri pertikaian bersenjata yang telah menimbulkan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak. Saat ditanya mengenai pernyataan Menteri Luar Negeri Marco Rubio tentang potensi penarikan diri Amerika Serikat dari perundingan jika tidak ada perkembangan berarti, Leavitt enggan memberikan komentar lebih lanjut dan menyebut keputusan akhir tetap berada di tangan presiden.

Leavitt menegaskan bahwa Presiden Trump sangat berkomitmen terhadap terciptanya perdamaian. Ia menyatakan bahwa Trump secara konsisten menunjukkan keinginannya untuk menghentikan pertumpahan darah dan mengakhiri konflik, bahkan menyatakan rasa frustrasinya terhadap kedua pihak yang terlibat dalam perang tersebut. Hal ini memperlihatkan tekanan diplomatik yang semakin meningkat dari AS untuk mendorong penyelesaian damai melalui jalur perundingan langsung.

Tarik Ulur Tarif: Korea Selatan dan AS Bersiap Negosiasi Dagang di Washington

Korea Selatan dan Amerika Serikat dijadwalkan menggelar pertemuan tingkat tinggi di Washington pekan ini untuk membahas kebijakan tarif antar kedua negara. Pemerintah Korea Selatan menyatakan bahwa negosiasi ini diprakarsai oleh pihak Washington dan akan melibatkan para pejabat penting dari kedua negara. Delegasi dari Korea Selatan dipimpin oleh Menteri Keuangan Choi Sang-mok dan Menteri Perdagangan Ahn Duk-geun. Sementara itu, Amerika Serikat akan mengirimkan Menteri Keuangan Scott Bessent bersama Perwakilan Dagang Jamieson Greer sebagai wakil resmi.

Agenda negosiasi ini muncul setelah keputusan kontroversial dari Presiden AS Donald Trump yang memberlakukan tarif resiprokal terhadap sejumlah negara mitra dagang, termasuk tarif sebesar 25 persen atas berbagai produk asal Korea Selatan. Meskipun tarif tersebut sudah diumumkan, pemerintahan Trump juga memutuskan untuk menangguhkan penerapannya selama 90 hari guna memberikan ruang bagi proses negosiasi dan perumusan solusi bersama.

Sebelum pengumuman tarif resiprokal ini, Amerika Serikat sudah lebih dulu menerapkan bea masuk tinggi terhadap impor baja, aluminium, dan kendaraan bermotor, yang memicu kekhawatiran dari berbagai negara, termasuk Korea Selatan. Dalam beberapa bulan terakhir, Seoul dan Washington telah rutin membahas isu-isu perdagangan seperti hambatan non-tarif, kerja sama energi, hingga pengembangan industri galangan kapal. Pertemuan kali ini diharapkan dapat meredakan ketegangan dagang dan menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan bagi kedua negara.

AS Ancaman Mundur dari Upaya Damai Ukraina, Rubio: “Ini Bukan Perang Kami”

Amerika Serikat mengisyaratkan kemungkinan mundur dari perannya dalam menengahi perdamaian di Ukraina jika tidak ada kemajuan signifikan dalam waktu dekat. Peringatan ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio pada Jumat, 18 April 2025, usai pertemuannya dengan para mitra Eropa di Paris sehari sebelumnya. Rubio menegaskan bahwa Washington tidak akan terus terlibat dalam konflik yang tidak menunjukkan tanda-tanda penyelesaian. “Ini bukan konflik yang kami mulai. Kami tidak memulainya. AS telah memberikan dukungan selama tiga tahun dan sekarang kami ingin melihat akhirnya,” ujar Rubio kepada awak media.

Rubio juga menekankan bahwa meskipun Presiden Donald Trump tetap berkomitmen pada jalur perdamaian, pemerintah AS perlu mengevaluasi ulang keterlibatan mereka. Menurutnya, Trump telah menghabiskan 87 hari secara aktif mengupayakan penyelesaian konflik ini di level tertinggi pemerintahan. Namun, batas kesabaran Washington mulai diuji karena ketidakjelasan hasil dari negosiasi yang dilakukan.

Dalam kunjungan ke Paris, Rubio didampingi oleh Utusan Khusus Presiden Keith Kellogg dan Utusan Timur Tengah Steve Witkoff. Ketiganya bertemu dengan sejumlah pejabat senior Eropa dan Ukraina untuk mendiskusikan langkah-langkah konkret dalam menghentikan invasi Rusia ke Ukraina. Namun hingga kini, tidak ada kepastian apakah pembicaraan tersebut akan membuahkan hasil yang positif. Pemerintah AS menegaskan bahwa waktu untuk bertindak semakin sempit dan keputusan penting akan segera diambil.

Inggris Tolak Isolasi Ekonomi China Demi Kesepakatan Tarif dengan AS

Pemerintah Inggris menegaskan bahwa mereka tidak akan memutuskan hubungan ekonomi dengan China hanya demi memperoleh kesepakatan pelonggaran tarif dari Amerika Serikat. Hal tersebut dilaporkan oleh inews pada Rabu (16/4), mengutip pernyataan dari seorang sumber pemerintah. Langkah ini muncul sebagai respons terhadap laporan The Wall Street Journal yang menyebut bahwa AS berencana meminta komitmen dari mitra dagangnya untuk mengisolasi China secara ekonomi sebagai syarat dalam pembahasan tarif impor.

Namun, Inggris menganggap bahwa menyatukan pembicaraan mengenai tarif dan hubungan dengan China dalam satu forum tidaklah tepat. Pemerintah Inggris memilih untuk tetap menjalankan pendekatan yang bersifat pragmatis terhadap Beijing, tanpa mencampurkan tekanan dagang AS ke dalam kebijakan luar negeri mereka terhadap China. Sumber resmi menyatakan bahwa posisi Inggris terhadap China tidak berubah, dan mereka tetap ingin menjaga hubungan yang stabil dengan negara Asia tersebut.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump pada awal April telah menandatangani perintah eksekutif yang menetapkan tarif dasar sebesar 10 persen untuk berbagai produk impor. Tarif lebih tinggi dikenakan kepada 57 negara yang memiliki defisit dagang besar terhadap AS. Pada 9 April, tarif dasar tersebut mulai berlaku untuk lebih dari 75 negara selama 90 hari, dengan pengecualian terhadap China yang masih menjadi pusat ketegangan dagang.

Perang dagang antara dua kekuatan ekonomi besar itu pun terus memanas. Saat ini, tarif AS terhadap produk asal China melonjak hingga 145 persen, sementara China membalas dengan tarif sebesar 125 persen terhadap barang-barang dari Amerika. Inggris, di sisi lain, berusaha menjaga keseimbangan hubungan ekonomi tanpa terseret lebih dalam ke dalam konflik tersebut.

Reformasi Multilateral: Peluang di Tengah Gejolak Global

Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Arrmanatha Nasir, menyebut dinamika dan ketegangan dalam sistem multilateralisme global yang dipicu oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sebagai peluang untuk mendorong reformasi dalam sistem tersebut. Dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh The Yudhoyono Institute di Jakarta, Wamenlu Arrmanatha menjelaskan bahwa meskipun Trump sering dianggap sebagai tantangan, ia melihatnya sebagai blessing in disguise atau berkah tersembunyi yang mempercepat kerusakan sistem multilateralisme yang ada. Menurutnya, hal ini memaksa lebih dari seratus negara untuk segera melakukan perubahan.

Arrmanatha mengungkapkan bahwa tindakan Presiden Trump menggambarkan berkurangnya semangat multilateralisme dan peningkatan rivalitas serta unilateralisme yang lebih menguntungkan beberapa pihak besar. Hal ini juga mencerminkan melemahnya komitmen negara-negara besar terhadap sistem dan institusi multilateral yang mereka bentuk setelah Perang Dunia II. Negara-negara besar kini cenderung menggunakan norma, kesepakatan, dan hukum internasional hanya sesuai dengan kepentingan mereka sendiri.

Namun, ia menekankan bahwa meskipun terjadi ketegangan antara Amerika Serikat dan China, multilateralisme tetap penting bagi 193 negara lainnya agar suara mereka tetap terdengar di kancah global. Arrmanatha juga menambahkan bahwa negara-negara Eropa kini mulai mendukung reformasi multilateral setelah menyadari bahwa posisi mereka semakin berseberangan dengan Amerika Serikat, meskipun sebelumnya mereka enggan mendukung ide tersebut.

Untuk itu, Wamenlu menyarankan agar inisiatif reformasi multilateral dilakukan melalui dialog di tingkat global dan organisasi regional yang kuat. Ia juga memandang pengesahan Pakta Masa Depan pada Majelis Umum PBB 2024 sebagai langkah awal untuk melakukan perubahan besar terhadap sistem multilateral.

Serangan Udara AS Tewaskan 16 Orang di Yaman, Ketegangan Meningkat di Tengah Krisis Regional

Kelompok Houthi di Yaman mengungkapkan bahwa sedikitnya 16 orang meninggal dunia dalam serangan udara yang dilancarkan oleh Amerika Serikat pada Rabu, 9 April 2025. Menurut laporan dari Al-Masirah, saluran televisi yang dikelola oleh Houthi, serangan tersebut mengincar beberapa wilayah strategis di Yaman, termasuk kota pelabuhan Hodeida dan ibu kota Sanaa. Serangan paling mematikan terjadi di distrik al-Hawak, Hodeida, yang menyebabkan 13 orang tewas, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.

Sementara itu, di wilayah Sanaa, serangan terjadi di distrik Rajam, Bani Hushaysh, serta al-Nahdayn di distrik Al-Sabeen. Tiga orang dilaporkan menjadi korban jiwa akibat serangan tersebut. Serangan ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan kelompok Houthi, terutama setelah Presiden AS Donald Trump sebelumnya menyatakan akan melancarkan tindakan militer “tegas dan kuat”, bahkan mengancam untuk “menghancurkan mereka sepenuhnya”.

Kelompok Houthi telah aktif menyerang kapal-kapal yang melintasi wilayah perairan strategis seperti Laut Merah, Laut Arab, Selat Bab al-Mandab, dan Teluk Aden sejak November 2023. Aksi ini mereka klaim sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina di Gaza yang telah mengalami puluhan ribu korban jiwa akibat serangan Israel. Meskipun sempat menghentikan serangan setelah gencatan senjata diumumkan pada Januari, Houthi kembali melancarkan serangan menyusul pemboman lanjutan oleh Israel terhadap Gaza bulan lalu.

Von der Leyen Sambut Langkah Trump, EU Siap Perkuat Stabilitas Ekonomi Global

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyambut keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menunda pemberlakuan tarif besar-besaran selama 90 hari. Ia menyebut langkah ini sebagai sinyal positif menuju kestabilan ekonomi dunia. Dalam pernyataan resminya pada Kamis, von der Leyen menegaskan pentingnya menciptakan situasi perdagangan yang dapat diprediksi agar rantai pasokan internasional tetap berjalan lancar. Menurutnya, tarif hanya menjadi beban tambahan bagi pelaku usaha dan konsumen, sehingga ia kembali menyerukan kesepakatan “tarif nol-untuk-nol” antara Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Von der Leyen juga menekankan bahwa Uni Eropa tetap berkomitmen untuk menjalin dialog yang konstruktif dengan AS, demi menciptakan sistem perdagangan yang adil dan saling menguntungkan. Ia menyoroti upaya EU dalam memperluas kerja sama dagang dengan mitra global yang mencakup hampir 87 persen aktivitas perdagangan dunia. Di tengah dari tantangan ekonomi global, Eropa juga disebut tengah memperkuat pasar tunggal internalnya, yang dinilainya sebagai pilar utama ketahanan dan stabilitas ekonomi regional.

Meskipun Trump memberikan jeda penerapan tarif, China tidak termasuk dalam pengecualian tersebut. Bahkan, tarif terhadap negara tersebut justru dinaikkan hingga 125 persen. Menutup pernyataannya, von der Leyen memastikan bahwa Komisi Eropa akan terus bekerja keras demi melindungi kepentingan warga Eropa dan membawa benua tersebut keluar dari krisis dengan lebih kuat.

Eropa dan China Bahas Ketegangan Dagang Imbas Kebijakan Tarif AS

Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menyampaikan keprihatinannya kepada Perdana Menteri China, Li Qiang, dalam percakapan telepon terbaru mereka. Ia memperingatkan agar kedua belah pihak berhati-hati dan tidak terjebak dalam eskalasi lebih lanjut terkait ketegangan perdagangan akibat tarif impor Amerika Serikat. Von der Leyen menekankan bahwa solusi yang dinegosiasikan adalah satu-satunya jalan untuk menjaga stabilitas sistem perdagangan global yang adil, setara, dan berdasarkan aturan yang jelas.

Dalam pernyataan resmi Komisi Eropa, Ursula juga mengingatkan pentingnya stabilitas dan prediktabilitas dalam menjaga keseimbangan ekonomi dunia. Ia menyoroti peran strategis China dalam mencegah terjadinya pengalihan perdagangan yang dapat mengganggu pasar global. Bersama Perdana Menteri Li Qiang, mereka pun sepakat untuk membentuk mekanisme pemantauan atas potensi pengalihan perdagangan serta menyusun langkah respons yang tepat terhadap situasi tersebut.

Von der Leyen juga menekankan perlunya solusi struktural untuk menyeimbangkan kembali hubungan perdagangan bilateral. Ia mendesak China untuk memberikan akses pasar yang lebih luas bagi produk, layanan, dan bisnis asal Eropa. Dalam percakapan itu, Presiden Komisi Eropa kembali menegaskan pentingnya perdamaian yang adil dan berkelanjutan di Ukraina, menekankan bahwa jalan menuju perdamaian harus ditentukan oleh Kyiv sendiri. Ia juga mendorong China untuk mengambil peran lebih aktif dalam mendorong tercapainya proses perdamaian tersebut.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump baru-baru ini mengumumkan tarif tambahan sebesar 34 persen, di luar tarif 20 persen sebelumnya, dan mengancam akan menaikkan hingga 50 persen jika China tidak menghentikan aksi balas dendam. Untuk produk dari Uni Eropa, Trump juga telah menetapkan tarif impor sebesar 20 persen.

Uni Eropa Siapkan Langkah Balasan atas Tarif Trump yang Mengancam Ekonomi Global

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengungkapkan bahwa Uni Eropa sedang mempersiapkan langkah balasan terhadap keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memberlakukan tarif 20 persen pada produk-produk asal Eropa. Von der Leyen menyatakan bahwa blok Eropa siap merespons langkah ini dan sedang menyiapkan paket pertama yang akan ditujukan untuk merespons tarif baja yang dikenakan oleh AS. Dalam konferensi pers yang berlangsung di Samarkand, ia juga menambahkan bahwa Uni Eropa sedang mempersiapkan langkah-langkah lebih lanjut untuk melindungi kepentingan serta bisnis mereka apabila negosiasi dengan Amerika Serikat tidak membuahkan hasil yang diinginkan. Komisioner Perdagangan dan Keamanan Ekonomi Uni Eropa, Maros Sefcovic, dilaporkan terus berkomunikasi dengan mitra-mitra Amerika guna mencari solusi terbaik. Pada hari Rabu, Trump mengumumkan kebijakan baru yang menerapkan tarif timbal balik pada barang-barang impor dari berbagai negara. Tarif dasar yang dikenakan adalah 10 persen, namun Trump menyatakan bahwa tarif tersebut akan lebih tinggi bagi negara-negara yang memiliki defisit perdagangan terbesar dengan Amerika Serikat. Gedung Putih juga mengumumkan bahwa tarif 10 persen untuk semua impor asing akan mulai diterapkan pada 5 April 2025, sementara tarif yang lebih tinggi untuk negara dengan defisit perdagangan besar akan berlaku mulai 9 April 2025. Langkah ini dipandang sebagai upaya Trump untuk menyeimbangkan ketidakseimbangan perdagangan dan memperkuat industri domestik Amerika Serikat.

PBB Mendesak Negara Anggota Hindari Retorika Provokatif Terkait Ketegangan dengan Iran

PBB menyerukan kepada seluruh negara anggotanya untuk menghindari pernyataan yang bisa memicu ketegangan lebih lanjut, setelah Presiden AS Donald Trump mengancam akan menyerang Iran jika kesepakatan mengenai senjata nuklir gagal tercapai. Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, menekankan pentingnya menjaga diplomasi dalam menangani perselisihan internasional. Dalam pengarahan pada Selasa (1/4), Dujarric menyatakan bahwa Piagam PBB jelas menggarisbawahi bahwa semua konflik harus diselesaikan secara damai dan melalui jalur diplomasi, bukan dengan retorika yang dapat memperburuk situasi. Dia juga menambahkan bahwa penting bagi negara-negara untuk berkomunikasi secara terbuka dan dengan hati-hati dalam menghadapi perbedaan, agar tidak menyebabkan kerusakan lebih lanjut yang dapat berujung pada ketegangan yang lebih besar di kawasan yang sudah penuh dengan ketidakpastian dan konflik.

Pernyataan Trump yang mengancam Iran dengan “pengeboman yang belum pernah mereka lihat sebelumnya” diungkapkan dalam wawancara dengan NBC News pada Minggu (30/3). Ancaman ini muncul di tengah negosiasi yang belum mencapai titik kesepakatan mengenai program nuklir Iran, yang telah menjadi sumber ketegangan internasional selama bertahun-tahun. Trump mengindikasikan bahwa jika Iran tidak bersedia mencapai kesepakatan, AS siap untuk mengambil tindakan militer sebagai pilihan terakhir. Namun, pernyataan ini langsung menuai reaksi keras dari berbagai pihak, yang memperingatkan bahwa ancaman semacam itu hanya akan memperburuk ketegangan dan memperpanjang krisis.

Sebagai respons terhadap ancaman tersebut, Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, mengeluarkan pernyataan yang menegaskan bahwa Iran tidak akan melakukan negosiasi langsung dengan AS di bawah tekanan semacam itu. Pezeshkian menyatakan bahwa Iran lebih memilih untuk membahas isu nuklir melalui mediasi pihak ketiga yang netral, yang dapat memfasilitasi dialog antara kedua negara tanpa melibatkan langsung Washington dalam perundingan. Pendekatan ini diharapkan dapat membuka jalan bagi solusi yang lebih konstruktif dan menghindari eskalasi lebih lanjut.

Dengan ketegangan yang terus meningkat di kawasan tersebut, PBB menekankan pentingnya untuk menghindari kata-kata yang memperburuk situasi dan mengutamakan jalur diplomatik dalam menyelesaikan masalah tersebut. Dujarric mengingatkan bahwa perdamaian dan stabilitas hanya dapat tercapai jika semua pihak mengedepankan prinsip-prinsip Piagam PBB, yang menekankan penyelesaian konflik secara damai. Dalam hal ini, keterlibatan komunitas internasional, termasuk pihak ketiga yang dapat dipercaya, sangat diperlukan untuk membantu mewujudkan kesepakatan yang menguntungkan semua pihak dan mencegah potensi konfrontasi yang lebih luas.