Akibat habisnya pasokan bahan bakar, warga Gaza terpaksa menggunakan buku-buku sebagai sumber api untuk menghangatkan diri dan memasak. Dalam situasi yang semakin buruk akibat serangan Israel, mereka kekurangan bahan bakar dan bantuan.
Blokade yang diterapkan Israel membatasi akses terhadap makanan, bahan bakar, dan bantuan untuk dua juta penduduk Gaza, yang menyebabkan banyak keluarga di Palestina kehilangan harapan.
Buku-buku yang dibakar ini berasal dari perpustakaan dan sekolah-sekolah, yang menggambarkan betapa parahnya kondisi yang dihadapi warga Palestina akibat serangan dan blokade yang dilakukan oleh Israel.
Seperti yang dilaporkan oleh Mehr News Agency pada Minggu (13/4/2025), warga Gaza menggambarkan situasi yang begitu sulit, di mana bertahan hidup menjadi lebih penting daripada menjaga warisan budaya mereka.
Berbagai organisasi hak asasi manusia telah mengutuk blokade Israel dan mendesak adanya intervensi internasional yang segera.
Krisis ini menekankan kerusakan besar yang ditimbulkan oleh konflik, serta pentingnya tindakan cepat untuk membantu warga Gaza dan meringankan penderitaan mereka.
Asap dari buku yang dibakar bercampur dengan debu dan bau bahan peledak yang selalu menyelimuti kawasan itu, menciptakan aroma yang pahit dan menghancurkan Gaza.
Dokter dan tenaga medis kini kewalahan, berjuang dengan persediaan yang semakin menipis, sementara mereka melaporkan lonjakan penyakit pernapasan akibat asap beracun.
Sementara itu, PBB juga memperingatkan potensi bencana kesehatan yang akan datang, karena penghentian sistem pemurnian air dan kerusakan sanitasi akibat blokade Israel.
Pembakaran buku kini menjadi simbol dari keputusasaan warga Gaza. Akademisi dan lembaga budaya di seluruh dunia mengutuk tindakan ini sebagai kekejaman Israel yang dipaksakan kepada penduduk yang kelaparan dan kekurangan kebutuhan dasar.
Dr. Fayez Abu Shamaleh, seorang profesor dan penulis Palestina, menyatakan penyesalannya karena harus membakar kumpulan puisi untuk menyalakan api. Ia menyesali pembakaran karya penyair Arab terkenal, Nazik Al-Malaika, dan menganggapnya sebagai tindakan yang merusak budaya, sejarah, dan kemanusiaan demi bertahan hidup.
Menurut laporan media India, ETV Bharat, Universitas Islam Gaza yang dulunya menjadi pusat pendidikan terkemuka kini menjadi tempat berlindung bagi banyak orang. Buku-buku di universitas tersebut digunakan sebagai bahan bakar untuk kompor darurat. Banyak anak-anak yang mencari buku-buku di reruntuhan gedung universitas untuk membantu orang tua mereka memasak dan mendapatkan makanan.