400+ Pasien Gagal Ginjal di Gaza Meninggal Akibat Kesulitan Akses Cuci Darah Selama 18 Bulan

Pasien gagal ginjal di Gaza sedang menghadapi kondisi yang sangat sulit. Tanpa adanya konflik, mereka sudah harus menanggung penderitaan akibat penyakit dan menjalani cuci darah secara rutin. Ketika perang berlangsung, mereka semakin kesulitan mendapatkan akses untuk dialisis. Akibatnya, lebih dari seratus pasien meninggal dalam 18 bulan terakhir.

Seperti yang dilaporkan oleh detikHealth, pasien gagal ginjal yang masih bertahan hidup di Gaza terus menghadapi tantangan besar. Salah satunya adalah Mohamed Attiya (54), yang setiap minggu harus melakukan perjalanan jauh menuju Rumah Sakit Shifa untuk menjalani dialisis. Attiya telah menderita gagal ginjal selama 15 tahun dan rutin menjalani cuci darah, namun sekarang perawatan yang ia terima semakin terbatas karena kerusakan fasilitas akibat perang dan kekurangan stok perlengkapan medis. Ayah dari enam anak ini kesulitan membersihkan racun dari darahnya secara efektif.

Menurut Attiya, dialisis hanya memberinya kesempatan untuk bertahan hidup, namun tidak bisa mengatasi masalah kesehatan yang lebih mendalam. Korban jiwa di Gaza tidak hanya disebabkan oleh serangan langsung, tetapi juga oleh kekurangan perawatan medis yang memadai untuk pasien penyakit kronis seperti gagal ginjal. Laporan menyebutkan bahwa lebih dari 400 pasien meninggal dalam periode konflik karena kesulitan mendapatkan perawatan yang memadai. Ini setara dengan sekitar 40 persen dari total kasus dialisis di Gaza.

Sebelum perang, Gaza memiliki 182 mesin dialisis, namun sekarang hanya tersisa 102 unit. Sebagian besar mesin ini rusak atau tidak berfungsi akibat kerusakan infrastruktur. Di Gaza utara, hanya 27 mesin yang tersedia, padahal wilayah ini menjadi tempat pengungsian bagi ratusan ribu orang selama gencatan senjata.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kekurangan mesin dialisis ini semakin parah dengan tidak tersedianya obat-obatan yang diperlukan untuk mendukung pengobatan ginjal. Dr. Ghazi al-Yazigi, kepala departemen nefrologi dan dialisis Rumah Sakit Shifa, mengungkapkan bahwa lebih dari 400 pasien gagal ginjal meninggal akibat kekurangan perawatan yang memadai selama perang. Akibatnya, pasien-pasien seperti Attiya terpaksa menjalani sesi dialisis yang lebih pendek dan lebih jarang, yang meningkatkan risiko komplikasi serius seperti akumulasi racun dalam darah dan cairan tubuh yang dapat berujung pada kematian.

Ini adalah gambaran tragis dari dampak perang terhadap sistem kesehatan di Gaza, terutama bagi pasien-pasien yang membutuhkan perawatan medis rutin dan intensif seperti cuci darah.