Gaza di Ambang Krisis Total, PBB Peringatkan Ledakan Keputusasaan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan keprihatinan mendalam terkait memburuknya situasi kemanusiaan di Jalur Gaza, yang kini menghadapi ancaman kesehatan publik akibat kondisi sanitasi yang kian parah. Juru Bicara PBB Stephane Dujarric dalam konferensi pers pada Jumat (4/4) mengungkapkan bahwa tim kemanusiaan mereka melaporkan adanya peningkatan kasus gangguan kesehatan seperti ruam kulit dan infeksi akibat kutu dan tungau di beberapa area pengungsian, terutama di wilayah Al-Mawasi. Sayangnya, ketersediaan obat-obatan sangat bergantung pada pembukaan kembali perbatasan untuk masuknya bantuan medis. Selain krisis kesehatan, Gaza juga menghadapi kelangkaan pangan yang semakin mengkhawatirkan. Program Pangan Dunia memperingatkan bahwa stok makanan terus menyusut, membuat distribusi bantuan menjadi sangat terbatas. Keadaan ini telah memicu aksi penjarahan, yang oleh PBB disebut sebagai cerminan nyata dari keputusasaan warga Gaza. Dengan perbatasan yang masih tertutup dan akses bantuan yang terhenti, penduduk terpaksa mencari cara bertahan hidup di tengah keterbatasan. Di sisi lain, kondisi di Tepi Barat pun tak kalah memprihatinkan. Serangan militer Israel di Jenin dan Tulkarm memaksa puluhan ribu orang mengungsi. Sementara itu, dunia internasional menyoroti langkah Israel setelah lebih dari 50.600 warga Gaza, mayoritas perempuan dan anak-anak, tewas sejak Oktober 2023. Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang, sementara Mahkamah Internasional masih memproses tuduhan genosida terhadap Israel.

Houthi Klaim Serang Kapal Induk AS Dan Target Militer Di Tel Aviv

Kelompok Houthi di Yaman mengklaim telah melancarkan serangan terbaru terhadap kapal induk Amerika Serikat di Laut Merah serta sejumlah target militer di Tel Aviv, Israel, pada Rabu (26/3) pagi waktu setempat. Juru bicara militer Houthi, Yahya Sarea, menyatakan bahwa serangan rudal dan drone yang dilakukan dalam beberapa jam terakhir menyasar kapal perang AS, termasuk USS Harry S. Truman, yang mereka tuduh sebagai pusat serangan terhadap wilayah mereka.

Menurut Sarea, konfrontasi dengan militer AS berlangsung selama berjam-jam, dan pihaknya bertekad untuk terus melawan serangan udara Amerika di wilayah Yaman utara yang dikuasai Houthi. Hingga saat ini, pihak militer AS belum memberikan tanggapan terkait klaim tersebut. Selain menargetkan kapal perang AS, Houthi juga mengaku telah meluncurkan serangan terhadap sejumlah fasilitas militer di Tel Aviv menggunakan beberapa drone. Sarea menegaskan bahwa serangan ini merupakan bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina di Gaza serta bagian dari kampanye mereka menekan Israel hingga konflik di wilayah tersebut berakhir.

Sementara itu, pada Selasa malam, al-Masirah TV melaporkan bahwa pasukan AS melancarkan tujuh serangan udara di Provinsi Saada, yang merupakan basis utama kelompok Houthi di Yaman utara. Namun, belum ada informasi mengenai korban jiwa akibat serangan tersebut. Serangan udara ini merupakan bagian dari operasi militer AS yang mulai dilaksanakan sejak pertengahan Maret untuk menghadapi ancaman Houthi di kawasan tersebut.

Kelompok Houthi sebelumnya telah berjanji akan terus menyerang kapal-kapal yang terkait dengan Israel serta infrastruktur militernya sebagai bentuk pembalasan terhadap apa yang mereka sebut sebagai agresi Amerika dan solidaritas terhadap perjuangan Palestina. Dengan eskalasi ketegangan yang semakin meningkat, situasi di Laut Merah dan Timur Tengah masih terus menjadi perhatian dunia internasional.

Tragedi di Gaza: Serangan Udara Israel Tewaskan Puluhan Warga Sipil

Serangan udara Israel kembali mengguncang Gaza, menewaskan sedikitnya 25 warga Palestina dan melukai puluhan lainnya pada Rabu (19/3). Serangan yang menghantam sebuah rumah di lingkungan Sabra, Gaza City, ini menambah daftar panjang korban jiwa akibat konflik yang terus berlanjut. Di antara para korban, terdapat wanita dan anak-anak yang menjadi sasaran serangan tanpa peringatan sebelumnya. Tim medis setempat berupaya mengevakuasi para korban ke rumah sakit, sementara keluarga yang selamat berusaha mencari perlindungan di tengah reruntuhan bangunan.

Sumber keamanan Palestina mengonfirmasi bahwa pesawat tempur Israel meluncurkan sedikitnya satu rudal yang menghantam rumah tersebut. Militer Israel dalam pernyataannya mengklaim bahwa serangan tersebut menargetkan fasilitas militer Hamas di Gaza utara, yang diduga tengah mempersiapkan peluncuran proyektil ke wilayah Israel. Namun, rekaman yang beredar di media sosial menunjukkan warga sipil yang terluka dan ketakutan berusaha menyelamatkan diri di tengah puing-puing bangunan yang hancur akibat serangan.

Di saat yang sama, puluhan keluarga Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka menyusul perintah evakuasi dari tentara Israel. Wilayah-wilayah seperti Beit Hanoun di Gaza utara serta Khirbet Khuza’a, Abasan al-Kabira, dan Abasan al-Jadida di Gaza selatan ditetapkan sebagai zona berbahaya. Militer Israel memperingatkan bahwa operasi militer akan semakin intensif, sehingga warga sipil diminta mengungsi ke posko perlindungan di bagian barat Gaza City dan Khan Younis. Sejak Selasa dini hari, serangan udara Israel telah merenggut lebih dari 400 nyawa dan menggagalkan upaya gencatan senjata yang sebelumnya telah berlangsung selama dua bulan.

Trump Tegaskan Tidak Akan Ada Pengusiran Warga Palestina dari Gaza

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Rabu (12/3), menegaskan bahwa tidak ada warga Palestina yang akan dipaksa keluar dari Jalur Gaza, meskipun ia tetap melanjutkan rencananya untuk mengambil kendali atas wilayah tersebut. Saat menjamu Perdana Menteri Irlandia, Michael Martin, di Ruang Oval, Trump menegaskan bahwa rakyat Palestina akan tetap berada di Gaza, membantah laporan yang menyebut adanya rencana pengusiran massal.

Pernyataan ini muncul setelah Menteri sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, mengungkapkan bahwa pemerintah Israel sedang membentuk kantor ‘Otoritas Emigrasi’ di bawah Kementerian Pertahanan. Kantor ini bertujuan untuk mengatur pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza, sebuah langkah yang disebutnya mendapat dukungan dari pemerintahan Trump. Smotrich bahkan mengklaim bahwa pejabat AS mengatakan mereka tidak ingin “2 juta Nazi tinggal di luar pagar,” merujuk pada warga Palestina yang bermukim di Gaza.

Smotrich juga menyatakan bahwa gagasan mengenai pemindahan warga Gaza, yang dulu dianggap tabu, kini mulai dipandang sebagai solusi yang realistis. Ia menegaskan bahwa pemerintah Israel sedang bekerja sama dengan AS untuk menentukan negara yang bersedia menerima para pengungsi dari Gaza. Rencana kontroversial ini semakin memicu kecaman internasional, terutama setelah pada Februari lalu, Trump mengusulkan untuk mengambil alih Gaza, mengusir penduduk aslinya, dan memindahkan mereka ke wilayah lain.

Usulan tersebut menuai kritik tajam dari berbagai negara yang menilainya sebagai bentuk pembersihan etnis. Banyak pihak menegaskan bahwa langkah semacam ini tidak hanya melanggar hak asasi manusia tetapi juga berpotensi memperburuk ketegangan di Timur Tengah.