Israel Mobilisasi Ribuan Tentara Cadangan untuk Perluas Serangan ke Gaza

Tentara cadangan Israel akan dimobilisasi dalam beberapa hari ke depan sebagai bagian dari rencana untuk memperluas serangan mereka di Gaza, di tengah situasi perundingan gencatan senjata yang terhambat. Informasi ini diperoleh dari laporan Kepala Staf Angkatan Pertahanan Israel, Letnan Jenderal Eyal Zamir, yang disampaikan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Katz, pada hari Jumat. Tujuan dari mobilisasi ini adalah untuk menambah intensitas serangan terhadap Hamas.

Sumber berita melaporkan bahwa militer Israel telah mulai mengeluarkan perintah bagi tentara cadangan untuk menggantikan pasukan aktif dan wajib militer di Israel dan wilayah Tepi Barat yang diduduki, agar mereka bisa kembali dikerahkan ke Gaza.

Meskipun juru bicara militer tidak mengonfirmasi atau membantah laporan ini, beberapa individu yang memiliki hubungan dengan jurnalis AFP mengungkapkan bahwa mereka telah menerima perintah mobilisasi.

Sementara itu, penyiar publik Israel, Kan 11, melaporkan bahwa rencana Zamir mencakup evakuasi warga sipil Palestina dari bagian utara dan tengah Gaza sebagai persiapan untuk memperluas operasi militer di sana. Taktik ini mirip dengan yang diterapkan sebelumnya di Rafah, Gaza selatan.

Kabinet keamanan Israel dijadwalkan untuk bertemu guna membahas perluasan serangan militer di Gaza. Perkembangan ini meningkatkan kecemasan di kalangan keluarga 59 sandera Israel yang masih berada di tangan Hamas, sebagian besar dari mereka diculik selama serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang kemudian memicu serangkaian serangan udara Israel yang telah menewaskan lebih dari 50.000 orang di Gaza.

Forum Sandera dan Keluarga Hilang mengeluarkan peringatan bahwa setiap eskalasi dalam konflik dapat membahayakan para sandera, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Mereka juga menekankan bahwa pengembalian para sandera merupakan prioritas moral utama bagi masyarakat Israel.

Negosiasi untuk pembebasan sandera telah terhenti beberapa minggu, meskipun upaya gencatan senjata yang dimediasi oleh Mesir dan Qatar gagal tercapai. Hamas menuntut gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, sementara Israel menuduh Hamas menolak tawaran yang mereka anggap wajar.

Dalam perkembangan lain, Netanyahu menuduh mediator Qatar berperan ganda dalam negosiasi dan meminta negara Teluk tersebut untuk memilih pihak mana yang mereka dukung, apakah peradaban atau kebiadaban Hamas. Tuduhan ini datang setelah laporan bahwa Qatar mendesak Hamas untuk menolak proposal gencatan senjata yang diajukan oleh Mesir.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed al-Ansari, membantah tuduhan tersebut, menyebutnya sebagai distorsi dari upaya diplomatik mereka, dan menuduh Israel menggunakan bantuan kemanusiaan sebagai alat politik, terutama mengingat blokade Israel terhadap bantuan kemanusiaan ke Gaza yang telah berlangsung sejak 2 Maret 2025.

Israel Tertangkap Berbohong Tentang Terowongan Hamas di Koridor Philadelphia

Penyelidikan yang dilakukan oleh lembaga penyiaran publik Israel, KAN, mengungkapkan bahwa militer Israel telah mengubah fakta terkait penemuan terowongan besar yang diklaim dibangun oleh Hamas di Koridor Philadelphia, yang terletak di perbatasan Gaza-Mesir, pada Agustus tahun lalu. Mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, membenarkan hasil penyelidikan KAN, sebagaimana dilaporkan oleh Anadolu Agency dan Palestine Chronicle pada Rabu (23/4/2025). Ia menyatakan bahwa informasi tersebut sengaja dibuat untuk menunda tercapainya gencatan senjata di Gaza.

Menurut hasil penyelidikan KAN, struktur yang sebelumnya disebut-sebut sebagai terowongan itu sebenarnya hanya sebuah saluran air dangkal dengan kedalaman sekitar satu meter.

Pada Agustus 2024, militer Israel mengeluarkan foto-foto yang diklaim sebagai bukti adanya terowongan di area demiliterisasi yang membentang di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir. Pada waktu itu, Tel Aviv mengklaim bahwa penemuan tersebut adalah bukti adanya terowongan besar bertingkat yang diduga dibangun oleh Hamas.

KAN dalam laporannya menyebutkan bahwa “itu bukanlah terowongan, melainkan kanal yang tertutup tanah,” dan tujuan dari klaim tersebut, menurut KAN, adalah untuk memperbesar pentingnya Koridor Philadelphi dan menunda kesepakatan pembebasan sandera.

Gallant mendukung hasil penyelidikan itu dan mengungkapkan bahwa klaim mengenai terowongan tersebut dimaksudkan untuk menghalangi tercapainya kesepakatan gencatan senjata. Ia menjelaskan bahwa foto-foto tersebut digunakan untuk melebih-lebihkan signifikansi strategis Koridor Philadelphi dan memperlambat kemajuan dalam negosiasi pertukaran sandera.

Saat foto-foto itu dirilis, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa pasukan Israel tidak akan mundur dari Koridor Philadelphi, meskipun terdapat perbedaan pandangan dari kalangan keamanan dan militer Israel.

Serangan Udara Israel Terus Guncang Gaza, 7 Warga Sipil Tewas

Rentetan serangan udara dari Israel kembali mengguncang Jalur Gaza. Menurut laporan Badan Pertahanan Sipil Gaza, setidaknya tujuh warga sipil dilaporkan tewas akibat serangan ini.

Juru bicara Badan Pertahanan Sipil Gaza, Mahmoud Bassal, menyampaikan bahwa serangan udara Israel melanda berbagai wilayah di Gaza, termasuk Gaza City. Ia mengungkapkan bahwa serangan tersebut menyebabkan korban jiwa, dengan empat orang tewas di daerah Al-Rimal dekat Gaza City, dua lainnya di Al-Sabra di barat Gaza City, dan satu orang lagi di Khan Younis, yang terletak di selatan Jalur Gaza.

Selain itu, Bassal juga melaporkan bahwa lebih dari 10 rumah di bagian timur Gaza City dan Rafah rusak parah akibat serangan tersebut.

Militer Israel belum memberikan tanggapan terkait laporan ini, namun diketahui bahwa sejak 18 Maret lalu, serangan udara dan operasi darat mereka di Gaza semakin intensif.

Israel Tegaskan Larangan Masuk Al Aqsa untuk Khatib yang Kritik Konflik Gaza

Israel telah mengeluarkan perintah larangan masuk Masjid Al Aqsa bagi Syekh Muhammad Salim selama tujuh hari. Keputusan ini diambil setelah Syekh Muhammad menyampaikan khutbah Jumat yang mengkritik perang Israel di Gaza.

Menurut laporan dari Anadolu Agency, larangan itu diterapkan pada Jumat (12/4/2025). Informasi yang beredar menyebutkan bahwa Syekh Muhammad ditangkap oleh polisi Israel di salah satu pintu gerbang Masjid Al Aqsa. Setelah dilakukan interogasi di kantor polisi di Yerusalem Timur, ia akhirnya dibebaskan.

Baca juga:

  • Mengapa Haji Furoda Bisa Berangkat Tanpa Antri?
  • Seruan dari Berbagai Pihak agar Negara-negara Muslim Bertindak Melawan Israel

Setelah kejadian tersebut, Syekh Muhammad diberi larangan untuk memasuki masjid selama tujuh hari, dengan kemungkinan perpanjangan dari pihak berwenang Israel. Sumber dari Departemen Wakaf Islam, yang bertanggung jawab atas pengelolaan Masjid Al Aqsa, mengonfirmasi bahwa larangan tersebut dapat diperpanjang.

Dalam khutbah Jumatnya, Syekh Muhammad mengecam serangan Israel di Gaza yang telah menewaskan hampir 51.000 warga Palestina, menyebabkan daerah tersebut hampir tidak bisa dihuni lagi. Pernyataan tegasnya sepertinya menjadi alasan utama diterapkannya larangan tersebut.

Hal serupa pernah dialami oleh Syekh Ekrima Sabri, Imam Besar Masjid Al Aqsa, yang dikenal kritis terhadap kebijakan Israel. Karena kritikan kerasnya terhadap pendudukan Israel, Syekh Ekrima juga pernah dilarang memasuki Masjid Al Aqsa selama enam bulan.

Korban Tewas Akibat Serangan Israel di Gaza
Menurut laporan medis yang diterima dari WAFA pada Senin (14/4/2025), sebanyak 39 warga Palestina dilaporkan tewas dan 118 lainnya luka-luka akibat serangan udara Israel di Gaza dalam 24 jam terakhir.

Dengan ini, jumlah korban tewas akibat serangan Israel sejak dimulainya konflik pada Oktober 2023 telah mencapai 50.983 orang, sementara 116.274 orang lainnya terluka. Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak. Tim penyelamat kesulitan menjangkau korban yang terjebak di bawah reruntuhan atau tergeletak di jalanan, karena pasukan Israel terus menghalangi ambulans dan tim pertahanan sipil.

Perang ini, yang telah berkembang menjadi sebuah tragedi kemanusiaan, dimulai pada 7 Oktober 2023 dan terus berlanjut meski adanya seruan dari Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan permusuhan, serta tekanan dari Mahkamah Internasional untuk mencegah terjadinya genosida dan mengurangi penderitaan di Gaza.

Dengan latar belakang tersebut, situasi di Gaza semakin memburuk, dan dunia internasional terus mendesak agar upaya diplomatik lebih intens dilakukan untuk menghentikan kekerasan.

Israel Hadang Serangan Rudal dari Yaman, Sirine Peringatan Menggema

Tentara Israel mengklaim berhasil mencegat sebuah rudal yang ditembakkan dari Yaman di tengah meningkatnya ketegangan kawasan akibat serangan udara yang kembali dilakukan di Jalur Gaza, meskipun ada kesepakatan gencatan senjata. Sirine peringatan serangan udara terdengar di beberapa wilayah saat insiden ini terjadi.

Dilansir dari AFP dan kantor berita Anadolu pada Minggu (23/3/2025), pihak militer menyatakan bahwa rudal tersebut berhasil dihancurkan sebelum memasuki wilayah udara Israel.

“Setelah sirine berbunyi di beberapa area di Israel, sebuah rudal yang diluncurkan dari Yaman berhasil dicegat oleh Angkatan Udara Israel sebelum melintasi perbatasan Israel,” demikian pernyataan militer.

Militer juga menegaskan bahwa sirene peringatan serangan udara diaktifkan di Tel Aviv sesuai dengan prosedur keamanan yang berlaku.

Sementara itu, surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, melaporkan bahwa seluruh aktivitas pendaratan dan lepas landas di Bandara Ben Gurion, Tel Aviv, sempat dihentikan sementara akibat insiden tersebut.

Layanan medis nasional Israel, Magen David Adom, mengonfirmasi bahwa dua warga Israel mengalami cedera dalam dua insiden terpisah saat mereka berusaha mencari perlindungan setelah serangan rudal terjadi.

Namun, hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari kelompok Houthi Yaman terkait serangan tersebut.

Kelompok Houthi sebelumnya telah memperingatkan akan meningkatkan serangan sebagai bentuk dukungan terhadap Palestina, menyusul serangan terbaru Israel terhadap Hamas di Jalur Gaza yang dimulai pada Selasa lalu.

Pada Sabtu, kelompok Houthi mengklaim telah meluncurkan rudal hipersonik ke bandara Israel—serangan ketiga dalam dua hari terakhir dan yang kelima sejak Israel melanggar kesepakatan gencatan senjata di Gaza pekan ini.

Sejak akhir 2023, Houthi telah melancarkan serangan terhadap kapal-kapal yang berafiliasi dengan Israel di Laut Merah, Laut Arab, Selat Bab al-Mandab, dan Teluk Aden menggunakan rudal serta pesawat nirawak. Mereka mengklaim tindakan ini sebagai bentuk solidaritas dengan Palestina.

Serangan mereka sempat dihentikan setelah gencatan senjata antara Israel dan Hamas diumumkan pada Januari lalu. Namun, mereka kembali mengancam akan melanjutkan serangan setelah Israel memblokade seluruh bantuan kemanusiaan ke Gaza pada 2 Maret.

Israel Tingkatkan Serangan ke Gaza, Hamas Diminta Bebaskan Sandera

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyatakan bahwa pasukan militernya semakin meningkatkan serangan terhadap Jalur Gaza melalui serangan udara, darat, dan laut. Menurut Katz, intensifikasi serangan ini bertujuan untuk menekan kelompok Hamas agar segera membebaskan para sandera yang masih berada di wilayah tersebut. Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa pemerintah Israel berencana mengevakuasi warga sipil ke bagian selatan wilayah Palestina itu.

Setelah dua bulan situasi relatif tenang, warga Gaza kembali terpaksa mengungsi demi keselamatan mereka seiring dengan dimulainya kembali serangan besar-besaran oleh militer Israel dari udara dan darat. Rentetan serangan ini pada akhirnya membatalkan kesepakatan gencatan senjata yang telah berlaku sejak 19 Januari lalu.

Dalam pernyataannya, sebagaimana dikutip dari Reuters dan Al Arabiya pada Jumat (21/3/2025), Katz menegaskan bahwa jika Hamas terus menolak untuk melepaskan sandera Israel yang masih ditahan, maka mereka akan kehilangan lebih banyak wilayah. Katz juga menegaskan bahwa pasukan Israel akan terus meningkatkan intensitas serangan serta memperluas operasi militer hingga para sandera dibebaskan dan Hamas berhasil dikalahkan.

Israel kembali menggempur Jalur Gaza sejak Selasa (18/3) setelah upaya memperpanjang gencatan senjata menemui jalan buntu. Sehari kemudian, Rabu (19/3), Tel Aviv secara resmi mengumumkan kelanjutan operasi darat di daerah kantong Palestina tersebut.

Sementara itu, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Khalil al-Daqran, dalam laporannya kepada Ahram Online menyebutkan bahwa sedikitnya 710 orang tewas dan lebih dari 900 lainnya mengalami luka-luka akibat serangan yang dilancarkan sejak Selasa (18/3) dini hari.

Al-Daqran juga menyampaikan kepada Al Jazeera bahwa banyak korban yang akhirnya meninggal karena tidak mendapatkan perawatan medis yang memadai akibat keterbatasan pasokan dan peralatan medis esensial di Jalur Gaza.

Ia menambahkan bahwa sekitar 70 persen korban yang jatuh merupakan wanita dan anak-anak, dengan sebagian besar mengalami cedera serius.

Houthi Klaim Serang Bandara Ben Gurion dengan Rudal Hipersonik, Ketegangan Memanas

Gerakan Ansarullah (Houthi) yang menguasai wilayah utara Yaman mengumumkan bahwa mereka telah melancarkan serangan ke Bandar Udara Ben Gurion di Tel Aviv menggunakan rudal balistik hipersonik Palestine-2. Dalam pernyataannya melalui media sosial X, Houthi memperingatkan seluruh maskapai penerbangan bahwa bandara tersebut tidak lagi aman untuk lalu lintas udara dan serangan akan terus berlanjut. Kelompok itu menegaskan bahwa serangan mereka adalah bentuk dukungan terhadap Palestina serta respons terhadap kebijakan Israel di Gaza dan wilayah lainnya.

Selain menargetkan bandara, Houthi juga mengklaim telah melancarkan operasi udara terhadap sejumlah kapal perang yang berafiliasi dengan kapal induk Amerika Serikat, USS Harry Truman. Serangan ini menandakan semakin meningkatnya ketegangan di kawasan, dengan Houthi memperluas serangannya dari sasaran di Laut Merah hingga ke infrastruktur strategis di Israel. Langkah ini menunjukkan eskalasi lebih lanjut dalam konflik, di mana Houthi semakin agresif dalam menargetkan aset militer dan ekonomi yang dianggap sebagai musuh mereka.

Di pihak lain, pasukan pertahanan Israel (IDF) melaporkan bahwa sirene peringatan serangan udara berbunyi di berbagai permukiman dan kota di wilayah tengah Israel. IDF mengonfirmasi bahwa sebuah roket yang ditembakkan oleh Houthi berhasil dicegat sebelum memasuki wilayah udara Israel, meskipun belum ada informasi lebih lanjut mengenai potensi dampak dari serangan tersebut. Sementara itu, otoritas penerbangan Israel dikabarkan sedang mengevaluasi situasi keamanan di Bandara Ben Gurion guna memastikan keselamatan penerbangan sipil.

Serangan ini menjadi bagian dari dinamika konflik di Timur Tengah yang semakin kompleks, dengan Houthi terus menunjukkan kemampuan militernya dalam menghadapi kekuatan-kekuatan besar. Sejumlah analis menilai bahwa serangan ke Israel dapat memicu respons lebih keras dari Amerika Serikat dan sekutunya, terutama mengingat keterlibatan Houthi dalam berbagai serangan terhadap kepentingan Barat di kawasan. Dengan situasi yang terus berkembang, komunitas internasional kini tengah memantau dengan cermat langkah-langkah berikutnya dari semua pihak yang terlibat dalam ketegangan ini.

Israel Tutup Akses Jalur Utama Gaza, Warga Palestina Terhambat

Militer Israel telah melarang warga Palestina melintasi jalur utama yang menghubungkan bagian utara dan selatan Jalur Gaza, di tengah serangan udara dan operasi darat yang kembali digencarkan. Pemerintah Tel Aviv mengimbau penduduk Gaza untuk menghindari rute tersebut demi alasan keamanan.

Sejak Rabu (19/3), militer Israel menutup akses di Jalan Salah al-Din, sebuah langkah yang dikecam oleh Hamas sebagai “penghapusan total” terhadap gencatan senjata di Gaza serta perjanjian pertukaran tahanan.

Seorang pejabat dari Kementerian Dalam Negeri Gaza, yang enggan disebut namanya, mengungkapkan bahwa pasukan Israel telah menutup akses di Persimpangan Netzarim, yang terletak di Jalan Salah al-Din, tepat di selatan Gaza City, pada Rabu malam.

Menurut pejabat tersebut, tank-tank Israel telah dikerahkan di persimpangan tersebut, yang berperan sebagai jalur utama logistik Israel, menyusul penarikan pasukan keamanan khusus Amerika pada pagi hari sebelumnya.

Gencatan senjata tahap pertama di Gaza berakhir awal bulan ini akibat kebuntuan dalam negosiasi lanjutan. Israel menolak melanjutkan tahap kedua sebagaimana disepakati sebelumnya, dan lebih memilih memperpanjang tahap pertama dengan syarat semua sandera dibebaskan.

Namun, Hamas menolak usulan tersebut karena akan menghambat pembahasan mengenai gencatan senjata permanen. Setelah beberapa pekan negosiasi menemui jalan buntu, Israel kembali meningkatkan operasi militer di Gaza.

Juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, dalam pernyataan resmi pada Jumat (21/3), menyatakan bahwa warga Palestina dilarang melintasi Jalan Salah al-Din, yang awalnya dimaksudkan sebagai jalur aman antara wilayah utara dan selatan Gaza.

Larangan ini diterapkan seiring dengan pergerakan pasukan Israel di Koridor Netzarim, yang membelah wilayah Gaza menjadi dua bagian.

“Dalam 24 jam terakhir, pasukan IDF telah melancarkan operasi darat di wilayah tengah dan selatan Jalur Gaza untuk memperluas zona keamanan,” ujar Adraee dalam pernyataan resminya.

Dia juga mengimbau warga agar tidak bepergian melalui Jalan Salah al-Din demi keselamatan mereka. Sebagai alternatif, perjalanan dari Gaza utara ke selatan dapat dilakukan melalui jalan pesisir Al-Rashid.

Namun, Adraee tidak memberikan kejelasan apakah larangan tersebut berlaku pula bagi perjalanan dari selatan ke utara.

Gempuran Israel di Gaza Berlanjut, Korban Jiwa Capai 510 Orang

Serangan udara yang dilancarkan Israel terus menggempur wilayah Jalur Gaza, menewaskan sedikitnya 70 orang pada Kamis (20/3) waktu setempat. Sejak Tel Aviv kembali melancarkan serangan besar-besaran pada Selasa (18/3), jumlah korban jiwa dilaporkan telah mencapai 510 orang.

Menurut keterangan tenaga medis setempat, seperti dikutip dari Reuters dan Al Arabiya, Kamis (20/3/2025), serangan udara tersebut menyasar beberapa permukiman di bagian utara dan selatan Jalur Gaza. Hingga saat ini, pihak Israel belum memberikan tanggapan terkait serangan tersebut.

Pada Rabu (19/3), militer Israel mengonfirmasi bahwa mereka kembali menggelar operasi darat di wilayah tengah dan selatan Jalur Gaza. Langkah ini dilakukan setelah gencatan senjata yang berlangsung sejak 19 Januari lalu berakhir.

Serangan darat ini terjadi sehari setelah bombardir besar-besaran Israel pada Selasa (18/3), yang mengakibatkan lebih dari 400 korban jiwa. Serangan tersebut disebut-sebut sebagai yang paling mematikan sejak konflik dimulai pada Oktober 2023.

Juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Khalil Al-Deqran, menyatakan kepada Reuters bahwa serangan Israel yang berlanjut hingga Kamis (20/3) telah menyebabkan sedikitnya 510 warga Palestina tewas dalam tiga hari terakhir. Ia juga mengungkapkan bahwa lebih dari separuh korban merupakan perempuan dan anak-anak.

Militer Israel sebelumnya menyatakan bahwa operasi darat dilakukan guna memperluas kendali atas Koridor Netzarim, yang membagi Jalur Gaza menjadi dua bagian. Mereka menyebut langkah ini sebagai upaya strategis untuk menciptakan zona penyangga di antara wilayah utara dan selatan Gaza.

Israel Luncurkan Serangan ke Posisi Hamas dan Kapal di Perairan Gaza

Pasukan militer Israel melancarkan serangan terhadap posisi Hamas di wilayah utara Jalur Gaza. Pemerintah Tel Aviv mengklaim serangan tersebut dilakukan setelah mereka mendeteksi aktivitas persiapan serangan ke wilayah Israel di area tersebut.

Selain itu, sejumlah kapal yang diduga berafiliasi dengan Hamas dan Jihad Islam di perairan Gaza juga menjadi sasaran serangan kapal militer Israel.

Serangan udara Israel terhadap Jalur Gaza terus berlanjut sejak Selasa (18/3). Baik pihak Tel Aviv maupun Hamas saling menyalahkan atas pelanggaran gencatan senjata yang terjadi. Serangan ini mengakhiri masa tenang yang telah berlangsung hampir dua bulan di wilayah tersebut.

Berdasarkan laporan dari pejabat kesehatan Gaza, seperti dikutip Reuters dan Al Arabiya pada Rabu (19/3/2025), sedikitnya lima warga Palestina dilaporkan tewas akibat serangan Israel di Jalur Gaza pada hari yang sama.

Tiga korban tewas akibat serangan udara yang menghantam sebuah rumah di kawasan pinggiran Sabra, Gaza City. Sementara itu, dua lainnya meninggal akibat serangan Israel di kota Beit Hanoun, Gaza utara. Serangan tersebut juga menyebabkan enam orang mengalami luka-luka.

Militer Israel menyatakan bahwa serangan mereka menargetkan fasilitas militer Hamas yang berlokasi di utara Jalur Gaza.

Di sisi lain, kapal-kapal Angkatan Laut Israel melancarkan serangan terhadap sejumlah kapal yang diklaim Tel Aviv sebagai bagian dari rencana aksi “teroris” oleh Hamas dan Jihad Islam. Beberapa warga Gaza melaporkan bahwa drone militer Israel menembaki kapal nelayan di pantai Gaza City, menyebabkan kapal-kapal tersebut terbakar.

Tak hanya melakukan serangan udara dan laut, militer Israel juga menyebarkan selebaran di Beit Hanoun dan Khan Younis pada Rabu (19/3).

Dalam selebaran tersebut, warga Gaza diperintahkan untuk segera meninggalkan rumah mereka, dengan peringatan bahwa mereka berada dalam zona pertempuran yang berbahaya.

“Tetap berada di tempat penampungan atau tenda saat ini bisa membahayakan nyawa Anda dan keluarga. Segeralah mengungsi,” demikian isi selebaran yang dijatuhkan oleh pesawat militer Israel.

Serangan udara Israel yang terjadi sejak Selasa (18/3) telah menyebabkan lebih dari 400 korban jiwa, menurut otoritas kesehatan Gaza. Serangan ini dilakukan di tengah kebuntuan perundingan mengenai perpanjangan gencatan senjata.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa serangan-serangan ini “baru permulaan”.

Sementara itu, Hamas menuduh Netanyahu telah “menjatuhkan hukuman mati” terhadap 59 sandera yang masih berada di Jalur Gaza.