Trump Sampaikan Pesan Ramadhan, AS Kembali Tekankan Kebebasan Beragama

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyampaikan ucapan selamat menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan kepada umat Muslim di seluruh dunia. Pernyataan tersebut disampaikan melalui siaran pers yang dirilis oleh Gedung Putih, yang juga dikutip oleh Kedutaan Besar dan Konsulat AS di Indonesia pada Senin, 3 Maret 2025. Dalam pesan tersebut, Trump menekankan pentingnya kebebasan beragama dan menghormati nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam bulan Ramadhan.

“Dalam kesempatan ini, saya mengucapkan salam hangat untuk bulan suci Ramadhan, yang merupakan waktu penuh berkah untuk berpuasa, berdoa, dan berkumpul bersama,” ujar Trump dalam pernyataannya. Ia melanjutkan bahwa bulan Ramadhan adalah saat yang penuh makna, di mana umat Muslim bisa meraih harapan, keberanian, serta inspirasi untuk menjalani kehidupan dengan kesucian dan kebajikan.

Trump juga menyampaikan bahwa pemerintahannya tetap berkomitmen untuk menjaga kebebasan beragama, yang ia anggap sebagai nilai fundamental dari masyarakat Amerika. “Ketika jutaan Muslim di Amerika memulai ibadah Ramadhan mereka, pemerintahan saya menegaskan komitmen kami untuk terus menjaga kebebasan beragama, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan kami,” tambahnya.

Lebih lanjut, Trump berharap agar bulan Ramadhan menjadi waktu yang penuh refleksi, kedamaian, dan dapat meningkatkan rasa persaudaraan antarumat beragama. “Saya menyampaikan doa dan harapan terbaik agar bulan Ramadhan ini menjadi waktu untuk merenung, penuh kebahagiaan, dan merasakan rahmat serta cinta Tuhan yang tiada batas,” tuturnya.

Indonesia Memulai Ramadhan Lebih Awal

Di sisi lain, Indonesia telah menetapkan awal Ramadhan 1446 Hijriah jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025. Penetapan ini membuat Indonesia menjadi negara pertama di kawasan Asia Tenggara yang memulai ibadah puasa lebih awal dibandingkan negara tetangga lainnya, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Kamboja, yang baru memulai puasa pada Minggu, 2 Maret 2025.

Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, menjelaskan bahwa keputusan tersebut berdasarkan hasil pemantauan hilal yang terlihat di beberapa titik di Indonesia, termasuk di Provinsi Aceh. “Dengan hasil pemantauan tersebut, kami dapat memastikan bahwa 1 Ramadhan 1446 H jatuh pada 1 Maret 2025,” katanya dalam konferensi pers setelah sidang isbat yang digelar pada Jumat, 28 Februari 2025.

Nasaruddin juga menjelaskan bahwa perbedaan penetapan awal Ramadhan ini terjadi akibat variasi sudut elongasi dan ketinggian hilal di masing-masing negara. “Meskipun negara-negara ini terletak berdekatan secara geografis, posisi hilal bisa berbeda, sehingga hasil pengamatan pun tidak selalu sama,” ungkapnya. Ia pun mengimbau agar umat Muslim di seluruh dunia mengikuti keputusan otoritas keagamaan masing-masing dalam menentukan awal Ramadhan, mengingat perbedaan metode rukyat dan hisab yang digunakan di berbagai negara.

Dengan perbedaan tersebut, umat Muslim di Indonesia dan negara tetangga di Asia Tenggara menjalani bulan Ramadhan dengan semangat yang sama, meskipun dimulai pada waktu yang sedikit berbeda.

Larangan Jilbab Paskibraka Jadi Sorotan, DPR Cecar BPIP, Begini Tanggapan Mereka

JAKARTA – Polemik terkait larangan penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka dalam upacara 17 Agustus 2024 menjadi sorotan dalam rapat kerja Komisi II DPR RI pada Selasa (10/9/2024). Anggota Komisi II DPR dari berbagai fraksi mencecar Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, terkait aturan yang dianggap membatasi kebebasan beragama bagi anggota Paskibraka.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, meminta penjelasan dari Yudian mengenai asal mula aturan tersebut. Menurut Mardani, informasi yang diterimanya menyebut bahwa Yudian bukan pembuat aturan yang melarang penggunaan jilbab tersebut.

Saya mendapat informasi bahwa bukan Bapak yang mengeluarkan larangan penggunaan jilbab. Mohon dijelaskan bagaimana kronologinya, karena masyarakat banyak yang mempertanyakan soal ini, ujar Mardani dalam rapat kerja tersebut.

Hal senada juga disampaikan oleh Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus. Ia menyinggung surat edaran yang menjadi dasar larangan tersebut dan mempertanyakan tindak lanjut pencabutan surat tersebut.

Surat edaran itu apakah sudah dicabut atau masih berlaku? Kami butuh kejelasan statusnya, tegas Guspardi.

Selain itu, Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Demokrat, Rezka Oktoberia, turut menyuarakan kekecewaannya. Ia menyoroti insiden di mana beberapa anggota Paskibraka yang berjilbab saat latihan, namun saat pengukuhan justru tidak mengenakannya. Kejadian ini, menurut Rezka, menimbulkan kekecewaan dari keluarga anggota Paskibraka, termasuk keluarga perwakilan dari Sumatera Barat.

“Keluarga mereka kecewa. Mengapa anggota Paskibraka yang awalnya mengenakan jilbab justru tidak mengenakannya saat pengukuhan?” tanya Rezka dengan nada prihatin.

Penjelasan Kepala BPIP Yudian Wahyudi

Merespons berbagai pertanyaan tersebut, Yudian Wahyudi menjelaskan bahwa tidak ada aturan yang melarang anggota Paskibraka menggunakan jilbab. Dalam surat edaran BPIP, kata Yudian, tidak ada ketentuan yang mengharuskan anggota Paskibraka melepas jilbab saat bertugas. Ia menegaskan bahwa BPIP menghormati kebebasan beragama dan keyakinan setiap individu.

“BPIP tidak pernah melarang atau memaksa anggota Paskibraka untuk melepas jilbab. Surat edaran tersebut mengatur tentang penampilan dan sikap disiplin Paskibraka, namun tidak ada larangan terkait jilbab,” tegas Yudian.

Yudian juga menambahkan bahwa semua aturan yang dikeluarkan BPIP telah melalui proses harmonisasi dengan instansi terkait, termasuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun, dia mengakui adanya misinterpretasi terkait aturan tersebut dan berjanji untuk melakukan evaluasi internal guna menghindari kebingungan serupa di masa mendatang.

Penjelasan Latar Belakang Pendidikan Yudian

Dalam penjelasannya, Yudian juga menyampaikan latar belakang pendidikan dan pengalamannya, untuk memperkuat klaim bahwa dirinya sangat menghormati agama dan keyakinan individu. Ia menjelaskan bahwa dirinya merupakan lulusan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Universitas Gadjah Mada (UGM), serta memiliki gelar Master dan Doktor dari universitas ternama di luar negeri, termasuk Harvard Law School.

“Saya juga lulusan pesantren dan telah mengajar sejak usia muda. Saya menegaskan bahwa saya sangat menghormati nilai-nilai agama, termasuk penggunaan jilbab. BPIP tidak pernah memaksakan atau melarang sesuatu yang bertentangan dengan keyakinan individu,” tegas Yudian.

Namun, Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, meminta Yudian untuk fokus memberikan penjelasan terkait polemik larangan jilbab Paskibraka. Doli mengingatkan bahwa yang menjadi perhatian utama adalah apakah ada larangan jilbab dalam pelaksanaan tugas Paskibraka atau tidak.

“Yang perlu dijelaskan adalah soal jilbab ini. Apakah benar ada larangan, atau ini hanya kesalahpahaman?” kata Doli.

Penegasan Akhir: Tidak Ada Larangan Penggunaan Jilbab

Menanggapi pertanyaan tersebut, Yudian kembali menegaskan bahwa tidak ada larangan bagi anggota Paskibraka untuk menggunakan jilbab. Ia juga memastikan bahwa BPIP akan mengevaluasi aturan dan menyelesaikan misinterpretasi yang terjadi di lapangan.

“Sekali lagi, tidak ada larangan jilbab untuk anggota Paskibraka. BPIP tidak pernah memaksakan hal tersebut. Jika ada yang salah dalam implementasi di lapangan, kami akan evaluasi lebih lanjut,” tutup Yudian.

Yudian juga menambahkan bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memastikan bahwa aturan yang dikeluarkan sejalan dengan prinsip kebebasan beragama dan menghormati hak asasi manusia. Evaluasi internal akan dilakukan untuk memperbaiki mekanisme dan prosedur agar tidak terjadi kesalahpahaman di masa depan.