Anggota DPR PKS Dukung Rencana Evakuasi Sementara Warga Gaza ke Indonesia oleh Prabowo

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS, Sukamta, memberikan dukungan terhadap rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mengevakuasi warga Gaza, Palestina, sementara waktu ke Indonesia. Sukamta menilai langkah tersebut sangat penting demi melindungi keselamatan warga Gaza.

“Setelah Israel melanggar perjanjian gencatan senjata secara sepihak dan terus melakukan pengeboman, termasuk terhadap tenda pengungsian, petugas kemanusiaan, dan jurnalis, situasi di Gaza yang bisa kita lihat melalui foto dan video sangat memprihatinkan,” jelas Sukamta dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/4/2025).

“Jumlah korban terus meningkat, sementara banyak rumah sakit yang rusak. Karena itu, evakuasi, terutama untuk korban luka dan anak-anak yatim, harus segera dilaksanakan,” tambahnya.

Sukamta juga menegaskan bahwa evakuasi untuk korban dan anak-anak Palestina perlu melibatkan kerjasama internasional, mengingat jumlah korban yang sangat tinggi.

“Jumlah korban luka mencapai sekitar 120 ribu, sementara lebih dari 38 ribu anak menjadi yatim. Ini adalah angka yang sangat besar. Oleh karena itu, bantuan internasional sangat penting untuk meringankan beban warga Gaza,” ujarnya.

Sukamta menjelaskan bahwa langkah evakuasi ini berbeda dengan usulan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terkait pemindahan warga Gaza. Ia menekankan bahwa rencana evakuasi Indonesia bersifat sementara untuk membantu pemulihan dan penyembuhan trauma.

“Seperti yang disampaikan oleh Presiden Prabowo, setelah situasi di Gaza membaik, warga yang dievakuasi akan dikembalikan ke tanah air mereka,” ujar Sukamta.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan kesiapan Indonesia untuk mengevakuasi warga Gaza ke Indonesia. Menurut Prabowo, pemerintah siap mengirimkan pesawat untuk membantu proses evakuasi.

“Kami siap mengevakuasi mereka yang terluka, terdampak trauma, serta anak-anak yatim. Bagi siapa pun yang membutuhkan evakuasi ke Indonesia, kami akan mengirimkan pesawat untuk membawa mereka. Kami memperkirakan sekitar 1.000 orang untuk gelombang pertama,” ujar Prabowo dalam keterangan yang disampaikan melalui YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (9/4).

Prabowo juga menegaskan bahwa evakuasi ini hanya akan dilaksanakan jika ada persetujuan dari semua pihak terkait. Ia menambahkan bahwa proses evakuasi warga Gaza ke Indonesia bersifat sementara, dan setelah situasi di Gaza pulih, mereka akan dipulangkan ke tempat asal mereka.

“Ketentuannya adalah persetujuan dari semua pihak diperlukan, dan mereka hanya akan berada di sini untuk sementara waktu sampai kondisi mereka membaik. Setelah itu, jika situasi di Gaza sudah memungkinkan, mereka akan dipulangkan ke tanah kelahiran mereka,” ujarnya.




Francesca Albanese Peringatkan Dunia Soal Ancaman Nyata terhadap Palestina

Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk urusan Palestina, menyuarakan keprihatinannya terhadap situasi yang terus memburuk di Palestina akibat agresi Israel yang tiada henti. Dalam sebuah acara dua hari di Pantin, Paris, ia menegaskan bahwa waktu untuk menyelamatkan rakyat Palestina semakin menipis jika tidak ada tindakan nyata dari komunitas internasional. Menurutnya, sejak dimulainya gencatan senjata pada Januari, Israel tak pernah sungguh-sungguh menghormati kesepakatan tersebut dan terus melanjutkan aksi militernya.

Albanese menyebut bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memiliki kepentingan pribadi dalam memperpanjang perang, mengingat tekanan hukum yang ia hadapi baik di tingkat nasional maupun internasional. Ia menyoroti momen di mana Netanyahu justru meluncurkan serangan ke Gaza sehari sebelum dijadwalkan hadir di pengadilan, yang memunculkan dugaan adanya motif politik di balik keputusan militer tersebut. Ia pun pesimistis terhadap peluang keadilan dari sistem hukum, baik dari Israel sendiri maupun pengadilan internasional.

Lebih jauh, Albanese menyoroti ambisi kelompok ideologis di pemerintahan Israel yang ingin mencaplok Gaza dan Tepi Barat, memanfaatkan lemahnya posisi Eropa dan agresi Amerika Serikat. Ia menilai bahwa tindakan Israel saat ini merupakan bagian dari upaya lebih besar untuk memperluas wilayah hingga ke Timur Tengah. Tak hanya itu, ia juga menanggapi upaya kelompok pro-Israel yang mencoba menghentikan mandatnya sebagai pelapor PBB, yang menurutnya hanyalah bagian dari agenda yang sudah terstruktur.

Meski begitu, ia tetap menekankan bahwa solusi dapat ditemukan melalui penerapan hukum internasional yang secara tegas mengharuskan penghentian pendudukan, genosida, dan apartheid. Namun, ia mengkritik minimnya kemauan politik dari negara-negara dunia untuk menjalankan prinsip-prinsip tersebut. Menurutnya, penderitaan rakyat Palestina hari ini adalah akibat dari sejarah panjang penindasan, termasuk dampak dari antisemitisme Eropa di masa lalu.

Situasi semakin tragis setelah serangan besar yang kembali dilancarkan Israel pada 18 Maret lalu, menewaskan hampir 1.400 warga Gaza dan melukai ribuan lainnya. Serangan tersebut menghancurkan kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan. Netanyahu bahkan berjanji akan meningkatkan intensitas serangan, sejalan dengan rencana pengusiran warga Palestina dari wilayah tersebut. Sejak Oktober 2023, lebih dari 50.700 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, telah menjadi korban serangan brutal di Gaza. Saat ini, Israel sedang menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional dan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu telah diterbitkan oleh Mahkamah Pidana Internasional.

Khawatir Ledakan Skala Besar: Israel Cemas Terhadap Ancaman di Tepi Barat

TEL AVIV – Kegelisahan semakin meningkat di kalangan pejabat keamanan Israel terkait situasi memanas di Tepi Barat. Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, bersama kepala badan keamanan lainnya, telah memperingatkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tentang kemungkinan “ledakan skala besar” yang bisa mengakibatkan kematian ratusan warga Israel.

Laporan Channel 13 mengungkapkan bahwa peringatan ini disampaikan selama rapat kabinet politik dan keamanan terbaru. Gallant, Kepala Shin Bet Ronen Bar, dan Kepala Staf IDF Herzi Halevi mengungkapkan kekhawatiran mereka mengenai akumulasi senjata di Tepi Barat yang mencapai angka tertinggi dalam sejarah wilayah tersebut. Mereka menyebutkan, pelanggaran keamanan di perbatasan timur dan pencurian senjata dari pangkalan militer Israel sebagai faktor utama penyebabnya.

Kekhawatiran Terhadap Kegagalan Keamanan dan Dampaknya

Menurut pejabat keamanan, jika situasi ini tidak segera ditangani, kemungkinan terjadinya operasi pengeboman skala besar yang meluas ke wilayah Israel sangat tinggi. Untuk meredakan ketegangan, mereka merekomendasikan beberapa langkah strategis, termasuk mengizinkan pekerja Palestina masuk ke Israel dan mentransfer dana yang saat ini ditahan kepada Otoritas Palestina. Langkah ini, sayangnya, belum disetujui oleh Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich.

Selain itu, mereka menekankan perlunya mempertahankan “status quo” di Masjid Al-Aqsa, di tengah provokasi oleh Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, yang sering mengeluarkan pernyataan kontroversial. Meskipun Netanyahu telah mengumumkan perlunya koordinasi sebelum mengambil tindakan di Masjid Al-Aqsa, belum ada kesepakatan definitif mengenai rekomendasi keamanan lainnya.

Tantangan di Garis Depan dan Permintaan Menambah Tujuan Perang

Kondisi ini semakin rumit karena tantangan dalam memperkuat pasukan di Tepi Barat, yang harus bersaing dengan kebutuhan di garis depan lainnya, termasuk Gaza dan perbatasan dengan Lebanon. Menteri Keamanan Nasional Ben- Gvir bahkan mengirimkan surat kepada Netanyahu, mendesak agar “kekalahan Hamas dan organisasi di Tepi Barat” ditambahkan sebagai tujuan perang saat ini.

Kekhawatiran ini datang di tengah konflik yang telah menyebabkan kematian lebih dari 40.000 warga Palestina di Jalur Gaza, dengan sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak. Ketegangan yang meningkat di Tepi Barat dan kebutuhan untuk mengelola situasi di Gaza menambah kompleksitas strategi keamanan Israel, meningkatkan kemungkinan terjadinya eskalasi yang lebih besar.