Kim Jong-un Tinjau Latihan Unit Khusus, Tegaskan Pentingnya Militer Kuat

Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, melakukan inspeksi langsung terhadap latihan unit operasi khusus militer negara tersebut, menegaskan kembali pentingnya membentuk kekuatan militer yang tangguh. Kunjungan ini berlangsung pada Jumat, 4 April 2025, bertepatan dengan pengesahan pemakzulan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, oleh Mahkamah Konstitusi. Media pemerintah, KCNA, melaporkan bahwa dalam kunjungannya, Kim menyaksikan latihan taktis serta perlombaan menembak menggunakan senjata ringan yang dilakukan oleh pasukan elit tersebut.

Kim menyampaikan bahwa kekuatan militer yang sejati dibangun dari latihan intensif dan kesiapan tempur di medan perang. Ia menilai bahwa dedikasi semacam itu merupakan bentuk patriotisme dan loyalitas paling nyata terhadap negara. Dalam arahannya, Kim menekankan peran vital dari unit operasi khusus dalam strategi pembangunan militer jangka panjang Korea Utara. Ia menilai unit ini harus menjadi tulang punggung kekuatan militer yang mampu merespons cepat situasi genting dan mampu menjalankan operasi-operasi kompleks di lapangan.

KCNA juga melaporkan bahwa Kim memberikan serangkaian instruksi penting guna memastikan penguatan kapabilitas tempur pasukan khusus tersebut dengan standar yang sangat maju, meskipun rincian spesifik dari arahan itu tidak diungkapkan. Penekanan terhadap kesiapan tempur dan kemampuan strategis ini diyakini menjadi bagian dari upaya Korut dalam mempertahankan posisi militernya di tengah ketegangan kawasan. Selain itu, Kim disambut oleh sejumlah perwira tinggi militer dalam kunjungannya, termasuk salah satunya yang diyakini sebagai mantan menteri pertahanan Kang Sung-nam. Ia terlihat dalam foto mengenakan identitas sebagai wakil menteri pertahanan pertama, mengisyaratkan posisinya yang tetap berpengaruh dalam struktur militer Korut, serta menunjukkan kesinambungan kepemimpinan dalam jajaran pertahanan negara tersebut.

Latihan Militer China di Dekat Taiwan: Peringatan Serius bagi Separatis

Kementerian Luar Negeri China menegaskan bahwa latihan militer yang dilakukan Komando Palagan Timur Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) di sekitar Taiwan merupakan peringatan keras terhadap pihak yang mendukung pemisahan diri pulau tersebut. Dalam konferensi pers di Beijing pada Selasa, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyatakan bahwa latihan ini adalah langkah sah dan diperlukan untuk menjaga kedaulatan serta persatuan nasional, mengingat Taiwan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah China.

PLA memulai latihan gabungan pada Selasa (1/4) dengan mengerahkan pasukan darat, laut, udara, serta roket untuk mengepung Taiwan dari berbagai sisi. Latihan ini berfokus pada patroli kesiapan tempur, perebutan supremasi udara dan maritim, serangan presisi terhadap target strategis, serta blokade jalur perairan utama. Juru bicara Komando Palagan Timur, Kolonel Senior Shi Yi, menyatakan bahwa latihan ini bertujuan untuk menguji kemampuan operasi gabungan PLA dalam menghadapi ancaman potensial.

Media pemerintah China melaporkan bahwa latihan tersebut melibatkan formasi kapal perang dan pesawat yang berkoordinasi dengan pasukan rudal serta sistem peluncur roket jarak jauh. Mereka mensimulasikan penyergapan udara, serangan terhadap kapal dan sasaran darat, serta blokade di perairan utara, selatan, dan timur Taiwan. Berbeda dari latihan sebelumnya yang diberi kode “Joint Sword-2024A” dan “Joint Sword-2024B”, kali ini tidak ada nama sandi resmi yang diumumkan.

Latihan militer ini berlangsung setelah Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, menegaskan komitmen Washington untuk menjaga “penggentaran yang kredibel” di Selat Taiwan dalam kunjungannya ke Jepang. Guo Jiakun mengecam kerja sama militer AS dan Jepang, dengan menyebutnya sebagai upaya yang dapat mengganggu stabilitas kawasan. Ia mendesak AS untuk menghormati prinsip “Satu China” dan tidak lagi menggunakan Taiwan sebagai alat untuk menekan Beijing.

Di sisi lain, Taiwan melaporkan bahwa China telah mengerahkan 21 kapal perang, termasuk kelompok kapal induk Shandong, 71 pesawat militer, serta empat kapal penjaga pantai di sekitar perairannya. Pemimpin Taiwan, Lai Ching-te, bersama Partai Progresif Demokratik, tetap bersikukuh menolak klaim China dan mempertahankan posisi politik yang berbeda dari Beijing.

Tragedi Latihan Militer: Empat Tentara AS Ditemukan Tewas di Lithuania

Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, mengonfirmasi bahwa empat tentara Amerika Serikat yang sebelumnya dilaporkan hilang saat latihan militer di Lithuania telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Kabar duka ini disampaikan Rutte saat berbicara di Warsawa, Polandia, pada Rabu. Ia menyebut bahwa detail lengkap mengenai insiden tersebut masih belum diketahui, tetapi mengungkapkan rasa belasungkawa yang mendalam kepada keluarga dan kerabat para korban.

Sebelumnya, Angkatan Bersenjata Lithuania menerima laporan tentang hilangnya empat tentara AS beserta satu kendaraan pelacak dalam latihan yang berlangsung di wilayah timur negara itu. Merespons laporan tersebut, pasukan Lithuania bersama dengan beberapa negara lain segera mengerahkan tim pencarian, termasuk penggunaan helikopter, untuk menemukan mereka. Setelah pencarian intensif, para tentara akhirnya ditemukan, namun sayangnya dalam keadaan tidak bernyawa.

Insiden ini menambah daftar tragedi dalam latihan militer internasional yang sering kali menghadapi risiko tinggi. Kejadian ini juga menjadi pengingat akan bahaya yang dihadapi para personel militer dalam menjalankan tugas mereka. Latihan militer yang dilakukan di berbagai negara bertujuan untuk meningkatkan kesiapan tempur dan memperkuat kerja sama antarnegara, tetapi peristiwa ini menunjukkan bahwa faktor keamanan tetap menjadi tantangan utama.

Hingga saat ini, penyelidikan lebih lanjut masih dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti dari kejadian tersebut. Beberapa pihak menduga adanya faktor cuaca ekstrem atau kesalahan teknis yang mungkin berkontribusi dalam insiden ini. NATO dan pemerintah AS dikabarkan akan bekerja sama dengan pihak berwenang Lithuania untuk memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang di masa depan.