Israel Tegaskan Larangan Masuk Al Aqsa untuk Khatib yang Kritik Konflik Gaza

Israel telah mengeluarkan perintah larangan masuk Masjid Al Aqsa bagi Syekh Muhammad Salim selama tujuh hari. Keputusan ini diambil setelah Syekh Muhammad menyampaikan khutbah Jumat yang mengkritik perang Israel di Gaza.

Menurut laporan dari Anadolu Agency, larangan itu diterapkan pada Jumat (12/4/2025). Informasi yang beredar menyebutkan bahwa Syekh Muhammad ditangkap oleh polisi Israel di salah satu pintu gerbang Masjid Al Aqsa. Setelah dilakukan interogasi di kantor polisi di Yerusalem Timur, ia akhirnya dibebaskan.

Baca juga:

  • Mengapa Haji Furoda Bisa Berangkat Tanpa Antri?
  • Seruan dari Berbagai Pihak agar Negara-negara Muslim Bertindak Melawan Israel

Setelah kejadian tersebut, Syekh Muhammad diberi larangan untuk memasuki masjid selama tujuh hari, dengan kemungkinan perpanjangan dari pihak berwenang Israel. Sumber dari Departemen Wakaf Islam, yang bertanggung jawab atas pengelolaan Masjid Al Aqsa, mengonfirmasi bahwa larangan tersebut dapat diperpanjang.

Dalam khutbah Jumatnya, Syekh Muhammad mengecam serangan Israel di Gaza yang telah menewaskan hampir 51.000 warga Palestina, menyebabkan daerah tersebut hampir tidak bisa dihuni lagi. Pernyataan tegasnya sepertinya menjadi alasan utama diterapkannya larangan tersebut.

Hal serupa pernah dialami oleh Syekh Ekrima Sabri, Imam Besar Masjid Al Aqsa, yang dikenal kritis terhadap kebijakan Israel. Karena kritikan kerasnya terhadap pendudukan Israel, Syekh Ekrima juga pernah dilarang memasuki Masjid Al Aqsa selama enam bulan.

Korban Tewas Akibat Serangan Israel di Gaza
Menurut laporan medis yang diterima dari WAFA pada Senin (14/4/2025), sebanyak 39 warga Palestina dilaporkan tewas dan 118 lainnya luka-luka akibat serangan udara Israel di Gaza dalam 24 jam terakhir.

Dengan ini, jumlah korban tewas akibat serangan Israel sejak dimulainya konflik pada Oktober 2023 telah mencapai 50.983 orang, sementara 116.274 orang lainnya terluka. Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak. Tim penyelamat kesulitan menjangkau korban yang terjebak di bawah reruntuhan atau tergeletak di jalanan, karena pasukan Israel terus menghalangi ambulans dan tim pertahanan sipil.

Perang ini, yang telah berkembang menjadi sebuah tragedi kemanusiaan, dimulai pada 7 Oktober 2023 dan terus berlanjut meski adanya seruan dari Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan permusuhan, serta tekanan dari Mahkamah Internasional untuk mencegah terjadinya genosida dan mengurangi penderitaan di Gaza.

Dengan latar belakang tersebut, situasi di Gaza semakin memburuk, dan dunia internasional terus mendesak agar upaya diplomatik lebih intens dilakukan untuk menghentikan kekerasan.

Khawatir Ledakan Skala Besar: Israel Cemas Terhadap Ancaman di Tepi Barat

TEL AVIV – Kegelisahan semakin meningkat di kalangan pejabat keamanan Israel terkait situasi memanas di Tepi Barat. Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, bersama kepala badan keamanan lainnya, telah memperingatkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tentang kemungkinan “ledakan skala besar” yang bisa mengakibatkan kematian ratusan warga Israel.

Laporan Channel 13 mengungkapkan bahwa peringatan ini disampaikan selama rapat kabinet politik dan keamanan terbaru. Gallant, Kepala Shin Bet Ronen Bar, dan Kepala Staf IDF Herzi Halevi mengungkapkan kekhawatiran mereka mengenai akumulasi senjata di Tepi Barat yang mencapai angka tertinggi dalam sejarah wilayah tersebut. Mereka menyebutkan, pelanggaran keamanan di perbatasan timur dan pencurian senjata dari pangkalan militer Israel sebagai faktor utama penyebabnya.

Kekhawatiran Terhadap Kegagalan Keamanan dan Dampaknya

Menurut pejabat keamanan, jika situasi ini tidak segera ditangani, kemungkinan terjadinya operasi pengeboman skala besar yang meluas ke wilayah Israel sangat tinggi. Untuk meredakan ketegangan, mereka merekomendasikan beberapa langkah strategis, termasuk mengizinkan pekerja Palestina masuk ke Israel dan mentransfer dana yang saat ini ditahan kepada Otoritas Palestina. Langkah ini, sayangnya, belum disetujui oleh Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich.

Selain itu, mereka menekankan perlunya mempertahankan “status quo” di Masjid Al-Aqsa, di tengah provokasi oleh Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, yang sering mengeluarkan pernyataan kontroversial. Meskipun Netanyahu telah mengumumkan perlunya koordinasi sebelum mengambil tindakan di Masjid Al-Aqsa, belum ada kesepakatan definitif mengenai rekomendasi keamanan lainnya.

Tantangan di Garis Depan dan Permintaan Menambah Tujuan Perang

Kondisi ini semakin rumit karena tantangan dalam memperkuat pasukan di Tepi Barat, yang harus bersaing dengan kebutuhan di garis depan lainnya, termasuk Gaza dan perbatasan dengan Lebanon. Menteri Keamanan Nasional Ben- Gvir bahkan mengirimkan surat kepada Netanyahu, mendesak agar “kekalahan Hamas dan organisasi di Tepi Barat” ditambahkan sebagai tujuan perang saat ini.

Kekhawatiran ini datang di tengah konflik yang telah menyebabkan kematian lebih dari 40.000 warga Palestina di Jalur Gaza, dengan sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak. Ketegangan yang meningkat di Tepi Barat dan kebutuhan untuk mengelola situasi di Gaza menambah kompleksitas strategi keamanan Israel, meningkatkan kemungkinan terjadinya eskalasi yang lebih besar.