Inggris dan Prancis Perkuat Aliansi Pertahanan di Tengah Konflik Ukraina

Pejabat tinggi pertahanan dari Inggris dan Prancis mengadakan pertemuan di London untuk membahas dukungan terhadap Ukraina serta mempererat kerja sama militer kedua negara. Dalam pernyataan resmi pemerintah Inggris, pertemuan ini merupakan bagian dari upaya memimpin koalisi internasional guna menjamin keamanan Ukraina di masa depan. Diskusi tersebut melibatkan kepala staf pertahanan serta pimpinan angkatan darat, laut, dan udara dari kedua negara, dengan fokus pada penguatan respons Eropa terhadap situasi di Ukraina serta peningkatan kemitraan strategis antara Inggris dan Prancis.

Selain itu, kedua negara berencana mengadakan pertemuan tingkat tinggi tahun ini guna memperbarui perjanjian pertahanan dan keamanan yang telah berlangsung sejak 2010. Langkah ini mencerminkan komitmen kedua negara dalam memperkuat hubungan militer di tengah meningkatnya ketegangan global. Sebelumnya, laporan media mengungkapkan bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer sedang menggalang dukungan dari 37 negara untuk membentuk “Koalisi Relawan.” Koalisi ini bertujuan mengerahkan pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina serta memberikan jaminan keamanan bagi Kiev.

Di sisi lain, Dinas Intelijen Luar Negeri Rusia menyebut bahwa Barat dapat mengirimkan sekitar 100.000 tentara ke Ukraina dengan alasan pemulihan kekuatan tempur Kiev. Sementara itu, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov menegaskan bahwa pengerahan pasukan penjaga perdamaian asing hanya dapat dilakukan dengan persetujuan semua pihak yang terlibat dalam konflik. Situasi ini menambah kompleksitas geopolitik di Eropa, dengan Inggris dan Prancis mengambil langkah strategis untuk memperkuat pertahanan bersama mereka.

Rusia Tuntut Jaminan Keamanan Kuat dalam Pembicaraan Damai Ukraina

Rusia menegaskan bahwa mereka menginginkan jaminan keamanan yang kuat sebagai bagian dari perundingan penyelesaian konflik di Ukraina. Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Alexander Grushko, dalam sebuah wawancara dengan harian Izvestia. Menurutnya, jaminan tersebut penting untuk memastikan perdamaian jangka panjang di Ukraina serta memperkuat stabilitas kawasan.

Salah satu syarat utama yang diajukan Rusia adalah status netral Ukraina serta penolakan NATO untuk menerima Kiev sebagai anggota. Grushko menuduh aliansi tersebut semakin agresif melalui tindakan militernya dan menolak keras gagasan pengerahan pasukan penjaga perdamaian di Ukraina. Ia menilai kehadiran NATO dalam misi tersebut sebagai sesuatu yang bertentangan dengan prinsip perdamaian.

Ia juga menanggapi pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang pasukan penjaga perdamaian sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian dari masalah domestik di Prancis. Selain itu, Rusia juga bersikap skeptis terhadap keterlibatan OSCE dalam misi penjaga perdamaian, meskipun mereka membuka kemungkinan bagi kehadiran pengamat sipil tak bersenjata untuk mengawasi implementasi kesepakatan.

Sementara itu, Grushko tidak menutup kemungkinan adanya dialog baru antara Rusia dan Uni Eropa, meskipun belum jelas bagaimana peran Eropa dalam proses perdamaian. Sebelumnya, delegasi AS dan Ukraina bertemu di Jeddah, Arab Saudi, untuk membahas kemungkinan kesepakatan damai. Kiev menyatakan kesiapan menerima gencatan senjata selama 30 hari sesuai usulan Washington, sementara Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan bahwa Moskow hanya akan menyetujui perjanjian yang dapat menjamin perdamaian jangka panjang dan mengatasi akar permasalahan konflik.