Stok Makanan di Gaza Hanya Cukup untuk Dua Pekan, Warga Terancam Kelaparan

Masyarakat Gaza kini menghadapi ancaman kelaparan yang semakin mendesak. Program Pangan Dunia (WFP) yang dikelola oleh PBB mengungkapkan bahwa persediaan makanan yang ada di Gaza hanya cukup untuk bertahan selama dua pekan ke depan.

Menurut WFP, mereka memiliki sekitar 5.700 ton bahan pangan yang tersisa di Gaza, yang diperkirakan akan mendukung operasi mereka selama maksimal dua minggu.

Sejak pekan lalu, serangan Israel di wilayah Palestina kembali meningkat. PBB melaporkan bahwa 142 ribu orang telah mengungsi dalam tujuh hari terakhir.

WFP menyatakan kesulitan dalam membawa pasokan makanan baru ke Gaza karena jalur perbatasan yang digunakan untuk pengiriman bantuan telah ditutup oleh pasukan Israel.

WFP juga menambahkan bahwa ratusan ribu warga Gaza terancam kelaparan dan kekurangan gizi, dengan semakin menipisnya stok makanan kemanusiaan, sementara akses untuk bantuan masih terhambat. Selain itu, meningkatnya aktivitas militer di Gaza telah mengganggu distribusi bantuan pangan dan membahayakan nyawa pekerja kemanusiaan.

Meski demikian, WFP berkomitmen untuk terus berusaha mengirimkan bantuan pangan kepada warga Gaza dan menargetkan untuk mendistribusikan paket makanan kepada setengah juta orang, yang masing-masing paket diharapkan bisa mencukupi kebutuhan satu keluarga selama sekitar seminggu.

Pejabat Israel juga melaporkan bahwa operasi militer baru bertujuan untuk menekan Hamas dalam upaya membebaskan para sandera yang masih berada di Gaza, setelah pembicaraan untuk memperpanjang gencatan senjata gagal.

Gempuran Israel di Gaza Berlanjut, Korban Jiwa Capai 510 Orang

Serangan udara yang dilancarkan Israel terus menggempur wilayah Jalur Gaza, menewaskan sedikitnya 70 orang pada Kamis (20/3) waktu setempat. Sejak Tel Aviv kembali melancarkan serangan besar-besaran pada Selasa (18/3), jumlah korban jiwa dilaporkan telah mencapai 510 orang.

Menurut keterangan tenaga medis setempat, seperti dikutip dari Reuters dan Al Arabiya, Kamis (20/3/2025), serangan udara tersebut menyasar beberapa permukiman di bagian utara dan selatan Jalur Gaza. Hingga saat ini, pihak Israel belum memberikan tanggapan terkait serangan tersebut.

Pada Rabu (19/3), militer Israel mengonfirmasi bahwa mereka kembali menggelar operasi darat di wilayah tengah dan selatan Jalur Gaza. Langkah ini dilakukan setelah gencatan senjata yang berlangsung sejak 19 Januari lalu berakhir.

Serangan darat ini terjadi sehari setelah bombardir besar-besaran Israel pada Selasa (18/3), yang mengakibatkan lebih dari 400 korban jiwa. Serangan tersebut disebut-sebut sebagai yang paling mematikan sejak konflik dimulai pada Oktober 2023.

Juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Khalil Al-Deqran, menyatakan kepada Reuters bahwa serangan Israel yang berlanjut hingga Kamis (20/3) telah menyebabkan sedikitnya 510 warga Palestina tewas dalam tiga hari terakhir. Ia juga mengungkapkan bahwa lebih dari separuh korban merupakan perempuan dan anak-anak.

Militer Israel sebelumnya menyatakan bahwa operasi darat dilakukan guna memperluas kendali atas Koridor Netzarim, yang membagi Jalur Gaza menjadi dua bagian. Mereka menyebut langkah ini sebagai upaya strategis untuk menciptakan zona penyangga di antara wilayah utara dan selatan Gaza.

Gencatan Senjata Gaza Tak Menentu, Israel dan Hamas Bersiap Hadapi Konflik Baru

Pemerintah Israel dikabarkan tengah merancang strategi baru yang disebut sebagai “rencana neraka” untuk menekan Hamas. Tujuan dari langkah ini adalah memastikan pembebasan lebih banyak sandera tanpa harus menarik pasukan dari wilayah Palestina. Salah satu kebijakan yang diterapkan adalah memperketat blokade di Jalur Gaza. Kebijakan ini diberlakukan di tengah gencatan senjata yang telah berjalan selama enam pekan, tetapi masih diwarnai ketidakpastian.

Saat ini, belum ada indikasi dimulainya fase kedua yang sebelumnya dijadwalkan berlangsung akhir pekan lalu. Akibatnya, kedua pihak bersiap menghadapi kemungkinan pecahnya kembali konflik bersenjata.

Pemerintahan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dikabarkan telah menyiapkan langkah untuk menghentikan pasokan makanan dan bahan bakar, sebagaimana diumumkan pada Minggu (2/3/2025). Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya isolasi yang semakin ketat terhadap Jalur Gaza, yang dihuni sekitar 2,2 juta penduduk. Mengutip laporan The Guardian, Senin (3/3/2025), rencana tersebut mencakup pemutusan total pasokan listrik dan air yang masih tersisa. Selain itu, penduduk Gaza utara akan dipindahkan ke wilayah selatan sebagai langkah antisipasi jika perang kembali pecah.

Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, telah menginstruksikan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk bersiap melanjutkan operasi militer. Situs berita Walla melaporkan bahwa mulai Rabu (5/3/2025), pasukan akan beroperasi di bawah kepemimpinan Kepala Staf baru, Mayor Jenderal Eyal Zamir. Zamir dikenal sebagai pendukung strategi penggunaan kekuatan besar untuk mencapai kemenangan cepat atas Hamas di Gaza.

Di sisi lain, media Arab melaporkan bahwa Hamas juga telah bersiap menghadapi kemungkinan pertempuran kembali. Menurut laporan Al Araby Al Jadeed yang berbasis di Qatar, kelompok tersebut telah kembali ke posisi perang dan memperketat pengamanan terhadap sandera warga Israel yang masih mereka tahan. Selain itu, Hamas dilaporkan telah mengekstraksi bahan peledak dari proyektil Israel yang tidak meledak selama pertempuran sebelumnya.