Eropa Pertimbangkan ‘Lepas Ketergantungan’ dari AS Akibat Kebijakan Trump

Sejumlah negara di Uni Eropa kini tengah mempertimbangkan langkah-langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan terhadap Amerika Serikat, khususnya dalam hal pembelian persenjataan dan kerja sama ekonomi. Keputusan ini muncul sebagai tanggapan terhadap kebijakan ekonomi agresif yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump, termasuk penerapan tarif timbal balik terhadap puluhan negara. Langkah-langkah yang tengah dikaji mencakup pencarian alternatif pemasok alat tempur, peningkatan tarif balasan terhadap produk Amerika, hingga pelonggaran perlindungan hak kekayaan intelektual yang selama ini dinikmati perusahaan-perusahaan asal AS.

Kekhawatiran juga muncul di kalangan negara-negara Eropa terkait kemungkinan digunakannya teknologi pertahanan oleh Washington sebagai alat tekanan dalam konflik Ukraina. Para pemimpin Eropa menyadari bahwa memenuhi permintaan AS untuk meningkatkan belanja militer bukan perkara mudah, sehingga alternatif yang lebih mandiri perlu dikembangkan. Situasi ini turut mengguncang kepercayaan terhadap AS, sebagaimana diungkapkan oleh penasihat pemerintah Polandia untuk Ukraina, Pawel Kowal, yang menyebut bahwa kepercayaan terhadap Washington telah menurun drastis.

Komisi Eropa bahkan sempat membahas penerapan Instrumen Anti-Paksaan, yaitu serangkaian tindakan progresif untuk melindungi kepentingan ekonomi blok tersebut. Instrumen ini memungkinkan Uni Eropa merespons tekanan ekonomi dengan negosiasi, pembatasan perdagangan, serta pengecualian perusahaan asing dari pengadaan publik. Sementara itu, Trump sendiri baru-baru ini mengesahkan tarif dasar 10 persen atas impor dari sejumlah negara, dengan ancaman kenaikan tarif terhadap negara-negara yang tidak menunjukkan sikap kooperatif.

Tarik Ulur Tarif: Korea Selatan dan AS Bersiap Negosiasi Dagang di Washington

Korea Selatan dan Amerika Serikat dijadwalkan menggelar pertemuan tingkat tinggi di Washington pekan ini untuk membahas kebijakan tarif antar kedua negara. Pemerintah Korea Selatan menyatakan bahwa negosiasi ini diprakarsai oleh pihak Washington dan akan melibatkan para pejabat penting dari kedua negara. Delegasi dari Korea Selatan dipimpin oleh Menteri Keuangan Choi Sang-mok dan Menteri Perdagangan Ahn Duk-geun. Sementara itu, Amerika Serikat akan mengirimkan Menteri Keuangan Scott Bessent bersama Perwakilan Dagang Jamieson Greer sebagai wakil resmi.

Agenda negosiasi ini muncul setelah keputusan kontroversial dari Presiden AS Donald Trump yang memberlakukan tarif resiprokal terhadap sejumlah negara mitra dagang, termasuk tarif sebesar 25 persen atas berbagai produk asal Korea Selatan. Meskipun tarif tersebut sudah diumumkan, pemerintahan Trump juga memutuskan untuk menangguhkan penerapannya selama 90 hari guna memberikan ruang bagi proses negosiasi dan perumusan solusi bersama.

Sebelum pengumuman tarif resiprokal ini, Amerika Serikat sudah lebih dulu menerapkan bea masuk tinggi terhadap impor baja, aluminium, dan kendaraan bermotor, yang memicu kekhawatiran dari berbagai negara, termasuk Korea Selatan. Dalam beberapa bulan terakhir, Seoul dan Washington telah rutin membahas isu-isu perdagangan seperti hambatan non-tarif, kerja sama energi, hingga pengembangan industri galangan kapal. Pertemuan kali ini diharapkan dapat meredakan ketegangan dagang dan menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan bagi kedua negara.

China dan Kamboja Perkuat Kerja Sama di Berbagai Sektor untuk Membangun Masa Depan Bersama

Xi Jinping menegaskan bahwa kedua negara perlu memperdalam kerja sama praktis di berbagai sektor, seperti pembangunan Koridor Industri dan Teknologi serta Koridor Ikan dan Beras di Kamboja. Ia juga menekankan pentingnya memperkuat kolaborasi dalam bidang energi, transportasi, dan sektor-sektor lainnya, agar Kamboja dapat memperoleh manfaat lebih besar dari peluang pembangunan yang ditawarkan oleh China. Xi juga menegaskan komitmen China untuk melakukan pertukaran dan pembelajaran bersama Kamboja, terutama terkait isu-isu penting, seperti pembangunan partai, reformasi, dan pembangunan nasional.

Sang presiden menyoroti pentingnya mekanisme dialog strategis “2+2” yang baru dibentuk antara para menteri luar negeri dan pertahanan kedua negara untuk memperkuat koordinasi strategis. Xi juga menyatakan bahwa unilateralisme dan hegemonisme tidak akan mendapat dukungan dari masyarakat, dan memperingatkan bahwa perang dagang telah merusak sistem perdagangan multilateral serta mengganggu tatanan ekonomi global.

Hun Sen, Perdana Menteri Kamboja, menyatakan bahwa kunjungan ini memiliki makna penting bagi negara mereka, mengingat China merupakan mitra yang paling dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi dan sosial. Kamboja mengungkapkan rasa terima kasih atas dukungan China yang signifikan dan komitmennya untuk memperkuat kerja sama bilateral. Kamboja juga berkomitmen untuk terus mendukung kebijakan Satu China serta memperkuat kerja sama di bidang keamanan strategis, perdagangan, dan investasi.

Kamboja juga menyambut baik perusahaan China yang berinvestasi di negara tersebut dan berharap untuk lebih memperdalam pertukaran budaya serta meningkatkan upaya pemberantasan perjudian daring dan penipuan telekomunikasi.

Von der Leyen Sambut Langkah Trump, EU Siap Perkuat Stabilitas Ekonomi Global

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyambut keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menunda pemberlakuan tarif besar-besaran selama 90 hari. Ia menyebut langkah ini sebagai sinyal positif menuju kestabilan ekonomi dunia. Dalam pernyataan resminya pada Kamis, von der Leyen menegaskan pentingnya menciptakan situasi perdagangan yang dapat diprediksi agar rantai pasokan internasional tetap berjalan lancar. Menurutnya, tarif hanya menjadi beban tambahan bagi pelaku usaha dan konsumen, sehingga ia kembali menyerukan kesepakatan “tarif nol-untuk-nol” antara Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Von der Leyen juga menekankan bahwa Uni Eropa tetap berkomitmen untuk menjalin dialog yang konstruktif dengan AS, demi menciptakan sistem perdagangan yang adil dan saling menguntungkan. Ia menyoroti upaya EU dalam memperluas kerja sama dagang dengan mitra global yang mencakup hampir 87 persen aktivitas perdagangan dunia. Di tengah dari tantangan ekonomi global, Eropa juga disebut tengah memperkuat pasar tunggal internalnya, yang dinilainya sebagai pilar utama ketahanan dan stabilitas ekonomi regional.

Meskipun Trump memberikan jeda penerapan tarif, China tidak termasuk dalam pengecualian tersebut. Bahkan, tarif terhadap negara tersebut justru dinaikkan hingga 125 persen. Menutup pernyataannya, von der Leyen memastikan bahwa Komisi Eropa akan terus bekerja keras demi melindungi kepentingan warga Eropa dan membawa benua tersebut keluar dari krisis dengan lebih kuat.

Misi Dagang Rusia Siap Perluas Peluang Investasi di Indonesia April Ini

Pusat Ekspor Rusia (REC) akan mengirim misi dagang perdananya ke Indonesia pada April 2025. Misi ini melibatkan sekitar 30 perwakilan perusahaan asal Rusia dari berbagai sektor, seperti digital, pangan, hingga peralatan teknis. Langkah ini dilakukan untuk menggali potensi kerja sama bisnis dan peluang investasi baru antara kedua negara. Direktur Jenderal REC, Veronika Nikishina, menyebut bahwa saat ini adalah momentum yang tepat bagi perusahaan Rusia untuk menjajaki pasar Indonesia dan mengoptimalkan segala sumber daya yang tersedia.

Nikishina menambahkan bahwa Indonesia merupakan salah satu tujuan ekspor Rusia paling menjanjikan. Dengan posisinya sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan anggota baru kelompok BRICS, peran Indonesia dalam percaturan ekonomi global kian diperhitungkan. Oleh karena itu, pelaku usaha Indonesia diundang untuk hadir dalam pertemuan dengan delegasi bisnis Rusia di Jakarta pada 14–15 April 2025. Agenda ini diharapkan dapat mempererat hubungan dagang, mempercepat proses negosiasi kontrak ekspor, serta meningkatkan popularitas produk-produk Rusia di pasar domestik.

Wakil REC untuk Indonesia, Vadim Varaksin, menekankan pentingnya untuk membuka peluang kolaborasi baru yang memanfaatkan kekuatan dari kedua pihak. Dengan menjalin kerja sama yang erat, diharapkan proses produksi dapat berjalan stabil dan berkelanjutan. Misi dagang ini juga akan berlangsung bersamaan dengan pertemuan Komisi Gabungan RI-Rusia ke-13 di bidang ekonomi dan perdagangan, serta Forum Bisnis Rusia-Indonesia yang diselenggarakan bersama Kadin Indonesia dan Roscongress Foundation.