Memperkuat Kemitraan: Optimisme China dalam Kerja Sama dengan Jepang dan Korea Selatan

China menunjukkan komitmennya dalam memperkuat kerja sama dengan Jepang dan Korea Selatan, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, dalam pertemuan trilateral di Tokyo pada Jumat (21/3). Wang, yang juga anggota Biro Politik Komite Sentral Partai Komunis China, menegaskan bahwa hubungan antara ketiga negara telah berkembang sejak lama, menghasilkan banyak pencapaian, serta memiliki potensi besar untuk semakin ditingkatkan. Ia menyoroti bahwa kemitraan ini berperan penting dalam memperkuat pemahaman bersama dan membangun kerja sama yang saling menguntungkan.

Dalam kesempatan tersebut, Wang mengutip pepatah yang berbunyi “tetangga dekat lebih baik daripada saudara jauh,” yang mencerminkan nilai-nilai kerja sama dan saling mendukung di tengah dinamika global yang semakin kompleks. Ia menekankan bahwa hubungan yang lebih erat antara China, Jepang, dan Korea Selatan akan memperkuat perdamaian dan stabilitas regional, sekaligus meningkatkan ketahanan dalam menghadapi tantangan global.

Selain itu, Wang juga menyinggung peringatan 80 tahun kemenangan China dalam Perang Perlawanan terhadap Agresi Jepang serta Perang Dunia II, dengan menekankan bahwa pemahaman yang benar terhadap sejarah menjadi kunci dalam membangun masa depan yang lebih baik. Ia menegaskan kesiapan China untuk terus bekerja sama dengan Jepang dan Korea Selatan dalam menjunjung tinggi prinsip multilateralisme, memperkuat peran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), serta mendorong kerja sama yang bermanfaat bagi stabilitas kawasan dan dunia.

Terkuak: Prajurit Perang Dunia II Dimakamkan Tanpa Otak, Korban Eksperimen Nazi

Seorang prajurit Skotlandia bernama Donnie MacRae, yang gugur dalam Perang Dunia II, diketahui dimakamkan tanpa otak karena diambil untuk penelitian oleh pihak Jerman. Temuan ini mengejutkan publik dan kembali mengungkit luka sejarah yang mendalam.

Donnie MacRae, yang meninggal dalam pertempuran di Prancis pada tahun 1940, awalnya dimakamkan dengan penghormatan. Namun, delapan dekade kemudian, investigasi baru mengungkap bahwa otaknya diambil oleh dokter-dokter Nazi untuk keperluan penelitian medis. Fakta ini memperlihatkan kekejaman eksperimen yang dilakukan selama perang, di mana manusia diperlakukan hanya sebagai objek penelitian tanpa menghargai martabat atau hak asasi mereka.

Penemuan ini menjadi pukulan berat bagi keluarga MacRae. Mereka menyatakan kesedihan mendalam setelah mengetahui bahwa anggota keluarga mereka tidak menerima penghormatan yang layak setelah wafat. Hal ini menunjukkan pentingnya penghormatan dan pengakuan terhadap jasa para pahlawan yang telah berkorban demi negara.

Pada masa Perang Dunia II, banyak eksperimen medis dilakukan oleh dokter Nazi terhadap para tahanan di kamp konsentrasi. Penelitian semacam ini sering kali dilakukan tanpa persetujuan dan menggunakan metode yang kejam. Kasus MacRae menjadi salah satu contoh betapa tragisnya kebijakan tidak manusiawi yang terjadi saat itu, di mana prajurit dan warga sipil menjadi korban.

Berita ini menuai reaksi keras dari masyarakat dan sejarawan, yang menyerukan pentingnya pengakuan atas kejahatan kemanusiaan selama perang. Banyak pihak mendesak pemerintah untuk menyelidiki lebih lanjut agar insiden serupa tidak terulang. Hal ini mencerminkan kesadaran masyarakat terhadap sejarah serta dampaknya bagi generasi mendatang.

Terungkapnya fakta bahwa Donnie MacRae dimakamkan tanpa otak menjadi pengingat akan pentingnya menjaga martabat manusia, bahkan setelah meninggal. Harapan pun muncul agar temuan ini membuka diskusi lebih luas tentang etika dalam penelitian medis serta perlindungan hak asasi manusia. Melihat masa lalu dengan keberanian menjadi langkah awal menuju rekonsiliasi dan pemulihan bagi semua pihak yang terdampak.