Pemerintah China baru-baru ini mengungkapkan harapannya agar Dalai Lama “kembali ke jalan yang benar” dan membuka peluang untuk dialog terkait masa depannya, namun dengan syarat-syarat yang tegas. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, mengungkapkan hal ini dalam konferensi pers pada Senin (10/2/2025). Meski demikian, harapan China ini mendapat penolakan keras dari parlemen Tibet yang kini berada di pengasingan di India.
Dalai Lama, yang akan merayakan usia 90 tahun pada Juli 2025, telah menghabiskan lebih dari enam dekade di pengasingan setelah melarikan diri dari Tibet pada 1959 akibat pemberontakan yang gagal melawan pemerintahan China. Meskipun hidup di luar Tibet, Dalai Lama sering menyatakan keinginannya untuk kembali ke tanah kelahirannya sebelum wafat, namun dengan berbagai syarat yang membebani.
Pernyataan China muncul setelah wafatnya Gyalo Thondup, kakak tertua Dalai Lama, yang meninggal pada usia 97 tahun di Kalimpong, India. Thondup sebelumnya pernah menjadi perantara dalam upaya perundingan antara Dalai Lama dan pihak China. Dalam penjelasan resmi, Guo menyampaikan bahwa China bersedia membuka pembicaraan mengenai masa depan Dalai Lama, dengan catatan bahwa ia harus mengakui bahwa Tibet dan Taiwan adalah bagian tak terpisahkan dari China serta mengakui Republik Rakyat China sebagai satu-satunya pemerintah sah.
Namun, tuntutan ini langsung mendapat penolakan keras dari Wakil Ketua Parlemen Tibet di pengasingan, Dolma Tsering Teykhang. Menurut Teykhang, syarat yang diajukan China adalah bentuk distorsi sejarah dan tidak mungkin Dalai Lama akan setuju dengan permintaan tersebut. Ia menegaskan bahwa segala bentuk tekanan untuk memutarbalikkan fakta sejarah akan menghalangi tercapainya solusi damai yang sejati.
Isu suksesi Dalai Lama semakin menjadi perhatian seiring bertambahnya usia sang pemimpin spiritual. Meskipun Dalai Lama telah mengundurkan diri dari jabatan politik dalam pemerintahan Tibet di pengasingan pada 2011, perdebatan mengenai penerusnya tetap berkembang. China berkeras bahwa mereka memiliki hak untuk menentukan penerus Dalai Lama, sementara Dalai Lama sendiri mengungkapkan bahwa keputusan mengenai reinkarnasi dan suksesi akan mengikuti tradisi Buddhisme Tibet.
Dalai Lama bahkan mengatakan dalam wawancara pada Desember lalu bahwa ia mungkin akan hidup hingga usia 110 tahun. Pada saat yang sama, ia berencana mengumumkan keputusan terkait reinkarnasi pada ulang tahunnya yang ke-90 mendatang. Di sisi lain, Teykhang tetap optimistis bahwa Dalai Lama bisa kembali ke Tibet dengan dukungan dari rakyat China sendiri, meskipun tantangan politik tetap besar.
Pertikaian ini menunjukkan betapa rumitnya hubungan antara Tibet dan China, serta bagaimana masa depan Dalai Lama dan suksesi kepemimpinannya menjadi isu sensitif yang akan terus mengemuka.