Houthi Klaim Serang Kapal Induk AS Dan Target Militer Di Tel Aviv

Kelompok Houthi di Yaman mengklaim telah melancarkan serangan terbaru terhadap kapal induk Amerika Serikat di Laut Merah serta sejumlah target militer di Tel Aviv, Israel, pada Rabu (26/3) pagi waktu setempat. Juru bicara militer Houthi, Yahya Sarea, menyatakan bahwa serangan rudal dan drone yang dilakukan dalam beberapa jam terakhir menyasar kapal perang AS, termasuk USS Harry S. Truman, yang mereka tuduh sebagai pusat serangan terhadap wilayah mereka.

Menurut Sarea, konfrontasi dengan militer AS berlangsung selama berjam-jam, dan pihaknya bertekad untuk terus melawan serangan udara Amerika di wilayah Yaman utara yang dikuasai Houthi. Hingga saat ini, pihak militer AS belum memberikan tanggapan terkait klaim tersebut. Selain menargetkan kapal perang AS, Houthi juga mengaku telah meluncurkan serangan terhadap sejumlah fasilitas militer di Tel Aviv menggunakan beberapa drone. Sarea menegaskan bahwa serangan ini merupakan bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina di Gaza serta bagian dari kampanye mereka menekan Israel hingga konflik di wilayah tersebut berakhir.

Sementara itu, pada Selasa malam, al-Masirah TV melaporkan bahwa pasukan AS melancarkan tujuh serangan udara di Provinsi Saada, yang merupakan basis utama kelompok Houthi di Yaman utara. Namun, belum ada informasi mengenai korban jiwa akibat serangan tersebut. Serangan udara ini merupakan bagian dari operasi militer AS yang mulai dilaksanakan sejak pertengahan Maret untuk menghadapi ancaman Houthi di kawasan tersebut.

Kelompok Houthi sebelumnya telah berjanji akan terus menyerang kapal-kapal yang terkait dengan Israel serta infrastruktur militernya sebagai bentuk pembalasan terhadap apa yang mereka sebut sebagai agresi Amerika dan solidaritas terhadap perjuangan Palestina. Dengan eskalasi ketegangan yang semakin meningkat, situasi di Laut Merah dan Timur Tengah masih terus menjadi perhatian dunia internasional.

Houthi Klaim Serang Bandara Ben Gurion dengan Rudal Hipersonik, Ketegangan Memanas

Gerakan Ansarullah (Houthi) yang menguasai wilayah utara Yaman mengumumkan bahwa mereka telah melancarkan serangan ke Bandar Udara Ben Gurion di Tel Aviv menggunakan rudal balistik hipersonik Palestine-2. Dalam pernyataannya melalui media sosial X, Houthi memperingatkan seluruh maskapai penerbangan bahwa bandara tersebut tidak lagi aman untuk lalu lintas udara dan serangan akan terus berlanjut. Kelompok itu menegaskan bahwa serangan mereka adalah bentuk dukungan terhadap Palestina serta respons terhadap kebijakan Israel di Gaza dan wilayah lainnya.

Selain menargetkan bandara, Houthi juga mengklaim telah melancarkan operasi udara terhadap sejumlah kapal perang yang berafiliasi dengan kapal induk Amerika Serikat, USS Harry Truman. Serangan ini menandakan semakin meningkatnya ketegangan di kawasan, dengan Houthi memperluas serangannya dari sasaran di Laut Merah hingga ke infrastruktur strategis di Israel. Langkah ini menunjukkan eskalasi lebih lanjut dalam konflik, di mana Houthi semakin agresif dalam menargetkan aset militer dan ekonomi yang dianggap sebagai musuh mereka.

Di pihak lain, pasukan pertahanan Israel (IDF) melaporkan bahwa sirene peringatan serangan udara berbunyi di berbagai permukiman dan kota di wilayah tengah Israel. IDF mengonfirmasi bahwa sebuah roket yang ditembakkan oleh Houthi berhasil dicegat sebelum memasuki wilayah udara Israel, meskipun belum ada informasi lebih lanjut mengenai potensi dampak dari serangan tersebut. Sementara itu, otoritas penerbangan Israel dikabarkan sedang mengevaluasi situasi keamanan di Bandara Ben Gurion guna memastikan keselamatan penerbangan sipil.

Serangan ini menjadi bagian dari dinamika konflik di Timur Tengah yang semakin kompleks, dengan Houthi terus menunjukkan kemampuan militernya dalam menghadapi kekuatan-kekuatan besar. Sejumlah analis menilai bahwa serangan ke Israel dapat memicu respons lebih keras dari Amerika Serikat dan sekutunya, terutama mengingat keterlibatan Houthi dalam berbagai serangan terhadap kepentingan Barat di kawasan. Dengan situasi yang terus berkembang, komunitas internasional kini tengah memantau dengan cermat langkah-langkah berikutnya dari semua pihak yang terlibat dalam ketegangan ini.

Kontroversi Memuncak: Video Tentara Israel Selfie dengan Tahanan Palestina Mengguncang Komunitas Internasional

Tel Aviv – Rekaman video yang diperoleh dan diverifikasi oleh Al Jazeera Arabic baru-baru ini menampilkan adegan kontroversial di mana seorang tentara Israel terlihat berswafoto dengan seorang tahanan Palestina yang sedang diinterogasi di Nablus, Tepi Barat yang diduduki. Klip pendek ini telah menimbulkan kecaman luas dari berbagai kalangan, baik domestik maupun internasional.

Klip Video yang Mengguncang Publik

Rekaman berdurasi singkat ini menunjukkan dua pria Palestina yang tampaknya sedang dalam keadaan terikat dan ditutup matanya. Dalam video tersebut, tampak seorang tentara Israel memegang ponsel pintar sambil mengarahkan kameranya ke arah tahanan yang tampaknya sudah diborgol dan sedang digiring pergi oleh beberapa tentara lainnya. Sementara tentara lainnya mengawal tahanan pertama, tentara yang berswafoto terlihat melingkarkan lengannya dengan kasar di sekitar tahanan kedua. Dengan santai, ia mengambil beberapa foto selfie secara berturut-turut, seolah-olah kejadian tersebut adalah momen yang bisa dibanggakan.

Kritik Terhadap Praktik Dokumentasi Militer Israel

Praktik dokumentasi semacam ini bukanlah hal baru, menurut para pemantau hak asasi manusia. Pasukan Israel sering kali terdokumentasi melakukan tindakan serupa di Gaza, di mana mereka memposting gambar dan video ke media sosial yang menunjukkan tindakan-tindakan kontroversial seperti perusakan infrastruktur sipil, vandalisme, dan penyiksaan terhadap tahanan. Penggunaan ponsel untuk mendokumentasikan kejahatan perang telah menjadi kekhawatiran utama bagi para aktivis hak asasi manusia dan organisasi internasional.

Konteks dan Dampak Rekaman Video

Video ini menggarisbawahi kekhawatiran yang lebih luas mengenai tindakan pasukan Israel terhadap warga Palestina di wilayah yang diduduki. Telah tercatat bahwa konflik di Gaza telah mengakibatkan kematian lebih dari 40.800 warga Palestina, termasuk banyak wanita dan anak-anak. Kekerasan yang terus berlangsung dan pelanggaran hak asasi manusia semakin menambah ketegangan di wilayah tersebut.

Para aktivis dan organisasi hak asasi manusia mengecam tindakan tersebut sebagai bentuk penghinaan terhadap martabat manusia dan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. “Selfie” dengan tahanan yang sedang dalam kondisi terikat menunjukkan sikap meremehkan terhadap penderitaan manusia dan berpotensi memperburuk citra militer Israel di mata dunia internasional.

Respon dan Tindakan yang Diharapkan

Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak militer Israel terkait video ini. Namun, banyak pihak mendesak agar segera dilakukan investigasi mendalam terhadap tindakan tersebut. Mereka mengharapkan agar pihak berwenang Israel mengambil langkah tegas untuk menangani insiden semacam ini dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.

Di sisi lain, masyarakat internasional juga diharapkan untuk terus menekan pemerintah dan lembaga-lembaga internasional agar lebih aktif dalam memantau dan mengevaluasi tindakan-tindakan militer yang melanggar hak asasi manusia. Pemantauan yang ketat dan tindakan preventif merupakan langkah penting untuk memastikan perlindungan terhadap hak-hak manusia di wilayah konflik.

Penutup

Rekaman video ini merupakan pengingat keras tentang kebutuhan mendesak untuk reformasi dan pengawasan terhadap tindakan militer dalam konflik. Dengan meningkatnya kesadaran global mengenai pelanggaran hak asasi manusia, diharapkan akan ada langkah-langkah nyata yang diambil untuk menanggulangi dan mencegah kejahatan perang, serta melindungi martabat dan hak asasi setiap individu, terutama dalam situasi konflik yang penuh ketegangan seperti yang terjadi di Tepi Barat dan Gaza.