Eks Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Bungkam di Sidang Perdana Pemberontakan
Mantan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, memilih diam saat menghadiri sidang pendahuluan pertama terkait tuduhan memimpin pemberontakan pada masa darurat militer yang diberlakukan pada 3 Desember lalu.
Saat persidangan berlangsung di Pengadilan Distrik Pusat Seoul, Kamis (20/2) pukul 10 pagi waktu setempat, Yoon tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Sidang ini bertujuan untuk meninjau kasus yang dituduhkan kepadanya dan menentukan apakah proses peradilan akan berlanjut ke tahap utama atau tidak. Secara hukum, kehadiran terdakwa dalam sidang pendahuluan tidak diwajibkan, namun Yoon tetap memilih hadir dengan mengenakan setelan jas hitam dan dasi merah, sebagaimana dikutip dari Yonhap.
Dalam persidangan, tim kuasa hukum Yoon meminta agar mantan presiden berusia 64 tahun tersebut dibebaskan dari tahanan. Namun, jaksa menolak permintaan itu dengan alasan Yoon berpotensi mempengaruhi pihak-pihak terkait dalam kasus ini.
Selain itu, pengacaranya juga menilai bahwa penyelidikan terhadap klien mereka tidak sah karena dilakukan oleh lembaga yang tidak memiliki wewenang dalam perkara tersebut.
Sementara itu, Kim Hong Il, dalam pernyataannya yang dikutip AFP, menegaskan bahwa keputusan darurat militer yang diambil bukan bertujuan untuk mengacaukan negara, melainkan sebagai langkah antisipasi terhadap ancaman yang muncul akibat dominasi legislatif partai oposisi yang dinilai menghambat jalannya pemerintahan.
Setelah sidang ini, pengadilan dijadwalkan meninjau permintaan Yoon untuk membatalkan penahanannya. Hakim yang menangani perkara ini menyebutkan bahwa sidang lanjutan akan digelar pada 24 Maret mendatang.
Yoon sendiri telah ditahan di Pusat Penahanan Seoul sejak Januari lalu menyusul keputusannya memberlakukan status darurat militer pada Desember. Selain menghadapi kasus pidana ini, ia juga sedang menjalani proses pemakzulan di Mahkamah Konstitusi, yang kini telah memasuki tahap akhir.
Jika Mahkamah Konstitusi menyetujui pemakzulan Yoon, maka Korea Selatan harus segera menggelar pemilihan presiden dalam waktu 60 hari.