Pada 23 November 2024, Starbucks mengumumkan penutupan 50 gerai di Malaysia sebagai dampak dari maraknya kampanye boikot anti-Israel yang berlangsung di negara tersebut. Boikot ini dipicu oleh ketegangan politik yang semakin intens terkait konflik Israel-Palestina, yang membuat sejumlah konsumen di Malaysia menghindari produk dari perusahaan-perusahaan yang dianggap memiliki hubungan dengan Israel. Starbucks, yang sebelumnya menjadi salah satu merek internasional yang cukup populer di Malaysia, kini harus menghadapi dampak sosial dan politik tersebut.
Starbucks menyatakan bahwa penutupan gerai-gerai tersebut disebabkan oleh penurunan signifikan dalam jumlah pengunjung akibat boikot yang berlangsung. Selain itu, perusahaan juga mengonfirmasi bahwa keputusan ini merupakan bagian dari evaluasi bisnis yang mempertimbangkan berbagai faktor sosial dan ekonomi yang terjadi di pasar Malaysia. Meski demikian, pihak Starbucks menekankan bahwa keputusan ini tidak terkait dengan kebijakan politik perusahaan, melainkan lebih pada kebutuhan untuk menyesuaikan operasional dengan kondisi pasar yang ada.
Kampanye boikot anti-Israel yang terjadi di Malaysia sudah berlangsung beberapa bulan, setelah pernyataan politik yang dianggap mendukung kebijakan Israel terhadap Palestina. Aktivis di Malaysia mendorong warga untuk menghindari produk dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dengan Israel, termasuk Starbucks. Kampanye ini menyebar dengan cepat melalui media sosial dan berdampak pada sejumlah merek internasional yang beroperasi di negara tersebut.
Pihak Starbucks mengungkapkan bahwa mereka berkomitmen untuk tetap mendukung keberagaman dan inklusivitas, serta menghormati berbagai pandangan yang ada di setiap negara tempat mereka beroperasi. Meskipun demikian, perusahaan menegaskan bahwa mereka tidak akan terlibat dalam politik domestik negara manapun, dan penutupan gerai ini merupakan langkah yang diambil berdasarkan dinamika pasar dan preferensi konsumen setempat.
Dengan penutupan 50 gerai di Malaysia, Starbucks dihadapkan pada tantangan besar untuk mempertahankan citranya sebagai perusahaan yang inklusif dan berorientasi pada pelanggan. Namun, langkah ini juga membuka peluang bagi perusahaan untuk mengevaluasi strategi bisnisnya di pasar Asia Tenggara, dengan mempertimbangkan dinamika sosial dan politik yang semakin kompleks. Starbucks berharap dapat kembali beroperasi dengan lancar di masa depan, setelah memulihkan hubungan dengan konsumen di Malaysia.
Keputusan Starbucks untuk menutup 50 gerai di Malaysia merupakan bukti nyata dari pengaruh kampanye boikot terhadap bisnis internasional. Meski demikian, perusahaan berharap dapat kembali menyesuaikan diri dengan preferensi pasar dan menghadapi tantangan yang ada dengan lebih bijaksana di masa depan.