Israel Luncurkan Serangan ke Posisi Hamas dan Kapal di Perairan Gaza

Pasukan militer Israel melancarkan serangan terhadap posisi Hamas di wilayah utara Jalur Gaza. Pemerintah Tel Aviv mengklaim serangan tersebut dilakukan setelah mereka mendeteksi aktivitas persiapan serangan ke wilayah Israel di area tersebut.

Selain itu, sejumlah kapal yang diduga berafiliasi dengan Hamas dan Jihad Islam di perairan Gaza juga menjadi sasaran serangan kapal militer Israel.

Serangan udara Israel terhadap Jalur Gaza terus berlanjut sejak Selasa (18/3). Baik pihak Tel Aviv maupun Hamas saling menyalahkan atas pelanggaran gencatan senjata yang terjadi. Serangan ini mengakhiri masa tenang yang telah berlangsung hampir dua bulan di wilayah tersebut.

Berdasarkan laporan dari pejabat kesehatan Gaza, seperti dikutip Reuters dan Al Arabiya pada Rabu (19/3/2025), sedikitnya lima warga Palestina dilaporkan tewas akibat serangan Israel di Jalur Gaza pada hari yang sama.

Tiga korban tewas akibat serangan udara yang menghantam sebuah rumah di kawasan pinggiran Sabra, Gaza City. Sementara itu, dua lainnya meninggal akibat serangan Israel di kota Beit Hanoun, Gaza utara. Serangan tersebut juga menyebabkan enam orang mengalami luka-luka.

Militer Israel menyatakan bahwa serangan mereka menargetkan fasilitas militer Hamas yang berlokasi di utara Jalur Gaza.

Di sisi lain, kapal-kapal Angkatan Laut Israel melancarkan serangan terhadap sejumlah kapal yang diklaim Tel Aviv sebagai bagian dari rencana aksi “teroris” oleh Hamas dan Jihad Islam. Beberapa warga Gaza melaporkan bahwa drone militer Israel menembaki kapal nelayan di pantai Gaza City, menyebabkan kapal-kapal tersebut terbakar.

Tak hanya melakukan serangan udara dan laut, militer Israel juga menyebarkan selebaran di Beit Hanoun dan Khan Younis pada Rabu (19/3).

Dalam selebaran tersebut, warga Gaza diperintahkan untuk segera meninggalkan rumah mereka, dengan peringatan bahwa mereka berada dalam zona pertempuran yang berbahaya.

“Tetap berada di tempat penampungan atau tenda saat ini bisa membahayakan nyawa Anda dan keluarga. Segeralah mengungsi,” demikian isi selebaran yang dijatuhkan oleh pesawat militer Israel.

Serangan udara Israel yang terjadi sejak Selasa (18/3) telah menyebabkan lebih dari 400 korban jiwa, menurut otoritas kesehatan Gaza. Serangan ini dilakukan di tengah kebuntuan perundingan mengenai perpanjangan gencatan senjata.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa serangan-serangan ini “baru permulaan”.

Sementara itu, Hamas menuduh Netanyahu telah “menjatuhkan hukuman mati” terhadap 59 sandera yang masih berada di Jalur Gaza.

AS Hengkang dari Investigasi Kejahatan Perang Ukraina, Kebijakan Berubah Drastis

Departemen Kehakiman AS secara diam-diam telah memberi tahu pejabat Eropa bahwa Amerika Serikat menarik diri dari koalisi internasional yang bertugas menyelidiki pihak-pihak yang bertanggung jawab atas perang di Ukraina. Keputusan ini, yang mencakup penyelidikan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, menandai perubahan signifikan dari kebijakan pemerintahan Biden yang sebelumnya berkomitmen menuntut pertanggungjawaban Rusia atas kejahatan perang.

Amerika Serikat akan resmi keluar dari International Center for the Prosecution of the Crime of Aggression against Ukraine, sebuah inisiatif yang diikuti oleh pemerintahan Biden sejak 2023. Langkah ini mencerminkan pergeseran kebijakan AS di bawah kepemimpinan Trump, yang dianggap semakin condong ke arah Rusia. Koalisi tersebut sebelumnya dibentuk untuk mengadili kepemimpinan Rusia, serta sekutunya seperti Belarus, Korea Utara, dan Iran, atas kejahatan agresi yang melanggar kedaulatan suatu negara tanpa alasan pertahanan diri.

Menurut sumber terpercaya, keputusan tersebut telah disampaikan secara resmi melalui email kepada Eurojust, organisasi induk kelompok investigasi ini. AS adalah satu-satunya negara non-Eropa yang bekerja sama dengan kelompok tersebut dengan menempatkan seorang jaksa senior di Den Haag, Belanda. Selain menarik diri dari penyelidikan, pemerintahan Trump juga memangkas peran War Crimes Accountability Team, tim yang dibentuk pada 2022 untuk mengawasi upaya AS dalam menuntut Rusia atas dugaan kekejaman perang.

Pada masa pemerintahan Biden, tim ini telah memberikan dukungan logistik, pelatihan, serta bantuan hukum bagi penegak hukum Ukraina. Bahkan, pada Desember 2023, AS menggunakan undang-undang kejahatan perang untuk pertama kalinya dalam hampir tiga dekade guna mendakwa empat tentara Rusia atas dugaan penyiksaan terhadap seorang warga Amerika di Kherson, Ukraina.

Dalam beberapa kesempatan, Trump menunjukkan kedekatan dengan Putin dan menilai bahwa Ukraina turut memprovokasi perang dengan Rusia. Di media sosial, ia bahkan menyebut Presiden Volodymyr Zelenskyy sebagai “diktator tanpa pemilu” serta mengkritik kepemimpinannya. Pemerintahan Trump tidak memberikan alasan resmi atas penarikan ini, namun sumber dalam menyebut bahwa langkah tersebut diambil untuk mengalihkan sumber daya ke sektor lain. Sejak Trump berkuasa, Departemen Kehakiman AS juga telah membubarkan unit yang menangani dugaan campur tangan asing dalam pemilu serta sanksi terhadap Rusia, yang semakin memperkuat indikasi perubahan kebijakan luar negeri AS terhadap konflik Ukraina.

Serangan Israel di Gaza, Sekjen PBB Mengecam dan Serukan Gencatan Senjata

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres, mengungkapkan keterkejutannya atas serangan udara Israel di Gaza yang menelan ratusan korban jiwa. Serangan ini menjadi yang paling mematikan sejak gencatan senjata diterapkan pada Januari lalu.

“Sekjen sangat terkejut dengan serangan udara Israel di Gaza,” ujar juru bicara PBB, Rolando Gomez, dalam konferensi pers di Jenewa, seperti dikutip dari AFP, Selasa (18/3/2025).

Ia juga menyerukan agar gencatan senjata dihormati, bantuan kemanusiaan dapat kembali disalurkan tanpa hambatan, serta pembebasan para sandera yang masih ditahan dilakukan tanpa syarat.

Sementara itu, pemerintah Israel pada Selasa (18/3) menegaskan akan terus melakukan operasi militer di Jalur Gaza hingga seluruh sandera berhasil dikembalikan. Pernyataan tersebut disampaikan seiring dengan meningkatnya serangan ke wilayah tersebut sejak gencatan senjata mulai diberlakukan pada 19 Januari.

Menurut laporan dari Kementerian Kesehatan di Gaza, yang saat ini berada di bawah kendali Hamas, sedikitnya 413 orang tewas akibat serangan terbaru tersebut.

Di sisi lain, Hamas menuduh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sengaja mengorbankan para sandera dengan melanjutkan operasi militer besar-besaran di wilayah Palestina itu. Kelompok tersebut juga menuding Netanyahu telah membatalkan kesepakatan gencatan senjata, sehingga masa depan 59 sandera yang masih berada di Gaza menjadi tidak jelas.

Seorang pejabat senior Hamas, Izzat al-Rishq, menyatakan bahwa keputusan Netanyahu untuk melanjutkan perang sama dengan menjatuhkan hukuman mati bagi para sandera yang masih ditahan. Ia juga menilai bahwa konflik ini dimanfaatkan sebagai alat politik untuk mengalihkan perhatian dari permasalahan dalam pemerintahannya.

Sementara itu, kantor Netanyahu menegaskan bahwa serangan udara dilakukan sebagai respons terhadap penolakan Hamas untuk membebaskan sandera dan menolak berbagai proposal yang diajukan oleh mediator, termasuk utusan Presiden Amerika Serikat, Steve Witkoff.

Seorang pejabat Israel mengatakan kepada AFP bahwa operasi militer ini akan terus berlanjut selama diperlukan dan tidak terbatas pada serangan udara saja.

Kontroversi Gempa L’Aquila: Mengapa Ilmuwan Tidak Bisa Memprediksi Gempa?

Pada Oktober 2012, pengadilan Italia menjatuhkan hukuman kepada enam ilmuwan dan seorang pejabat pemerintah yang tergabung dalam Komisi Nasional untuk Prakiraan dan Pencegahan Risiko Besar. Mereka dianggap bersalah karena tidak memperingatkan warga mengenai kemungkinan gempa dahsyat yang terjadi di L’Aquila pada 6 April 2009, yang menewaskan 308 orang dan menyebabkan kerusakan parah. Kasus ini memunculkan perdebatan besar di kalangan komunitas ilmiah dan menimbulkan pertanyaan penting: apakah ilmuwan tidak dapat memprediksi gempa bumi? Bahkan, kontroversi ini mengarah pada pertanyaan yang lebih besar, yakni seberapa jauh kemajuan ilmu pengetahuan dalam memahami fenomena alam yang begitu destruktif dan mengapa kita masih kesulitan untuk meramalkan bencana yang telah ada sejak lama.

Selama berabad-abad, ilmuwan bertanya-tanya tentang penyebab gempa bumi. Banyak teori yang diajukan, tetapi baru pada 1960-an, komunitas ilmiah akhirnya sepakat dengan teori lempeng tektonik. Teori ini menyatakan bahwa permukaan Bumi terdiri dari lempeng-lempeng besar yang bergerak dan bertabrakan di sepanjang batasnya, membentuk patahan. Ketika lempeng-lempeng ini saling bergerak dan bertabrakan, energi yang terperangkap akan dilepaskan dalam bentuk gelombang yang merambat melalui tanah, menciptakan getaran yang kita kenal sebagai gempa bumi. Namun, meskipun telah ada pemahaman mengenai mekanisme dasar gempa bumi, prediksi waktu dan lokasi terjadinya gempa tetap menjadi masalah besar.

Para ilmuwan menggunakan alat seismograf untuk mengukur gelombang yang dihasilkan oleh gempa guna menentukan episentrumnya, yaitu titik di permukaan Bumi yang terletak tepat di atas pusat gempa. Namun, prediksi yang lebih mendalam tentang kapan dan di mana gempa akan terjadi tetap menjadi tantangan besar. Salah satu alasan utamanya adalah keterbatasan pemahaman tentang kondisi yang ada di kedalaman Bumi, tempat gempa dimulai. Michael Blanpied, seorang koordinator dari Program Bahaya Gempa Bumi di USGS, menjelaskan bahwa meskipun ilmuwan telah melakukan banyak penelitian tentang gempa bumi dan menganalisis data yang ada, mereka masih belum dapat memprediksi dengan tepat kapan dan di mana sebuah gempa akan terjadi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor yang berperan dalam proses terjadinya gempa yang masih sangat sulit untuk dipahami, termasuk tekanan, suhu, dan sifat material di dalam kerak Bumi.

Para ilmuwan telah mengembangkan berbagai model untuk menganalisis pola gempa dan mempelajari sejarah gempa di sepanjang garis patahan. Namun, gempa bumi sering kali terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga, terutama karena proses nukleasi (permulaan) gempa yang bisa sangat kecil dan sulit diamati. Blanpied menambahkan bahwa gempa bumi biasanya dimulai dari titik yang sangat kecil dan kemudian tumbuh dengan cepat. Proses ini bisa terjadi sangat cepat dalam hitungan detik dan sering kali tidak bisa diamati sebelumnya, apalagi diprediksi dengan akurat. Bahkan jika ilmuwan memiliki contoh gempa yang berulang di daerah tertentu, masing-masing gempa bisa dimulai di lokasi yang berbeda, membuat prediksi menjadi semakin sulit.

Di sisi lain, meskipun para ilmuwan berhasil memahami banyak hal tentang gempa bumi, mereka tetap berhadapan dengan tantangan besar dalam memprediksi gempa besar dan kecil. Gempa besar dan kecil bisa dimulai dengan cara yang sama, yaitu dari titik kecil di dalam tanah, tetapi hanya beberapa yang akhirnya berkembang menjadi gempa yang dapat merusak infrastruktur dan menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu, meskipun prediksi gempa kecil dilakukan setiap hari di banyak tempat di dunia, mengingat adanya ribuan gempa yang terjadi setiap tahun, ilmuwan belum dapat menemukan cara untuk memprediksi gempa besar secara tepat dan efektif.

Dengan pemahaman yang ada saat ini, sangat sulit untuk mengharapkan prediksi gempa yang tepat, mengingat kompleksitas fenomena ini. Para ilmuwan terus berupaya untuk mengembangkan teknologi dan metode baru yang dapat membantu memperkirakan ancaman gempa bumi dengan lebih baik. Namun, sampai saat ini, prediksi gempa tetap menjadi salah satu tantangan terbesar dalam ilmu geologi dan seismologi.

Rusia Tuntut Jaminan Keamanan Kuat dalam Pembicaraan Damai Ukraina

Rusia menegaskan bahwa mereka menginginkan jaminan keamanan yang kuat sebagai bagian dari perundingan penyelesaian konflik di Ukraina. Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Alexander Grushko, dalam sebuah wawancara dengan harian Izvestia. Menurutnya, jaminan tersebut penting untuk memastikan perdamaian jangka panjang di Ukraina serta memperkuat stabilitas kawasan.

Salah satu syarat utama yang diajukan Rusia adalah status netral Ukraina serta penolakan NATO untuk menerima Kiev sebagai anggota. Grushko menuduh aliansi tersebut semakin agresif melalui tindakan militernya dan menolak keras gagasan pengerahan pasukan penjaga perdamaian di Ukraina. Ia menilai kehadiran NATO dalam misi tersebut sebagai sesuatu yang bertentangan dengan prinsip perdamaian.

Ia juga menanggapi pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang pasukan penjaga perdamaian sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian dari masalah domestik di Prancis. Selain itu, Rusia juga bersikap skeptis terhadap keterlibatan OSCE dalam misi penjaga perdamaian, meskipun mereka membuka kemungkinan bagi kehadiran pengamat sipil tak bersenjata untuk mengawasi implementasi kesepakatan.

Sementara itu, Grushko tidak menutup kemungkinan adanya dialog baru antara Rusia dan Uni Eropa, meskipun belum jelas bagaimana peran Eropa dalam proses perdamaian. Sebelumnya, delegasi AS dan Ukraina bertemu di Jeddah, Arab Saudi, untuk membahas kemungkinan kesepakatan damai. Kiev menyatakan kesiapan menerima gencatan senjata selama 30 hari sesuai usulan Washington, sementara Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan bahwa Moskow hanya akan menyetujui perjanjian yang dapat menjamin perdamaian jangka panjang dan mengatasi akar permasalahan konflik.

Mengapa Israel Terus Serang Gaza Meski Gencatan Senjata Telah Disepakati?

Puluhan warga Gaza kehilangan nyawa akibat serangan Israel hanya beberapa jam setelah diumumkannya gencatan senjata antara Hamas dan Israel. Jumlah korban terus meningkat.

Menurut laporan dari sumber medis yang dikutip oleh kantor berita WAFA, jumlah korban tewas di Jalur Gaza sejak Kamis pagi (16 Januari 2025) telah mencapai 50 orang. Beberapa warga sipil Palestina tewas dan terluka akibat serangan udara Israel yang menargetkan kamp pengungsian di Zeitoun, Gaza Selatan, pada Kamis sore.

Serangan juga terjadi di Jabalia, Gaza Utara, di mana jet tempur Israel membombardir sebuah rumah di dekat bundaran an-Nazleh, menewaskan lima warga sipil, termasuk dua anak dan dua wanita. Sebelumnya, Israel juga melancarkan serangan di kawasan Shuja’iyya, sebelah timur Kota Gaza.

Sejak Qatar mengumumkan kesepakatan gencatan senjata pada Rabu (15 Januari 2025), yang dijadwalkan berlaku pada Minggu (19 Januari 2025), Israel telah melancarkan delapan serangan di Gaza dalam 24 jam terakhir. Akibatnya, 81 orang tewas dan 188 lainnya mengalami luka-luka.

Otoritas kesehatan setempat melaporkan bahwa sejak 7 Oktober 2023, jumlah korban tewas di Gaza telah mencapai 46.788 jiwa, sementara 110.453 orang lainnya terluka. Mayoritas korban adalah wanita dan anak-anak.

Sementara itu, Israel menunda pemungutan suara terkait kesepakatan gencatan senjata karena adanya “krisis menit terakhir” dengan Hamas. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa Hamas melanggar sebagian perjanjian untuk mendapatkan keuntungan lebih.

Di sisi lain, perwakilan senior Hamas, Izzat al-Rishq, menegaskan bahwa pihaknya tetap berkomitmen pada perjanjian yang telah disepakati melalui mediasi.

Netanyahu mendapat tekanan dari dalam negeri untuk memulangkan para sandera. Namun, mitra koalisinya dari sayap kanan mengancam akan menjatuhkan pemerintah jika terlalu banyak konsesi yang diberikan.

Hamas menyatakan tidak akan membebaskan sandera yang tersisa tanpa adanya gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza. Namun, Israel bersumpah akan terus berperang hingga Hamas dibubarkan dan mempertahankan kendali keamanan di wilayah tersebut.

Davao Bergolak: Ribuan Pendukung Tuntut Pemulangan Duterte dari ICC

Sekitar 20.000 orang turun ke jalan di Kota Davao, Filipina, pada Minggu untuk menuntut pembebasan serta pemulangan mantan Presiden Rodrigo Duterte. Aksi ini terjadi bertepatan dengan peringatan hari jadi ke-88 kota kelahiran Duterte, yang oleh para pendukungnya diubah menjadi ajang demonstrasi besar-besaran. Mereka meneriakkan yel-yel dan menggelar doa bersama di Rizal Park, dekat balai kota, sebagai bentuk dukungan terhadap mantan presiden yang kini menghadapi persidangan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

Duterte ditangkap pada Rabu (12/3) di Bandara Internasional Manila setelah kembali dari Hong Kong. Ia dibawa ke Den Haag untuk diadili atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait ribuan pembunuhan di luar hukum selama perang narkoba yang ia canangkan saat menjabat dari 2016 hingga 2022. Sidang awal yang berlangsung pada Jumat (14/3) dipimpin oleh Hakim Julia Antoanella Motoc. Dalam persidangan yang diselenggarakan melalui tautan video, ICC mengonfirmasi identitas Duterte, memberitahukan hak-haknya, serta menetapkan jadwal untuk sidang konfirmasi dakwaan.

Wakil Presiden Filipina, Sara Duterte, yang juga putri mantan presiden, menyampaikan pesan dari ayahnya kepada para pendukungnya yang berkumpul di luar gedung ICC. Ia menenangkan massa dengan mengatakan bahwa Duterte meminta mereka untuk tetap tenang dan meyakini bahwa segalanya akan menemukan akhirnya. Pernyataan tersebut mengisyaratkan keyakinan Duterte terhadap jalannya persidangan.

Selama masa kepemimpinannya, sedikitnya 6.252 orang tewas dalam operasi antinarkoba yang dilakukan kepolisian Filipina. Namun, kelompok hak asasi manusia mengklaim bahwa jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi, mencapai sekitar 27.000 orang akibat eksekusi di luar hukum yang dilakukan dalam perang narkoba Duterte.

Paus Fransiskus Tampil di Rumah Sakit, Kondisinya Semakin Membaik

Vatikan pada Minggu (16/3/2025) telah merilis foto pertama Paus Fransiskus sejak beliau memulai perawatan untuk pneumonia ganda. Dalam foto tersebut, Paus yang berusia 88 tahun itu terlihat bernapas tanpa bantuan alat. Paus Fransiskus telah dirawat di Rumah Sakit Gemelli, Roma, Italia, sejak 14 Februari lalu akibat infeksi pernapasan serius yang memerlukan perawatan intensif. Sejak itu, beliau belum terlihat di depan publik.

Vatikan telah menyebutkan bahwa foto itu diambil saat Paus Fransiskus merayakan misa bersama para imam lainnya di kapel pada hari Minggu. Dalam pembaruan medis terbaru yang dikeluarkan pada Sabtu (15/3), Vatikan mengungkapkan bahwa kondisi Paus semakin membaik, dengan pengurangan penggunaan ventilator mekanik di malam hari untuk membantunya bernapas. Meski demikian, Vatikan belum memberikan kepastian kapan Paus Fransiskus akan pulang, menekankan bahwa pemulihan beliau masih berlangsung perlahan.

Paus Fransiskus juga memiliki riwayat penyakit paru-paru, seperti pleuritis yang mengharuskan pengangkatan sebagian paru-paru saat masih muda. Terapi pernapasan dan terapi fisik telah diberikan untuk membantunya bergerak. Selama beberapa tahun terakhir, beliau juga menggunakan kursi roda akibat nyeri pada lutut dan punggung. Meskipun begitu, Paus Fransiskus tetap menunjukkan komitmen terhadap tugasnya dan baru-baru ini menyetujui proses reformasi Gereja Katolik untuk tiga tahun ke depan, menandakan niatnya untuk terus menjabat meski mengalami kesulitan kesehatan.

Pesona Indonesia Dipamerkan di Turki untuk Pererat Hubungan Diplomatik

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ankara, Turki, secara resmi menggelar pameran foto bertajuk The Beauty of Indonesia sebagai bagian dari peringatan 75 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Turki pada 2025. Pameran ini menampilkan beragam keindahan Indonesia, mulai dari lanskap alam, kekayaan budaya, hingga kehidupan masyarakat yang penuh warna. Bertempat di Galeri TFSF Ankara, acara ini dibuka pada Sabtu (15/3) waktu setempat oleh Duta Besar RI untuk Turki, Achmad Rizal Purnama.

Dalam sambutannya, Dubes Rizal menekankan bahwa seni memiliki peran penting dalam memperdalam pemahaman antara kedua negara. Ia menyebutkan bahwa pameran ini bukan hanya sekadar perayaan hubungan bilateral, tetapi juga jembatan yang menghubungkan masyarakat Indonesia dan Turki melalui nilai-nilai kebinekaan, persatuan, serta toleransi. Sebanyak 68 foto pilihan dipamerkan, menangkap esensi keindahan Indonesia dari berbagai perspektif, mencerminkan keberagaman yang menjadi kebanggaan bangsa.

Pameran ini terwujud berkat kolaborasi antara KBRI Ankara, Federasi Perkumpulan Senifoto Indonesia (FPSI), Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI Jogja), dan Federasi Seni Fotografi Turki (TFSF), serta mendapat dukungan dari Kementerian Ekonomi Kreatif RI. Acara ini juga menjadi kelanjutan dari pameran The Beauty of Turkiye yang sukses diselenggarakan di Jakarta pada Januari lalu. Pameran The Beauty of Indonesia akan terbuka untuk umum di Galeri TFSF Ankara hingga 30 April 2025, memberikan kesempatan bagi masyarakat Turki untuk lebih mengenal pesona Indonesia serta memperkuat hubungan budaya antara kedua negara.

Serangan Israel di Gaza: Gencatan Senjata Buntu, 12 Warga Palestina Meninggal Dunia

Israel Menggempur Gaza di Tengah Mandeknya Gencatan Senjata, 12 Warga Palestina Tewas

Serangan yang dilancarkan Israel di wilayah Gaza kembali menelan korban jiwa. Sedikitnya 12 orang meninggal dunia dalam serangan yang terjadi pada Sabtu (15/3/2025), seperti dilaporkan oleh Al-Jazeera.

Sembilan korban tewas akibat serangan drone Israel di utara Beit Lahiya, yang sebagian besar merupakan relawan kemanusiaan. Seorang anak Palestina juga menjadi korban dalam insiden tersebut.

Di wilayah Juhor ad-Dik, dua orang dilaporkan tewas akibat serangan drone. Sementara itu, seorang wanita kehilangan nyawa di area yang sama.

Serangan lain terjadi di barat laut Rafah, di mana drone quadcopter Israel menjatuhkan bom di tenda milik keluarga Al-Qan di daerah Al-Shakoush, melukai delapan orang. Secara keseluruhan, sejak gencatan senjata diberlakukan pada 19 Januari, 150 warga Palestina telah menjadi korban jiwa akibat serangan Israel.

Selain itu, tank-tank Israel juga menembaki wilayah timur Abasan al-Kabira dan al-Jadidah, serta sepanjang Jalan Salah al-Din di Khan Younis.