Semangat Warga Gaza Membuat Kue Lebaran di Tengah Ancaman Serangan Israel

Warga Gaza, Palestina, mulai mempersiapkan diri untuk merayakan Idul Fitri, meskipun dalam kondisi terancam serangan Israel. Meskipun tinggal di pengungsian, mereka tetap semangat membuat kue tradisional untuk Lebaran. Asap serangan Israel terlihat di kamp Bureij di Jalur Gaza tengah pada Kamis, 27 Maret 2025. Kementerian Kesehatan Gaza yang dikuasai Hamas melaporkan lebih dari 850 orang tewas sejak serangan besar-besaran dimulai pada 18 Maret.

Meskipun serangan terus berlangsung, warga Gaza tetap bertahan untuk mempersiapkan Lebaran. Mereka di Bureij, yang baru saja diserang, terlihat bersama-sama membuat kue yang akan dibagikan ke sesama untuk menyambut Idul Fitri, yang menandakan akhir Ramadan. Kue-kue tersebut dibuat dengan bahan dan alat yang terbatas.

Perang yang telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza membuat jutaan orang terpaksa tinggal di pengungsian. Sejak 7 Oktober 2023, Israel melancarkan serangan besar sebagai balasan atas serangan Hamas yang menewaskan 1.200 orang di Israel.

Israel telah menyebabkan lebih dari 50 ribu korban jiwa di Gaza, dengan ratusan ribu orang terluka dan jutaan mengungsi. Setelah gencatan senjata pada Januari 2025, Israel kembali melanjutkan serangannya pada 18 Maret setelah gencatan senjata dengan Hamas berakhir.

Hamas menolak untuk memperpanjang gencatan senjata tahap pertama dan mendorong dimulainya gencatan senjata tahap kedua, yang dianggap dapat mendekatkan pada gencatan senjata permanen.

Israel Tutup Akses Bantuan di Bulan Ramadhan, Warga Gaza Hadapi Krisis Pangan

Israel telah menutup akses bantuan ke Gaza selama bulan Ramadhan, yang menyebabkan warga setempat mengalami dampak besar, terutama terkait ketersediaan pangan dan kenaikan harga kebutuhan pokok. Keputusan ini diumumkan pada Minggu (2/3/2024) sebagai bagian dari tekanan terhadap Hamas agar menyetujui perpanjangan gencatan senjata sesuai dengan syarat yang diajukan Israel.

Langkah ini langsung memengaruhi kondisi pasar di Gaza, dengan harga bahan pokok melonjak meskipun otoritas setempat berupaya menstabilkannya. “Ada banyak kekhawatiran, hari ini banyak orang membeli persediaan makanan dan harga melonjak drastis,” ujar Belal al-Helou, seorang pekerja kemanusiaan sekaligus pembeli, kepada AFP pada Senin (3/3/2025).

Ia menambahkan bahwa selama perbatasan tetap tertutup, harga kebutuhan pokok akan terus meningkat, sehingga warga semakin sulit mendapatkan makanan. “Saat ini, harga 1 kg gula mencapai 10-12 shekel, lebih dari dua kali lipat dibandingkan sebelum perang. Kenaikan harga terus terjadi, dan masyarakat panik terkait persediaan makanan,” tambahnya dari pasar jalanan yang ramai di Kota Gaza.

Seorang pembeli lainnya, Adly al-Ghandour, mengungkapkan bahwa harga kebutuhan pokok sudah naik hingga 80 persen dan dikhawatirkan akan meningkat hingga 200 persen jika penutupan perbatasan terus berlangsung.

Meskipun masih ada stok dari fase pertama gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari, pedagang terus menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pasokan baru. Beberapa kios masih menjual dekorasi Ramadhan seperti lentera kecil dan papan bertuliskan “Selamat Ramadhan”, sementara para pembuat roti sibuk menyiapkan qatayef, makanan khas berbentuk panekuk yang diisi dengan krim dan kacang.

Caroline Seguin, koordinator darurat dari Médecins Sans Frontières (Dokter Lintas Batas) di Gaza, mengatakan bahwa sejumlah truk bantuan yang dijadwalkan masuk pada Minggu telah dipulangkan dalam keadaan penuh. “Selama enam minggu gencatan senjata, kami berhasil memasukkan beberapa truk bantuan, tetapi ini jelas bukan solusi permanen bagi krisis kemanusiaan di Gaza,” ujarnya kepada AFP.