Menjelang Pemilu AS 2024, Korea Utara Tembakkan Rudal Balistik ke Laut Timur

Korea Utara meluncurkan beberapa rudal balistik jarak pendek ke Laut Timur pada Selasa (5/11/2024), hanya beberapa hari sebelum pemilu presiden di Amerika Serikat. Rudal-rudal ini dilaporkan terbang sejauh sekitar 400 kilometer (250 mil), menurut pernyataan Kepala Staf Gabungan (JSC) Korea Selatan, meskipun jumlah rudal yang diluncurkan belum dikonfirmasi.

Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, menyebutkan bahwa rudal-rudal tersebut jatuh di perairan di luar zona ekonomi eksklusif (ZEE) Jepang, dan tidak ada laporan kerusakan yang diterima.

Peluncuran rudal ini terjadi setelah uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) terbaru Korea Utara, Hwasong-19, yang diklaim mampu mencapai wilayah daratan AS. Uji coba tersebut diawasi langsung oleh Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, yang menunjukkan kesiapan negara itu untuk meningkatkan kekuatan militernya.

Sebagai respons terhadap peluncuran ICBM Hwasong-19, Amerika Serikat mengerahkan pesawat pengebom jarak jauh B-1B dalam latihan militer bersama dengan Korea Selatan dan Jepang pada hari Minggu, sebagai bentuk unjuk kekuatan. Latihan ini menuai kecaman dari Kim Yo-jong, adik Kim Jong-un, yang menuding negara-negara rivalnya sengaja memperkeruh ketegangan melalui ancaman militer.

Para pejabat Korea Selatan memperkirakan Korea Utara akan semakin meningkatkan unjuk kekuatan militernya menjelang pemilu AS. Badan intelijen militer Korea Selatan menyebutkan bahwa Korea Utara mungkin telah menyelesaikan persiapan untuk uji coba nuklir ketujuh.

Beberapa analis internasional berpendapat bahwa Korea Utara berharap memperluas program senjata nuklirnya agar bisa menekan pemerintah AS yang baru untuk memberikan konsesi, seperti pengurangan sanksi. Ada spekulasi bahwa Kim Jong-un mungkin lebih mendukung kemenangan kandidat Partai Republik, Donald Trump, yang sebelumnya terlibat dalam diplomasi intensif dengan pemimpin Korea Utara pada tahun 2018-2019. Sebaliknya, kandidat Partai Demokrat, Kamala Harris, telah menyatakan tidak akan mendekati diktator seperti Kim Jong-un.

Pekan lalu, Korea Utara mengklaim bahwa Hwasong-19 adalah ICBM terkuat di dunia, namun para pakar meragukan efektivitas rudal berbahan bakar padat tersebut, menyebutnya masih membutuhkan teknologi yang lebih canggih untuk menjamin fungsionalitasnya, terutama dalam mempertahankan hulu ledak saat kembali memasuki atmosfer.

Ketegangan antara Korea Utara dan negara-negara tetangganya, terutama Korea Selatan, terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Kim Jong-un telah meningkatkan pengembangan program nuklir dan rudalnya, sementara Korea Utara juga dilaporkan telah menyediakan amunisi dan tentara untuk Rusia dalam konflik Ukraina.

Pada hari Senin, Departemen Luar Negeri AS mengungkapkan bahwa sekitar 10.000 tentara Korea Utara telah berada di wilayah Kursk, Rusia, di dekat perbatasan Ukraina, dengan persiapan untuk terlibat dalam konflik yang mendukung Moskow. Jika ini terjadi, ini akan menjadi kali pertama Korea Utara terlibat dalam konflik besar sejak Perang Korea yang berakhir pada 1953.

Di Seoul, pejabat Korea Selatan dan Uni Eropa juga menyuarakan kekhawatiran mengenai potensi transfer teknologi militer dari Rusia ke Korea Utara sebagai imbalan atas dukungan pasukan Pyongyang. Mereka menyatakan bahwa tindakan ini akan melanggar upaya nonproliferasi global dan mengancam stabilitas di Semenanjung Korea.

Sebagai respons terhadap ancaman yang terus meningkat, Korea Selatan, AS, dan Jepang telah memperluas latihan militer gabungan mereka serta memperbarui strategi pencegahan nuklir dengan mengandalkan aset strategis AS. Korea Utara, di sisi lain, menganggap latihan gabungan ini sebagai ancaman invasi dan menggunakannya sebagai pembenaran untuk memperkuat program nuklir dan rudalnya.