Trump Wajibkan Pemeriksaan Media Sosial untuk Pemohon Visa yang Pernah ke Gaza

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengeluarkan kebijakan baru yang mengharuskan pemeriksaan akun media sosial bagi seluruh pemohon visa AS yang pernah mengunjungi Jalur Gaza sejak 1 Januari 2007. Langkah ini bertujuan untuk memperketat proses seleksi terhadap pelancong asing.

Aturan tersebut berlaku untuk semua jenis visa, baik visa imigran maupun non-imigran, termasuk bagi pekerja lembaga non-pemerintah dan individu yang berada di Gaza dalam kapasitas resmi atau diplomatik untuk jangka waktu tertentu.

Menurut pernyataan dari Departemen Luar Negeri AS yang dikutip oleh Reuters pada Jumat (18/4/2025), apabila hasil pemeriksaan media sosial menunjukkan informasi yang dianggap mengganggu keamanan, maka akan dilakukan Security Advisory Opinion (SAO).

Kebijakan ini lahir atas dasar rekomendasi dari penasihat keamanan nasional, sebagai bagian dari investigasi lintas lembaga guna menilai apakah pelamar visa berpotensi membahayakan keamanan nasional Amerika Serikat.

Sebelumnya, pemerintahan Trump telah membatalkan ratusan visa, termasuk milik sejumlah penduduk tetap yang sah, berdasarkan Undang-Undang Imigrasi tahun 1952 yang memungkinkan deportasi terhadap individu yang dinilai bertentangan dengan kepentingan luar negeri AS.

Dalam kabel diplomatik tertanggal 17 April yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, disebutkan bahwa lebih dari 300 visa kemungkinan telah dibatalkan sejak akhir Maret.

Ketika dimintai tanggapan soal kabel tersebut, juru bicara Departemen Luar Negeri enggan memberikan komentar terkait komunikasi internal. Namun, ia menegaskan bahwa semua pemohon visa harus melalui proses pemeriksaan keamanan menyeluruh yang melibatkan banyak instansi.

“Keamanan negara dan warga Amerika menjadi prioritas utama pemerintahan Trump, yang diwujudkan melalui penerapan standar ketat dalam proses pengajuan visa,” ungkapnya. Ia juga menegaskan bahwa pemegang visa akan terus dipantau selama masa berlaku visa untuk memastikan mereka tetap memenuhi syarat masuk ke AS.

Beberapa pejabat di pemerintahan Trump juga menyatakan bahwa mahasiswa asing yang mendukung Palestina atau mengkritik tindakan Israel di Gaza dapat dianggap sebagai ancaman terhadap kepentingan luar negeri AS, dan berisiko dideportasi.

Langkah ini menuai kritik dari sejumlah pihak yang menilai bahwa kebijakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat yang dilindungi oleh Amandemen Pertama Konstitusi AS. Meski begitu, ada beberapa kasus di mana visa mahasiswa dicabut karena pandangan mereka terkait konflik Gaza.

Salah satu insiden yang mendapat perhatian luas adalah penangkapan mahasiswa asal Turki, Rumeysa Ozturk, dari Universitas Tufts. Penangkapannya oleh agen bertopeng terekam dalam video yang kemudian viral.

Trump Tuding AS Hampir Tergelincir Dalam Perang Dunia III

Washington — Mantan Presiden Donald Trump kembali mencuri perhatian dengan pernyataannya mengenai situasi geopolitik saat ini. Dalam sebuah acara di Pennsylvania, Trump menuduh bahwa Amerika Serikat hampir terjebak dalam konflik yang dapat memicu Perang Dunia III.

Trump mengungkapkan keprihatinannya terhadap kebijakan luar negeri yang diterapkan oleh pemerintahan saat ini. “Kita berada di ambang konflik besar. Jika tidak segera diatasi, situasi ini dapat berujung pada perang yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya,” katanya. Pernyataan ini disampaikan di tengah ketegangan yang meningkat antara AS dan beberapa negara besar, termasuk Rusia dan China.

Mantan presiden tersebut menyoroti perlunya tindakan yang lebih tegas untuk menghadapi ancaman dari negara-negara lain. “Kita harus menunjukkan kekuatan dan keberanian. Diplomasi tidak akan berhasil jika kita terus bersikap lemah,” tegas Trump, yang menyarankan agar AS meningkatkan pengeluaran pertahanan dan memperkuat aliansi militer.

Pernyataan Trump ini menuai beragam tanggapan dari politisi dan pengamat. Beberapa mendukung pandangannya, sementara yang lain menilai pernyataan tersebut hanya menciptakan ketakutan yang tidak perlu. “Kita harus tetap waspada, tetapi juga tidak boleh membiarkan retorika menciptakan kegaduhan,” kata seorang anggota Kongres dari partai Demokrat.

Kritik dan pernyataan Trump ini dipandang sebagai strategi politik menjelang pemilihan presiden 2024. Banyak yang beranggapan bahwa ia berusaha memposisikan diri sebagai kandidat yang mampu menjaga keamanan nasional. “Ini adalah langkah untuk meraih dukungan dari pemilih yang khawatir tentang keamanan dan stabilitas global,” ungkap seorang analis politik.

Dengan pernyataannya, Trump mengajak publik untuk lebih memperhatikan dinamika geopolitik saat ini. Di tengah ketegangan global, bagaimana AS merespons ancaman ini akan menjadi faktor penting dalam menentukan arah kebijakan luar negeri di masa depan.