WHO Mengecam Serangan Israel, Mengungkap Keprihatinan Mendalam atas Kondisi Anak-anak di Gaza

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengutuk serangan terbaru yang dilancarkan oleh Israel, yang telah menciptakan kondisi mengerikan di Gaza pada Kamis (1/5/2025). Pihak berwenang WHO mengungkapkan kemarahan mereka, dengan menyatakan bahwa dunia tampaknya membiarkan kekejaman ini berlangsung tanpa tindakan berarti.

Direktur Darurat WHO, Mike Ryan, mengungkapkan kekecewaannya dengan bertanya, “Berapa banyak darah yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan politik apapun?” seperti yang dilaporkan oleh Channel News Asia.

Ryan melanjutkan, “Kita menghancurkan tubuh dan pikiran anak-anak Gaza. Anak-anak Gaza kini menderita kelaparan, dan jika kita tidak bertindak, kita ikut bertanggung jawab atas apa yang sedang terjadi.”

Israel telah mengontrol ketat aliran bantuan internasional yang sangat dibutuhkan oleh 2,4 juta warga Palestina di Gaza. Sejak 2 Maret, Israel menghentikan pengiriman bantuan, beberapa hari setelah runtuhnya gencatan senjata yang sempat meredakan permusuhan setelah 15 bulan perang.

PBB terus memperingatkan tentang potensi bencana kemanusiaan yang semakin mendalam, dengan kelaparan yang kembali mengancam. Program Pangan Dunia (WFP) PBB menyebutkan bahwa mereka telah mengirimkan pasokan makanan terakhir yang tersedia untuk dapur-dapur di Gaza.

Menurut laporan Kementerian Kesehatan Gaza yang berada di bawah kendali Hamas, lebih dari 2.300 orang telah tewas sejak Israel melanjutkan serangan mereka, yang menjadikan jumlah korban tewas total sejak awal perang mencapai lebih dari 52.000.

Ryan juga menyoroti dampak yang mengerikan pada lebih dari 1.000 anak di Gaza yang kehilangan anggota tubuh, serta ribuan lainnya yang mengalami cedera tulang belakang, cedera kepala parah, dan kondisi psikologis yang meresahkan.

“Kita menyaksikan semua ini terjadi di depan mata kita, dan kita tidak melakukan apapun untuk menghentikannya,” tegas Ryan.

Dalam pernyataan yang emosional di hadapan para ahli dan jurnalis WHO di kantor pusatnya di Jenewa, Ryan juga mengungkapkan kekecewaannya.

“Sebagai seorang dokter, saya marah karena tidak melakukan lebih banyak. Saya marah pada kita semua di sini,” tambahnya.

“Ini tidak bisa terus berlangsung… Ini adalah kekejian,” tutupnya.

Wabah Ebola di Uganda Resmi Berakhir, Tidak Ada Kasus Baru Selama 42 Hari

Pada Sabtu, Kementerian Kesehatan Uganda mengumumkan bahwa wabah virus Ebola di negara tersebut telah resmi berakhir. Kabar baik ini disampaikan melalui pernyataan kementerian di platform X, yang menyebutkan bahwa tidak ada kasus baru selama 42 hari setelah pasien terakhir yang terkonfirmasi dipulangkan pada 14 Maret 2025. Dengan demikian, Uganda telah berhasil mengakhiri wabah penyakit virus Ebola Sudan yang sempat mengkhawatirkan. Pencapaian ini menjadi langkah besar bagi negara tersebut dalam menanggulangi penyakit berbahaya ini.

Kementerian Kesehatan Uganda juga mengucapkan terima kasih kepada petugas kesehatan, mitra, dan masyarakat yang telah memberikan dukungan penuh dalam upaya mengatasi wabah ini. Semua pihak yang terlibat dalam penanganan wabah, mulai dari tenaga medis hingga masyarakat umum, menunjukkan dedikasi yang luar biasa untuk menghentikan penyebaran virus tersebut. Pada bulan Maret, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan dua kematian terkait Ebola di Uganda, yang menambah jumlah kasus terkonfirmasi di negara tersebut menjadi sepuluh. Sementara itu, pada Februari, WHO juga mengumumkan peluncuran uji coba vaksin pertama untuk virus Ebola di Uganda, sebagai langkah lanjutan untuk memerangi penyebaran virus tersebut.

Sebelumnya, pada Januari, WHO mengirimkan tim ahli untuk membantu pemerintah Uganda dalam mengendalikan wabah Ebola yang baru muncul. Tim tersebut memberikan dukungan teknis, sumber daya, dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melawan virus ini. Upaya tersebut terbukti efektif, dan kini Uganda dapat menyatakan bahwa ancaman Ebola telah berakhir. Meskipun demikian, pihak berwenang tetap waspada untuk mencegah kemungkinan wabah serupa di masa depan. Pemerintah Uganda dan WHO berkomitmen untuk terus memantau situasi kesehatan di negara tersebut untuk memastikan tidak ada wabah lainnya yang mengancam.

Pemicu Amerika Serikat Berencana Keluar Dari WHO Di Tahun 2025

Pada tanggal 28 Desember 2024, isu mengenai kemungkinan Amerika Serikat (AS) keluar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kembali mencuat. Menurut laporan dari Financial Times, rencana ini akan dilaksanakan pada hari pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS yang baru pada 20 Januari 2025. Keputusan ini menandai kelanjutan dari kebijakan kontroversial yang pernah diambil Trump selama masa jabatannya sebelumnya.

Ketidakpuasan AS terhadap WHO telah berlangsung sejak awal pandemi COVID-19. Trump dan para pendukungnya menuduh organisasi tersebut tidak tegas dalam menanggapi tindakan China terkait penyebaran virus, serta menganggap WHO sebagai alat politik Beijing. Tuduhan ini semakin memperburuk hubungan antara AS dan WHO, yang dianggap tidak mampu menjalankan perannya dengan baik dalam krisis kesehatan global.

Jika AS benar-benar menarik diri dari WHO, langkah ini akan memiliki dampak signifikan terhadap kerja sama internasional dalam menangani masalah kesehatan global. Selama ini, WHO berperan penting dalam koordinasi respons terhadap pandemi dan penyebaran informasi kesehatan. Penarikan diri AS dapat melemahkan upaya global untuk mengatasi tantangan kesehatan, terutama di negara-negara berkembang yang sangat bergantung pada dukungan internasional.

Keputusan untuk keluar dari WHO diperkirakan akan memicu reaksi keras dari berbagai pihak di tingkat internasional. Banyak negara dan organisasi kesehatan dunia lainnya khawatir bahwa langkah ini akan menciptakan kekosongan dalam kepemimpinan global di bidang kesehatan. Beberapa ahli kesehatan masyarakat menyatakan bahwa kolaborasi internasional sangat penting untuk mengatasi masalah kesehatan yang bersifat lintas batas, seperti pandemi dan penyakit menular.

Keputusan untuk keluar dari WHO juga dapat dilihat sebagai strategi politik domestik bagi Trump dan partainya. Dengan mengklaim bahwa mereka melindungi kepentingan nasional, Trump berharap dapat memperoleh dukungan dari basis pemilih yang skeptis terhadap organisasi internasional. Namun, langkah ini juga berisiko menciptakan ketegangan lebih lanjut dengan sekutu-sekutu tradisional AS yang mendukung kerjasama multilateral.

Isu keluarnya Amerika Serikat dari WHO mencerminkan tantangan besar dalam kerjasama kesehatan global di tengah ketidakpastian politik. Jika rencana ini terwujud, dampaknya akan terasa tidak hanya di AS tetapi juga di seluruh dunia. Semua mata kini tertuju pada bagaimana perkembangan ini akan mempengaruhi upaya penanggulangan pandemi dan hubungan internasional di masa depan.

Berita Terbaru tentang Penyakit Mpox Tahun 2024

Pada tahun 2024, Mpox (dulu dikenal sebagai cacar monyet) tetap menjadi perhatian global setelah beberapa tahun terakhir menyaksikan lonjakan kasus di berbagai negara. Penyakit ini, yang disebabkan oleh virus monkeypox, menjadi topik hangat di kalangan para peneliti, tenaga medis, dan masyarakat umum. Dalam laporan terbaru, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan pembaruan mengenai situasi terkini dan langkah-langkah pencegahan yang harus diambil.

Sejak pertama kali diidentifikasi di Afrika Tengah pada tahun 1970, Mpox telah mulai menyebar ke luar benua tersebut. Pada tahun 2022 dan 2023, kasus-kasus baru dilaporkan di berbagai negara, termasuk Eropa, Amerika Utara, dan Asia. WHO melaporkan bahwa meskipun jumlah kasus mengalami fluktuasi, virus ini menunjukkan kemampuan untuk menyebar lebih cepat di komunitas yang belum pernah terpapar sebelumnya. Data terbaru menunjukkan bahwa pada tahun 2024, ada peningkatan kesadaran tentang Mpox, terutama di kalangan petugas kesehatan dan masyarakat.

Pemerintah di berbagai negara telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan deteksi dan penanganan kasus Mpox. Di banyak daerah, program vaksinasi untuk kelompok berisiko tinggi, termasuk petugas kesehatan dan mereka yang memiliki kontak dekat dengan penderita, telah diperkenalkan. Vaksin yang digunakan adalah vaksin yang awalnya dikembangkan untuk cacar, yang juga menunjukkan efektivitas terhadap Mpox. Upaya vaksinasi ini bertujuan untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari virus ini.

Selain vaksinasi, edukasi masyarakat menjadi kunci dalam mengurangi stigma dan meningkatkan pemahaman tentang Mpox. Kampanye informasi telah diluncurkan di berbagai platform, menjelaskan gejala, cara penularan, dan langkah-langkah pencegahan. Gejala Mpox mirip dengan cacar, termasuk ruam, demam, dan nyeri otot, tetapi biasanya lebih ringan. Penting bagi masyarakat untuk mengenali tanda-tanda ini dan segera mencari perawatan medis jika mengalami gejala yang mencurigakan.

Penelitian lebih lanjut juga sedang dilakukan untuk memahami karakteristik virus Mpox, termasuk bagaimana ia menyebar dan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat keparahan penyakit. Kolaborasi internasional antara ilmuwan dan lembaga kesehatan global menjadi penting dalam upaya ini.

Secara keseluruhan, tahun 2024 menunjukkan kemajuan dalam pengelolaan Mpox, tetapi tantangan tetap ada. Ketidakpastian tentang potensi penyebaran lebih lanjut dan kebutuhan untuk tetap waspada menjadi fokus utama. Dengan kolaborasi antara pemerintah, organisasi kesehatan, dan masyarakat, diharapkan kita dapat mengendalikan penyebaran Mpox dan melindungi kesehatan publik secara global. Melalui kesadaran, pencegahan, dan vaksinasi, kita semua dapat berkontribusi dalam memerangi penyakit ini dan melindungi komunitas kita.