Dukungan Penuh PBB untuk Reformasi Bangladesh dan Krisis Rohingya

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, mengungkapkan dukungan penuh terhadap reformasi yang tengah dijalankan oleh pemerintah transisi Bangladesh. Dalam kunjungannya ke Dhaka selama empat hari, ia bertemu dengan penasihat utama negara tersebut, Muhammad Yunus, di kantornya yang berlokasi di Tejgaon. Guterres menegaskan bahwa PBB berkomitmen mendukung proses perubahan yang tengah berlangsung dan siap membantu dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan serta lebih adil bagi masyarakat. Kunjungan ini terjadi setelah Yunus mengambil alih jabatan pemerintahan pasca-pemberontakan rakyat yang menyebabkan mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina melarikan diri ke India pada Agustus lalu.

Sebagai bagian dari reformasi, pemerintah transisi telah membentuk enam komisi untuk memperbaiki sistem administrasi serta tata kelola pemilihan umum, sebagaimana dituntut oleh mahasiswa dan warga sipil yang terlibat dalam pemberontakan tersebut. Sebelum bertemu dengan Yunus, Guterres juga mengadakan diskusi dengan penasihat luar negeri Bangladesh, Md. Towhid Hossain dan Khalilur Rahman, untuk membahas kondisi di negara bagian Rakhine, Myanmar, serta persiapan konferensi tingkat tinggi terkait krisis Rohingya dan minoritas lainnya.

Guterres bersama Yunus kemudian mengunjungi distrik perbatasan Cox’s Bazar di selatan Bangladesh, tempat lebih dari 1,2 juta pengungsi Rohingya berlindung setelah melarikan diri dari tindakan keras militer Myanmar pada 2017. Dalam kunjungan ini, ia berbagi iftar dengan para pengungsi dan menegaskan bahwa PBB akan berupaya mencegah pengurangan jatah makanan yang diterima para pengungsi di kamp-kamp Bangladesh. Program Pangan Dunia (WFP) baru-baru ini mengumumkan akan memangkas bantuan makanan sebesar setengah mulai 1 April karena keterbatasan dana, mengurangi tunjangan per kapita dari 12,50 dolar AS menjadi enam dolar. Amnesty International telah mengimbau komunitas internasional untuk segera memberikan bantuan guna mencegah dampak buruk bagi kehidupan para pengungsi, mengingat 95 persen rumah tangga Rohingya bergantung sepenuhnya pada bantuan kemanusiaan.

PBB: Serangan Penyerang Di Lebanon Melanggar Hukum Internasional

Pada 21 September 2024, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan pernyataan resmi menanggapi serangkaian serangan yang terjadi di Lebanon baru-baru ini. PBB mengecam tindakan tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional, menggarisbawahi bahwa tindakan agresi yang menargetkan warga sipil dan infrastruktur sipil tidak dapat dibenarkan dalam konteks hukum internasional.

Konteks Serangan yang Terjadi

Serangan tersebut dilaporkan melibatkan penggunaan senjata berat di beberapa wilayah di Lebanon, termasuk daerah padat penduduk. Banyak warga sipil yang terjebak dalam konflik ini, mengakibatkan korban jiwa dan luka-luka. PBB menekankan pentingnya perlindungan bagi warga sipil selama konflik bersenjata dan menyerukan agar semua pihak terlibat menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan.

Seruan untuk Penyelidikan Internasional

Dalam pernyataan tersebut, PBB juga meminta penyelidikan independen dan transparan terkait serangan ini. Mereka menekankan bahwa akuntabilitas bagi pelaku kejahatan internasional sangat penting untuk mencegah terulangnya pelanggaran serupa di masa depan. PBB menyerukan kepada semua pihak untuk menahan diri dari tindakan yang dapat memperburuk situasi dan meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.

Dukungan untuk Masyarakat Lebanon

PBB mengungkapkan solidaritasnya dengan rakyat Lebanon yang tengah berjuang dalam situasi yang sulit ini. Pihaknya berjanji untuk terus mendukung upaya kemanusiaan di wilayah tersebut dan memperkuat kerja sama dengan organisasi non-pemerintah untuk memberikan bantuan kepada mereka yang terdampak oleh kekerasan. PBB berharap untuk melihat segera langkah-langkah diplomatik yang dapat mengurangi ketegangan dan mendorong dialog konstruktif antara semua pihak yang terlibat.

Pernyataan ini menegaskan kembali komitmen PBB dalam mempromosikan perdamaian dan keamanan internasional, serta perlindungan bagi warga sipil dalam situasi konflik.