Pakistan Tegaskan Penolakan atas Tuduhan India dan Peringatan Terkait Perjanjian Air Indus

Pada Jumat, Senat Pakistan mengesahkan sebuah resolusi yang menanggapi tuduhan India tentang keterlibatan Islamabad dalam serangan mematikan terhadap wisatawan di Kashmir. Majelis tinggi Pakistan menyetujui resolusi ini dengan suara bulat, yang diajukan oleh Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Ishaq Dar. Dalam resolusi tersebut, Pakistan mengecam segala bentuk terorisme yang menyasar warga sipil dan menolak keras upaya India yang mengaitkan negara mereka dengan serangan yang terjadi di Pahalgam, Kashmir pada Selasa (22/4).

Selama sidang senat, Ishaq Dar menyampaikan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Pakistan serta respons dari Komite Keamanan Nasional yang disepakati pada hari yang sama. Dar juga mengutuk pembatalan sepihak Perjanjian Air Indus oleh India dan memperingatkan bahwa jika India mencoba untuk mengalihkan atau menghentikan aliran air ke Pakistan, hal tersebut akan dianggap sebagai tindakan perang. “Pakistan memiliki senjata nuklir dan rudal, dan jika India berniat buruk terhadap kami, mereka akan menghadapi balasan yang setimpal,” ujar Dar dalam pidatonya yang disiarkan langsung.

Ketegangan antara kedua negara bertetangga semakin meningkat setelah serangan yang menewaskan 26 orang, termasuk 25 wisatawan asal India, di Pahalgam. India menuduh serangan tersebut sebagai aksi teror lintas batas yang melibatkan Pakistan. Namun, Islamabad membantah tuduhan tersebut dan menyatakan keprihatinannya terhadap korban serta keluarga mereka. India kemudian memutuskan untuk menangguhkan Perjanjian Air Indus, yang mengatur pembagian air sungai antara kedua negara, yang langsung direspons oleh Pakistan dengan peringatan keras terhadap India.

Moskow dan Washington Gelar Pembicaraan, Rusia Tegaskan Sikap soal Ukraina

Delegasi Amerika Serikat dijadwalkan melakukan pertemuan dengan perwakilan Rusia di Moskow untuk membahas perkembangan terbaru konflik Ukraina. Juru Bicara Kepresidenan Rusia, Dmitry Peskov, mengonfirmasi bahwa proses penerimaan informasi dari AS sedang berlangsung terkait hasil negosiasi yang digelar di Jeddah, Arab Saudi, pada Selasa lalu. Rusia akan menentukan langkah selanjutnya setelah pembicaraan bilateral ini.

Peskov menyebut bahwa sebelumnya sudah ada kontak antara penasihat kedua negara, yaitu Mike Waltz dari AS dan Yury Ushakov dari Rusia. Keduanya telah melakukan percakapan untuk bertukar informasi. Di sisi lain, utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, tiba di Moskow dan dikabarkan akan bertemu dengan Presiden Vladimir Putin.

Saat ditanya tentang posisi Rusia dalam negosiasi, Peskov menegaskan bahwa Rusia tidak akan mengorbankan kepentingan teritorialnya. Ia menegaskan bahwa wilayah Krimea, Sevastopol, Kherson, Zaporizhia, Donetsk, dan Luhansk telah menjadi bagian dari Federasi Rusia berdasarkan konstitusi, dan hal ini tidak dapat diubah.

Moskow juga membantah adanya laporan bahwa mereka telah memberikan daftar tuntutan kepada Washington terkait Ukraina. Peskov menyebut banyak informasi di media yang tidak akurat. Sementara itu, Ukraina dikabarkan telah menerima usulan AS untuk gencatan senjata selama 30 hari, dengan keputusan akhir berada di tangan Rusia.

Menanggapi potensi sanksi tambahan dari AS untuk menekan Rusia, Peskov menyatakan bahwa negaranya telah terbiasa dengan berbagai pembatasan dan tetap berpendapat bahwa semua sanksi tersebut ilegal serta harus dicabut. Dalam kesempatan lain, Yury Ushakov mengungkapkan bahwa ia telah menegaskan pentingnya penyelesaian konflik jangka panjang dalam diskusinya dengan Waltz.

Menurut Ushakov, gencatan senjata hanya akan menjadi jeda sementara bagi Ukraina dan bukan solusi permanen. Rusia tetap menekankan bahwa resolusi damai yang berkelanjutan adalah tujuan utama. Saat ditanya mengenai kemungkinan pertemuan antara Putin dan Witkoff, Ushakov menegaskan bahwa kedua negara telah sepakat untuk menjaga kerahasiaan kontak yang dilakukan.