Korea Utara Akui Kirimkan Tentara untuk Bantu Rusia Hadapi Ukraina

Untuk pertama kalinya, Korea Utara mengonfirmasi telah mengirimkan tentara mereka untuk mendukung Rusia dalam konflik melawan Ukraina. Pyongyang menyatakan bahwa pengiriman pasukannya berdasarkan perjanjian kerja sama pertahanan bilateral antara kedua negara. Dalam laporan yang disampaikan oleh Korean Central News Agency (KCNA) pada Senin, pasukan Korut turut berperan dalam operasi pembebasan wilayah Kursk, yang dilakukan atas instruksi langsung dari Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un.

KCNA juga menyebutkan bahwa pasukan Korut berkontribusi besar dalam menghancurkan pasukan Ukraina yang mereka sebut sebagai “kuasa neo-Nazi,” dengan menunjukkan keberanian luar biasa dan semangat pengorbanan yang tinggi. Laporan ini disampaikan setelah Rusia secara resmi mengakui keterlibatan tentara Korut dalam perang tersebut.

Dalam pertemuan telekonferensi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 26 April, Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia, Valery Gerasimov, mengonfirmasi bahwa Moskow berhasil merebut kembali sebagian wilayah Kursk yang sempat dikuasai Ukraina. Keberhasilan tersebut diakui sebagai simbol kuatnya hubungan persahabatan militer antara Korea Utara dan Rusia.

Perjanjian Kerja Sama Strategis Komprehensif yang ditandatangani Kim Jong Un dan Vladimir Putin pada Juni 2024 mencakup komitmen saling mendukung jika salah satu negara diserang. Pyongyang juga menekankan bahwa keterlibatan militer mereka sesuai dengan hukum internasional dan Piagam PBB.

Kim Jong Un menegaskan bahwa mereka yang berjuang demi keadilan adalah pahlawan sejati. Sebagai penghormatan, sebuah monumen untuk menghargai keberanian tentara Korut yang terlibat dalam perang tersebut akan segera dibangun di Pyongyang. Meskipun demikian, jumlah tentara Korut yang dikerahkan tidak diungkapkan.

Trump Kirim Utusan Khusus ke Rusia, Bahas Peluang Akhiri Perang Ukraina

Utusan Khusus Presiden Amerika Serikat, Steve Witkoff, dijadwalkan melakukan kunjungan penting ke Rusia pada akhir pekan ini untuk mengadakan pertemuan dengan Presiden Vladimir Putin terkait upaya menghentikan konflik yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun di Ukraina. Pernyataan tersebut disampaikan oleh juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, kepada awak media pada Selasa waktu setempat. Leavitt menyampaikan bahwa pemerintahan Trump melihat adanya harapan positif dan momentum menuju penyelesaian damai, sehingga pembicaraan akan kembali digelar secara langsung di Moskow.

Presiden Donald Trump sendiri pada awal pekan menyatakan optimisme tinggi terhadap peluang tercapainya kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina dalam waktu dekat. Ia menyebut kemungkinan tercapainya kesepakatan sebagai “peluang yang sangat bagus”, mengindikasikan harapannya untuk mengakhiri pertikaian bersenjata yang telah menimbulkan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak. Saat ditanya mengenai pernyataan Menteri Luar Negeri Marco Rubio tentang potensi penarikan diri Amerika Serikat dari perundingan jika tidak ada perkembangan berarti, Leavitt enggan memberikan komentar lebih lanjut dan menyebut keputusan akhir tetap berada di tangan presiden.

Leavitt menegaskan bahwa Presiden Trump sangat berkomitmen terhadap terciptanya perdamaian. Ia menyatakan bahwa Trump secara konsisten menunjukkan keinginannya untuk menghentikan pertumpahan darah dan mengakhiri konflik, bahkan menyatakan rasa frustrasinya terhadap kedua pihak yang terlibat dalam perang tersebut. Hal ini memperlihatkan tekanan diplomatik yang semakin meningkat dari AS untuk mendorong penyelesaian damai melalui jalur perundingan langsung.

Zelenskyy Sambut Gencatan Senjata Trump, Tantang Rusia Tunjukkan Itikad Baik

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyambut baik usulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk memberlakukan gencatan senjata tanpa syarat selama 30 hari. Menurutnya, langkah ini dapat menjadi awal menuju perdamaian dalam konflik yang sedang berlangsung dengan Rusia. Zelenskyy menegaskan bahwa Ukraina siap mendukung upaya tersebut, tetapi menekankan bahwa Rusia harus menunjukkan kesungguhan mereka dalam mengakhiri perang atau menghadapi tekanan internasional yang semakin besar.

Jika Rusia benar-benar ingin menghentikan perang, mereka harus membuktikan niatnya dengan menerima gencatan senjata, kata Zelenskyy. Ia menambahkan bahwa seluruh dunia menantikan langkah konkret dari Moskow. Berbicara kepada wartawan di Kiev, ia menyebut bahwa pertemuan diplomatik di Jeddah telah memperkuat posisi Ukraina serta menegaskan kembali dukungan dari negara-negara sekutu. Ia juga menilai bahwa penolakan Rusia terhadap usulan ini akan memperlihatkan bukan hanya penentangan terhadap Ukraina, tetapi juga terhadap Trump sendiri.

Zelenskyy membantah klaim Rusia mengenai kepungan pasukan Ukraina di wilayah Kursk, menyebutnya sebagai propaganda yang diciptakan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia menjelaskan bahwa justru pasukan Rusia yang tengah berusaha mengepung pasukan Ukraina di dalam wilayah Ukraina, namun militer Ukraina sepenuhnya memahami situasi tersebut. Selain itu, ia menyoroti pentingnya jaminan keamanan tertulis bagi Ukraina serta rencana rekonstruksi pascaperang yang didukung oleh Jerman dan Turki.

Mengenai keanggotaan Ukraina di NATO, Zelenskyy menegaskan bahwa Rusia tidak memiliki hak veto dalam urusan aliansi pertahanan negaranya. Ia menolak segala bentuk pengaruh Rusia dalam keputusan strategis tersebut. Menurutnya, militer Ukraina yang kuat bukan hanya penting bagi pertahanan nasional, tetapi juga bagi stabilitas dan keamanan Eropa secara keseluruhan. Ia pun mendesak sekutu-sekutunya untuk terus berkomitmen dan memberikan dukungan nyata bagi kekuatan militer Ukraina.

Moskow dan Washington Gelar Pembicaraan, Rusia Tegaskan Sikap soal Ukraina

Delegasi Amerika Serikat dijadwalkan melakukan pertemuan dengan perwakilan Rusia di Moskow untuk membahas perkembangan terbaru konflik Ukraina. Juru Bicara Kepresidenan Rusia, Dmitry Peskov, mengonfirmasi bahwa proses penerimaan informasi dari AS sedang berlangsung terkait hasil negosiasi yang digelar di Jeddah, Arab Saudi, pada Selasa lalu. Rusia akan menentukan langkah selanjutnya setelah pembicaraan bilateral ini.

Peskov menyebut bahwa sebelumnya sudah ada kontak antara penasihat kedua negara, yaitu Mike Waltz dari AS dan Yury Ushakov dari Rusia. Keduanya telah melakukan percakapan untuk bertukar informasi. Di sisi lain, utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, tiba di Moskow dan dikabarkan akan bertemu dengan Presiden Vladimir Putin.

Saat ditanya tentang posisi Rusia dalam negosiasi, Peskov menegaskan bahwa Rusia tidak akan mengorbankan kepentingan teritorialnya. Ia menegaskan bahwa wilayah Krimea, Sevastopol, Kherson, Zaporizhia, Donetsk, dan Luhansk telah menjadi bagian dari Federasi Rusia berdasarkan konstitusi, dan hal ini tidak dapat diubah.

Moskow juga membantah adanya laporan bahwa mereka telah memberikan daftar tuntutan kepada Washington terkait Ukraina. Peskov menyebut banyak informasi di media yang tidak akurat. Sementara itu, Ukraina dikabarkan telah menerima usulan AS untuk gencatan senjata selama 30 hari, dengan keputusan akhir berada di tangan Rusia.

Menanggapi potensi sanksi tambahan dari AS untuk menekan Rusia, Peskov menyatakan bahwa negaranya telah terbiasa dengan berbagai pembatasan dan tetap berpendapat bahwa semua sanksi tersebut ilegal serta harus dicabut. Dalam kesempatan lain, Yury Ushakov mengungkapkan bahwa ia telah menegaskan pentingnya penyelesaian konflik jangka panjang dalam diskusinya dengan Waltz.

Menurut Ushakov, gencatan senjata hanya akan menjadi jeda sementara bagi Ukraina dan bukan solusi permanen. Rusia tetap menekankan bahwa resolusi damai yang berkelanjutan adalah tujuan utama. Saat ditanya mengenai kemungkinan pertemuan antara Putin dan Witkoff, Ushakov menegaskan bahwa kedua negara telah sepakat untuk menjaga kerahasiaan kontak yang dilakukan.