Kondisi Rumah Sakit Anak di Gaza Kritis, UNICEF Serukan Gencatan Senjata dan Akses Bantuan

Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap kondisi rumah sakit yang merawat anak-anak di Jalur Gaza, yang kini disebut berada dalam situasi sangat memprihatinkan. Dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Sabtu (19/4), UNICEF menegaskan bahwa fasilitas kesehatan di Gaza menghadapi kekurangan alat medis yang sangat serius di tengah terus berlanjutnya serangan dari Israel hingga memasuki bulan ke-19 konflik. Lewat unggahan di akun X resminya, UNICEF menyoroti bahwa kelangsungan hidup anak-anak di wilayah tersebut sangat tergantung pada gencatan senjata dan distribusi bantuan kemanusiaan yang tanpa hambatan.

Kondisi rumah sakit, khususnya yang menangani bayi dan anak-anak, digambarkan berada di ambang kehancuran. Kekurangan peralatan vital, minimnya tenaga medis, serta kelelahan staf akibat tekanan berkepanjangan, diperparah oleh lingkungan yang tidak aman karena serangan udara yang terus berulang. Dalam situasi seperti ini, UNICEF kembali menyerukan kepada komunitas internasional untuk segera membuka jalur bantuan kemanusiaan menuju Gaza, guna menyelamatkan sistem layanan kesehatan yang hampir runtuh.

Bersamaan dengan itu, Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) juga menyampaikan peringatan serupa. Menurut UNRWA, pengepungan terbaru oleh pasukan Israel dinilai lebih brutal dibandingkan pekan-pekan awal usai serangan 7 Oktober 2023. Sejak 18 Maret 2025, tercatat lebih dari 420.000 warga Gaza kembali mengungsi akibat meningkatnya intensitas serangan di berbagai wilayah.

​Serangan Israel terhadap Sekolah di Kota Gaza Akibatkan 33 Pengungsi Tewas​

Pada serangan yang terjadi pada Jumat, 4 April 2025, setidaknya 33 orang tewas dalam serangan Israel terhadap sebuah sekolah di Kota Gaza, yang sebelumnya digunakan sebagai tempat perlindungan bagi keluarga pengungsi, menurut laporan tim medis setempat. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola oleh Hamas, korban termasuk anak-anak dan perempuan hamil. Selain itu, puluhan warga Palestina lainnya terluka, dengan beberapa di antaranya dilarikan ke rumah sakit setelah terkena luka parah.

Israel, di sisi lain, menyatakan bahwa mereka menargetkan lokasi yang dianggap sebagai pusat komando dan kendali Hamas, dan bahwa serangan tersebut menyasar individu-individu yang terlibat dalam perencanaan serangan terhadap pasukan Israel dan warga sipil. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) juga menekankan upaya mereka untuk meminimalkan korban sipil dalam operasi tersebut.

Sebelumnya, Israel telah melancarkan perintah evakuasi di berbagai wilayah Gaza, yang menyebabkan lebih dari 100.000 warga Palestina mengungsi. Pada saat yang sama, IDF terus memperluas operasi mereka di Gaza, dengan tujuan menghancurkan infrastruktur militer Hamas.

Sebagai catatan, sejak dimulainya serangan ini, lebih dari 1.100 orang telah tewas, termasuk lebih dari 300 anak-anak.

Serangan Israel di Sekolah Gaza, Puluhan Anak Tewas Saat Idul Fitri

Meskipun perayaan Idul Fitri sedang berlangsung, situasi di Gaza masih sangat mencekam. Setelah gencatan senjata yang berakhir pada 18 Maret 2025, serangan dari Israel kembali berlangsung, menargetkan warga Palestina. Salah satu sasaran utama serangan adalah sekolah-sekolah yang digunakan sebagai tempat perlindungan bagi pengungsi. Pada Kamis, 3 April 2025, saat perayaan Idul Fitri, serangan Israel menyebabkan kematian lebih dari 100 warga Palestina di Gaza, termasuk setidaknya 31 orang yang berada di dalam sebuah sekolah.

Menurut laporan dari Kementerian Kesehatan Palestina, 14 anak-anak tewas akibat serangan yang menghantam sekolah di kawasan Tuffah, Kota Gaza. “Kami menemukan tubuh 14 anak dan lima wanita di dalam sekolah di kawasan Tuffah, dan angka kematian ini bisa meningkat karena ada sekitar 70 orang yang terluka parah,” ujar juru bicara Kementerian Kesehatan, Zaher al-Wahidi, seperti dikutip dari CBS News, Minggu (6/4/2025).

Selain itu, lebih dari 30 warga Gaza lainnya juga dilaporkan tewas dalam serangan terhadap rumah-rumah di sekitar lingkungan Shijaiyah. Israel telah melancarkan serangan-serangan intensif terhadap sekolah-sekolah dan fasilitas sipil di Gaza, dengan ratusan warga Palestina menjadi korban. Meski Israel mengklaim bahwa Hamas bersembunyi di area sipil, hingga kini tidak ada bukti yang mendukung klaim tersebut.

Sejak gencatan senjata berakhir, serangan Israel telah mengakibatkan hampir 1.250 korban jiwa di Gaza, dengan lebih dari 3.000 orang terluka, termasuk 86 orang yang tewas dalam 24 jam terakhir. Total korban tewas sejak awal konflik pada 7 Oktober 2023 telah mencapai lebih dari 50.000 orang, sementara lebih dari 115.000 orang terluka.

Serangan Israel di Gaza Sejak Pagi, 41 Warga Palestina Tewas

Israel melancarkan serangan udara di Gaza, Palestina, pada pagi hari yang menyebabkan sedikitnya 41 warga Palestina tewas. Serangan ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan Israel sejak 18 Maret sebagai bagian dari strategi ‘tekanan maksimal’ terhadap Hamas.

Menurut laporan Al-Jazeera pada Kamis (3/4/2025), serangan yang dimulai pada bulan Maret telah menyebabkan lebih dari seribu korban jiwa dari pihak Palestina. Israel juga mengumumkan akan memperluas serangan untuk mengambil alih Gaza dan mengusir penduduknya.

Hamas telah mengajukan tawaran untuk kembali pada kesepakatan gencatan senjata yang sebelumnya. Mereka bahkan menawarkan pembebasan semua sandera sebagai bagian dari imbalan untuk gencatan senjata permanen.

Upaya diplomatik terus berlanjut dari pihak Mesir dan Qatar yang berusaha menghidupkan kembali gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Namun, meskipun Hamas menyetujui usulan baru Mesir, Israel belum memberikan persetujuan.

Serangan Israel yang dimulai pada 7 Oktober 2023 lalu diklaim sebagai balasan atas serangan Hamas yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di Israel. Sejak itu, serangan Israel di Gaza telah menyebabkan lebih dari 50.000 warga Palestina tewas dan ratusan ribu lainnya terluka atau mengungsi.

Serangan Israel di Gaza Saat Idulfitri, 80 Warga Palestina Tewas dalam 48 Jam Terakhir

Serangan tentara Israel terhadap wilayah Palestina berlanjut meskipun di tengah perayaan Idulfitri. Militer Israel terus menggempur Gaza dan daerah sekitarnya, yang menyebabkan puluhan warga Palestina kehilangan nyawa dalam 48 jam terakhir.

Menurut laporan AFP pada Selasa (1/4/2025), Kementerian Kesehatan Gaza mengonfirmasi bahwa 80 orang di Palestina tewas dalam waktu dua hari terakhir, dengan korban tersebar di berbagai bagian wilayah tersebut.

Angka kematian ini menambah daftar panjang korban yang jatuh akibat serangan Israel yang kembali meningkat di Palestina, sejak agresi militer dimulai pada 18 Maret lalu.

Selama periode ini, Kementerian Kesehatan Gaza juga mencatat bahwa total 1.001 warga Palestina tewas akibat serangan Israel, sementara total keseluruhan korban jiwa sejak 7 Oktober 2023 mencapai 50.357 orang.

Meski sebelumnya ada gencatan senjata yang membawa ketenangan di Gaza pada Januari 2025, serangan Israel kembali dilanjutkan pada 18 Maret setelah gencatan senjata dengan Hamas berakhir, menyebabkan lebih dari 900 orang tewas di Gaza.

Berita terakhir menyebutkan bahwa Hamas menerima tawaran proposal gencatan senjata yang disampaikan oleh pihak mediator, namun Israel mengajukan proposal yang berbeda.

Keletihan Warga Gaza Terhadap Konflik, Ratusan Orang Turun ke Jalan

Pada Selasa malam, 25 Maret 2025, terjadi aksi protes besar di Gaza Utara, Palestina, tepatnya di Beit Lahia, dekat Rumah Sakit Indonesia. Para demonstran, yang tidak dikenal identitasnya, mengangkat suara menentang Hamas dan menyerukan agar perang dengan Israel segera dihentikan. Beberapa rekaman video yang beredar di media sosial menunjukkan para peserta meneriakkan kata-kata seperti “Hamas keluar” dan “Hamas teroris.”

Protes ini terjadi setelah serangan udara Israel yang intensif, yang berlangsung hampir dua bulan setelah gencatan senjata sebelumnya. Para demonstran membawa spanduk yang bertuliskan “Hentikan perang” dan “Kami ingin hidup damai.”

Dilaporkan oleh BBC, meskipun gencatan senjata sempat berlangsung, Israel kembali melanjutkan operasi militernya, dan Hamas menuduh Israel mengabaikan kesepakatan yang sudah dibuat sebelumnya. Sejak dimulainya operasi militer Israel, banyak warga Palestina yang kehilangan nyawa, dan ribuan lainnya terpaksa mengungsi.

Sebagian besar seruan demonstrasi ini disebarkan melalui aplikasi Telegram. Salah seorang peserta aksi mengatakan, “Saya tidak tahu siapa yang mengorganisir protes ini. Saya ikut serta untuk menyampaikan pesan dari rakyat: Cukup sudah dengan perang ini.” Ada juga laporan bahwa anggota keamanan Hamas yang menyamar dengan pakaian sipil mencoba membubarkan aksi protes tersebut.

Sejumlah warga Gaza, termasuk seorang pria bernama Majdi, mengungkapkan kelelahan mereka terhadap konflik yang terus berlarut-larut, dengan bertanya, “Jika meninggalkan kekuasaan di Gaza adalah solusi, mengapa Hamas tidak menyerahkannya demi melindungi rakyat?”

Protes juga meletus di kamp pengungsi Jabalia, Gaza Barat, dengan demonstran membakar ban dan menginginkan berakhirnya perang. Banyak warga Gaza percaya bahwa protes ini akan menyebar lebih luas karena keletihan masyarakat akibat penderitaan yang tak kunjung berakhir.

Tragedi di Gaza: Serangan Udara Israel Tewaskan Puluhan Warga Sipil

Serangan udara Israel kembali mengguncang Gaza, menewaskan sedikitnya 25 warga Palestina dan melukai puluhan lainnya pada Rabu (19/3). Serangan yang menghantam sebuah rumah di lingkungan Sabra, Gaza City, ini menambah daftar panjang korban jiwa akibat konflik yang terus berlanjut. Di antara para korban, terdapat wanita dan anak-anak yang menjadi sasaran serangan tanpa peringatan sebelumnya. Tim medis setempat berupaya mengevakuasi para korban ke rumah sakit, sementara keluarga yang selamat berusaha mencari perlindungan di tengah reruntuhan bangunan.

Sumber keamanan Palestina mengonfirmasi bahwa pesawat tempur Israel meluncurkan sedikitnya satu rudal yang menghantam rumah tersebut. Militer Israel dalam pernyataannya mengklaim bahwa serangan tersebut menargetkan fasilitas militer Hamas di Gaza utara, yang diduga tengah mempersiapkan peluncuran proyektil ke wilayah Israel. Namun, rekaman yang beredar di media sosial menunjukkan warga sipil yang terluka dan ketakutan berusaha menyelamatkan diri di tengah puing-puing bangunan yang hancur akibat serangan.

Di saat yang sama, puluhan keluarga Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka menyusul perintah evakuasi dari tentara Israel. Wilayah-wilayah seperti Beit Hanoun di Gaza utara serta Khirbet Khuza’a, Abasan al-Kabira, dan Abasan al-Jadida di Gaza selatan ditetapkan sebagai zona berbahaya. Militer Israel memperingatkan bahwa operasi militer akan semakin intensif, sehingga warga sipil diminta mengungsi ke posko perlindungan di bagian barat Gaza City dan Khan Younis. Sejak Selasa dini hari, serangan udara Israel telah merenggut lebih dari 400 nyawa dan menggagalkan upaya gencatan senjata yang sebelumnya telah berlangsung selama dua bulan.

Rusia Tuntut Jaminan Keamanan Kuat dalam Pembicaraan Damai Ukraina

Rusia menegaskan bahwa mereka menginginkan jaminan keamanan yang kuat sebagai bagian dari perundingan penyelesaian konflik di Ukraina. Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Alexander Grushko, dalam sebuah wawancara dengan harian Izvestia. Menurutnya, jaminan tersebut penting untuk memastikan perdamaian jangka panjang di Ukraina serta memperkuat stabilitas kawasan.

Salah satu syarat utama yang diajukan Rusia adalah status netral Ukraina serta penolakan NATO untuk menerima Kiev sebagai anggota. Grushko menuduh aliansi tersebut semakin agresif melalui tindakan militernya dan menolak keras gagasan pengerahan pasukan penjaga perdamaian di Ukraina. Ia menilai kehadiran NATO dalam misi tersebut sebagai sesuatu yang bertentangan dengan prinsip perdamaian.

Ia juga menanggapi pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang pasukan penjaga perdamaian sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian dari masalah domestik di Prancis. Selain itu, Rusia juga bersikap skeptis terhadap keterlibatan OSCE dalam misi penjaga perdamaian, meskipun mereka membuka kemungkinan bagi kehadiran pengamat sipil tak bersenjata untuk mengawasi implementasi kesepakatan.

Sementara itu, Grushko tidak menutup kemungkinan adanya dialog baru antara Rusia dan Uni Eropa, meskipun belum jelas bagaimana peran Eropa dalam proses perdamaian. Sebelumnya, delegasi AS dan Ukraina bertemu di Jeddah, Arab Saudi, untuk membahas kemungkinan kesepakatan damai. Kiev menyatakan kesiapan menerima gencatan senjata selama 30 hari sesuai usulan Washington, sementara Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan bahwa Moskow hanya akan menyetujui perjanjian yang dapat menjamin perdamaian jangka panjang dan mengatasi akar permasalahan konflik.

Mengapa Israel Terus Serang Gaza Meski Gencatan Senjata Telah Disepakati?

Puluhan warga Gaza kehilangan nyawa akibat serangan Israel hanya beberapa jam setelah diumumkannya gencatan senjata antara Hamas dan Israel. Jumlah korban terus meningkat.

Menurut laporan dari sumber medis yang dikutip oleh kantor berita WAFA, jumlah korban tewas di Jalur Gaza sejak Kamis pagi (16 Januari 2025) telah mencapai 50 orang. Beberapa warga sipil Palestina tewas dan terluka akibat serangan udara Israel yang menargetkan kamp pengungsian di Zeitoun, Gaza Selatan, pada Kamis sore.

Serangan juga terjadi di Jabalia, Gaza Utara, di mana jet tempur Israel membombardir sebuah rumah di dekat bundaran an-Nazleh, menewaskan lima warga sipil, termasuk dua anak dan dua wanita. Sebelumnya, Israel juga melancarkan serangan di kawasan Shuja’iyya, sebelah timur Kota Gaza.

Sejak Qatar mengumumkan kesepakatan gencatan senjata pada Rabu (15 Januari 2025), yang dijadwalkan berlaku pada Minggu (19 Januari 2025), Israel telah melancarkan delapan serangan di Gaza dalam 24 jam terakhir. Akibatnya, 81 orang tewas dan 188 lainnya mengalami luka-luka.

Otoritas kesehatan setempat melaporkan bahwa sejak 7 Oktober 2023, jumlah korban tewas di Gaza telah mencapai 46.788 jiwa, sementara 110.453 orang lainnya terluka. Mayoritas korban adalah wanita dan anak-anak.

Sementara itu, Israel menunda pemungutan suara terkait kesepakatan gencatan senjata karena adanya “krisis menit terakhir” dengan Hamas. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa Hamas melanggar sebagian perjanjian untuk mendapatkan keuntungan lebih.

Di sisi lain, perwakilan senior Hamas, Izzat al-Rishq, menegaskan bahwa pihaknya tetap berkomitmen pada perjanjian yang telah disepakati melalui mediasi.

Netanyahu mendapat tekanan dari dalam negeri untuk memulangkan para sandera. Namun, mitra koalisinya dari sayap kanan mengancam akan menjatuhkan pemerintah jika terlalu banyak konsesi yang diberikan.

Hamas menyatakan tidak akan membebaskan sandera yang tersisa tanpa adanya gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza. Namun, Israel bersumpah akan terus berperang hingga Hamas dibubarkan dan mempertahankan kendali keamanan di wilayah tersebut.

Serangan Israel di Gaza: Gencatan Senjata Buntu, 12 Warga Palestina Meninggal Dunia

Israel Menggempur Gaza di Tengah Mandeknya Gencatan Senjata, 12 Warga Palestina Tewas

Serangan yang dilancarkan Israel di wilayah Gaza kembali menelan korban jiwa. Sedikitnya 12 orang meninggal dunia dalam serangan yang terjadi pada Sabtu (15/3/2025), seperti dilaporkan oleh Al-Jazeera.

Sembilan korban tewas akibat serangan drone Israel di utara Beit Lahiya, yang sebagian besar merupakan relawan kemanusiaan. Seorang anak Palestina juga menjadi korban dalam insiden tersebut.

Di wilayah Juhor ad-Dik, dua orang dilaporkan tewas akibat serangan drone. Sementara itu, seorang wanita kehilangan nyawa di area yang sama.

Serangan lain terjadi di barat laut Rafah, di mana drone quadcopter Israel menjatuhkan bom di tenda milik keluarga Al-Qan di daerah Al-Shakoush, melukai delapan orang. Secara keseluruhan, sejak gencatan senjata diberlakukan pada 19 Januari, 150 warga Palestina telah menjadi korban jiwa akibat serangan Israel.

Selain itu, tank-tank Israel juga menembaki wilayah timur Abasan al-Kabira dan al-Jadidah, serta sepanjang Jalan Salah al-Din di Khan Younis.