Kiev Tinjau Ulang Kesepakatan Mineral dengan AS Demi Kedaulatan Ekonomi

Pemerintah Kiev berupaya menegosiasikan ulang kesepakatan mineral dengan Washington demi meningkatkan investasi dari Amerika Serikat. Menurut laporan Bloomberg, Ukraina khawatir bahwa perjanjian ini akan memberikan kendali penuh kepada AS atas proyek pertambangan mineral kritis di negara tersebut. Kiev menilai bahwa ketentuan dalam kesepakatan tersebut dapat menghambat aksesi Ukraina ke Uni Eropa dan berpotensi mewajibkan negara itu untuk mengganti seluruh bantuan militer dan ekonomi yang telah diterima sejak awal konflik.

Pada akhir Maret, pejabat Ukraina mengadakan pertemuan virtual dengan mitra mereka di Washington untuk meminta klarifikasi terkait beberapa klausul dalam rancangan perjanjian yang terdiri dari 60 halaman. Sumber yang dikutip Bloomberg menyatakan bahwa pihak AS tidak menolak keberatan yang diajukan Kiev, yang mengindikasikan adanya peluang untuk merevisi beberapa ketentuan. Namun, penyusunan proposal akhir untuk amandemen kesepakatan ini masih memerlukan banyak pekerjaan dari pihak Ukraina.

Media Ukraina melaporkan bahwa dokumen perjanjian ini melanggar sebagian besar kesepakatan sebelumnya antara Kiev dan Washington, yang berpotensi mengurangi kedaulatan negara tersebut serta bertentangan dengan rencana keanggotaannya di Uni Eropa. Selain itu, pada akhir Februari, Presiden AS Donald Trump menyatakan harapannya agar Kiev segera menyetujui mekanisme pengembalian dana bantuan yang diperkirakan mencapai 400-500 miliar dolar AS. Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menegaskan bahwa bantuan dari AS diberikan dalam bentuk hibah, bukan pinjaman yang harus dikembalikan.

Elon Musk Sebut Vandalisme terhadap Tesla sebagai Aksi Terorisme

Elon Musk, miliarder sekaligus pengusaha teknologi asal Amerika Serikat, mengecam serangkaian aksi vandalisme yang menargetkan perusahaan mobil listriknya, Tesla. Ia dengan tegas menyebut serangan tersebut sebagai tindakan terorisme. Melalui platform X, Musk mengungkapkan kekhawatirannya atas meningkatnya serangan terhadap perusahaannya, termasuk penembakan ke toko-toko Tesla serta pembakaran stasiun pengisian daya Supercharger. Ia menegaskan bahwa tindakan semacam ini tidak bisa dibiarkan begitu saja dan harus ditindak secara tegas.

Pada Senin (24/3), sejumlah media Amerika Serikat melaporkan bahwa pihak kepolisian menemukan beberapa perangkat pembakar yang sengaja ditinggalkan di sebuah dealer Tesla yang berlokasi di Austin, Texas. Beruntung, kepolisian berhasil mengamankan perangkat berbahaya tersebut sebelum sempat digunakan, sehingga tidak terjadi insiden yang lebih parah. Namun, kejadian ini menambah daftar panjang serangan terhadap Tesla, yang menurut laporan telah terjadi di sedikitnya 13 negara bagian dalam beberapa pekan terakhir. Banyak yang berspekulasi bahwa aksi vandalisme ini bukanlah serangan acak, melainkan bagian dari kampanye terorganisir yang bertujuan untuk merusak reputasi serta operasional Tesla.

Jaksa Agung Pamela Bondi memberikan pernyataan resmi terkait insiden ini, menyebutnya sebagai bentuk terorisme domestik yang harus ditindak tegas. Ia juga menegaskan bahwa Departemen Kehakiman telah mengajukan tuntutan terhadap sejumlah individu yang diduga terlibat dalam perusakan fasilitas Tesla. Jika terbukti bersalah, para pelaku bisa menghadapi hukuman penjara hingga lima tahun. Bondi menambahkan bahwa pemerintah tidak akan mentoleransi segala bentuk kekerasan atau perusakan yang dilakukan dengan motif politik maupun ekonomi.

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump turut memberikan tanggapannya terkait gelombang serangan terhadap Tesla. Dalam sebuah pernyataan pada Jumat (21/3), Trump mengusulkan agar individu yang bertanggung jawab atas aksi vandalisme ini dikirim ke penjara di El Salvador, yang dikenal memiliki sistem penahanan yang sangat ketat. Usulan ini langsung memicu perdebatan di berbagai kalangan, mengingat El Salvador memiliki catatan hukum yang kontroversial dalam menangani narapidana.

Insiden ini semakin memperkeruh situasi industri mobil listrik di Amerika Serikat, di mana Tesla selama ini menjadi pemimpin pasar yang kerap menghadapi berbagai tantangan, baik dari segi regulasi maupun persaingan bisnis. Beberapa pengamat menduga bahwa serangan ini bisa berkaitan dengan ketegangan politik dan ekonomi yang semakin meningkat di sektor energi terbarukan. Hingga kini, pihak Tesla belum memberikan tanggapan resmi selain pernyataan Musk di media sosial. Namun, banyak pihak mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk melindungi perusahaan-perusahaan yang menjadi sasaran serangan semacam ini.

Di tengah meningkatnya kekhawatiran akan keamanan fasilitas Tesla, sejumlah analis juga menyoroti potensi dampak jangka panjang dari insiden ini terhadap industri kendaraan listrik secara keseluruhan. Jika serangan terus berlanjut tanpa tindakan hukum yang jelas, hal ini bisa menghambat perkembangan teknologi ramah lingkungan yang sedang digalakkan di berbagai negara. Ke depannya, publik menunggu langkah yang akan diambil pemerintah dalam menangani kasus ini, serta bagaimana Tesla merespons tantangan yang semakin kompleks di dunia otomotif modern.

Jurnalis VOA Gugat Pemerintahan Trump Usai Penghentian Pendanaan

Sejumlah jurnalis Voice of America (VOA) mengajukan gugatan terhadap mantan pejabat pemerintahan Donald Trump setelah kebijakan penghentian pendanaan yang menyebabkan media tersebut berhenti beroperasi. Para penggugat menilai tindakan tersebut melanggar hukum federal AS dan mengancam kebebasan pers. Gugatan ini pertama kali dilaporkan oleh Washington Post dan resmi diajukan ke pengadilan New York pada Jumat (21/3). Enam staf VOA, termasuk mantan kepala departemen Gedung Putih, menuntut agar media ini dapat kembali berjalan seperti semula.

Pemerintahan Trump sebelumnya menerapkan kebijakan yang membatasi fungsi berbagai lembaga pemerintah, termasuk US Agency for Global Media (USAGM), yang mengelola VOA dan Radio Free Europe/Radio Liberty. Kebijakan ini merupakan bagian dari perintah eksekutif untuk memangkas birokrasi, yang berdampak pada pengurangan operasional organisasi di bawah USAGM hingga batas minimal yang diizinkan oleh hukum AS.

Gugatan ini menyoroti bagaimana keputusan tersebut berdampak langsung pada independensi media yang didanai oleh pemerintah AS. Para jurnalis menegaskan bahwa tindakan ini bertentangan dengan prinsip demokrasi dan undang-undang yang menjamin kebebasan pers. Mereka berharap keputusan pengadilan dapat membatalkan kebijakan tersebut dan mengembalikan VOA sebagai media independen tanpa campur tangan politik. Jika gugatan ini berhasil, hal tersebut dapat menjadi preseden penting dalam menjaga kebebasan pers di AS serta melindungi media yang dikelola oleh pemerintah dari tekanan politik di masa depan.

AS Hengkang dari Investigasi Kejahatan Perang Ukraina, Kebijakan Berubah Drastis

Departemen Kehakiman AS secara diam-diam telah memberi tahu pejabat Eropa bahwa Amerika Serikat menarik diri dari koalisi internasional yang bertugas menyelidiki pihak-pihak yang bertanggung jawab atas perang di Ukraina. Keputusan ini, yang mencakup penyelidikan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, menandai perubahan signifikan dari kebijakan pemerintahan Biden yang sebelumnya berkomitmen menuntut pertanggungjawaban Rusia atas kejahatan perang.

Amerika Serikat akan resmi keluar dari International Center for the Prosecution of the Crime of Aggression against Ukraine, sebuah inisiatif yang diikuti oleh pemerintahan Biden sejak 2023. Langkah ini mencerminkan pergeseran kebijakan AS di bawah kepemimpinan Trump, yang dianggap semakin condong ke arah Rusia. Koalisi tersebut sebelumnya dibentuk untuk mengadili kepemimpinan Rusia, serta sekutunya seperti Belarus, Korea Utara, dan Iran, atas kejahatan agresi yang melanggar kedaulatan suatu negara tanpa alasan pertahanan diri.

Menurut sumber terpercaya, keputusan tersebut telah disampaikan secara resmi melalui email kepada Eurojust, organisasi induk kelompok investigasi ini. AS adalah satu-satunya negara non-Eropa yang bekerja sama dengan kelompok tersebut dengan menempatkan seorang jaksa senior di Den Haag, Belanda. Selain menarik diri dari penyelidikan, pemerintahan Trump juga memangkas peran War Crimes Accountability Team, tim yang dibentuk pada 2022 untuk mengawasi upaya AS dalam menuntut Rusia atas dugaan kekejaman perang.

Pada masa pemerintahan Biden, tim ini telah memberikan dukungan logistik, pelatihan, serta bantuan hukum bagi penegak hukum Ukraina. Bahkan, pada Desember 2023, AS menggunakan undang-undang kejahatan perang untuk pertama kalinya dalam hampir tiga dekade guna mendakwa empat tentara Rusia atas dugaan penyiksaan terhadap seorang warga Amerika di Kherson, Ukraina.

Dalam beberapa kesempatan, Trump menunjukkan kedekatan dengan Putin dan menilai bahwa Ukraina turut memprovokasi perang dengan Rusia. Di media sosial, ia bahkan menyebut Presiden Volodymyr Zelenskyy sebagai “diktator tanpa pemilu” serta mengkritik kepemimpinannya. Pemerintahan Trump tidak memberikan alasan resmi atas penarikan ini, namun sumber dalam menyebut bahwa langkah tersebut diambil untuk mengalihkan sumber daya ke sektor lain. Sejak Trump berkuasa, Departemen Kehakiman AS juga telah membubarkan unit yang menangani dugaan campur tangan asing dalam pemilu serta sanksi terhadap Rusia, yang semakin memperkuat indikasi perubahan kebijakan luar negeri AS terhadap konflik Ukraina.

Zelenskyy Sambut Gencatan Senjata Trump, Tantang Rusia Tunjukkan Itikad Baik

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyambut baik usulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk memberlakukan gencatan senjata tanpa syarat selama 30 hari. Menurutnya, langkah ini dapat menjadi awal menuju perdamaian dalam konflik yang sedang berlangsung dengan Rusia. Zelenskyy menegaskan bahwa Ukraina siap mendukung upaya tersebut, tetapi menekankan bahwa Rusia harus menunjukkan kesungguhan mereka dalam mengakhiri perang atau menghadapi tekanan internasional yang semakin besar.

Jika Rusia benar-benar ingin menghentikan perang, mereka harus membuktikan niatnya dengan menerima gencatan senjata, kata Zelenskyy. Ia menambahkan bahwa seluruh dunia menantikan langkah konkret dari Moskow. Berbicara kepada wartawan di Kiev, ia menyebut bahwa pertemuan diplomatik di Jeddah telah memperkuat posisi Ukraina serta menegaskan kembali dukungan dari negara-negara sekutu. Ia juga menilai bahwa penolakan Rusia terhadap usulan ini akan memperlihatkan bukan hanya penentangan terhadap Ukraina, tetapi juga terhadap Trump sendiri.

Zelenskyy membantah klaim Rusia mengenai kepungan pasukan Ukraina di wilayah Kursk, menyebutnya sebagai propaganda yang diciptakan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia menjelaskan bahwa justru pasukan Rusia yang tengah berusaha mengepung pasukan Ukraina di dalam wilayah Ukraina, namun militer Ukraina sepenuhnya memahami situasi tersebut. Selain itu, ia menyoroti pentingnya jaminan keamanan tertulis bagi Ukraina serta rencana rekonstruksi pascaperang yang didukung oleh Jerman dan Turki.

Mengenai keanggotaan Ukraina di NATO, Zelenskyy menegaskan bahwa Rusia tidak memiliki hak veto dalam urusan aliansi pertahanan negaranya. Ia menolak segala bentuk pengaruh Rusia dalam keputusan strategis tersebut. Menurutnya, militer Ukraina yang kuat bukan hanya penting bagi pertahanan nasional, tetapi juga bagi stabilitas dan keamanan Eropa secara keseluruhan. Ia pun mendesak sekutu-sekutunya untuk terus berkomitmen dan memberikan dukungan nyata bagi kekuatan militer Ukraina.

Trump Tegaskan Tidak Akan Ada Pengusiran Warga Palestina dari Gaza

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Rabu (12/3), menegaskan bahwa tidak ada warga Palestina yang akan dipaksa keluar dari Jalur Gaza, meskipun ia tetap melanjutkan rencananya untuk mengambil kendali atas wilayah tersebut. Saat menjamu Perdana Menteri Irlandia, Michael Martin, di Ruang Oval, Trump menegaskan bahwa rakyat Palestina akan tetap berada di Gaza, membantah laporan yang menyebut adanya rencana pengusiran massal.

Pernyataan ini muncul setelah Menteri sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, mengungkapkan bahwa pemerintah Israel sedang membentuk kantor ‘Otoritas Emigrasi’ di bawah Kementerian Pertahanan. Kantor ini bertujuan untuk mengatur pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza, sebuah langkah yang disebutnya mendapat dukungan dari pemerintahan Trump. Smotrich bahkan mengklaim bahwa pejabat AS mengatakan mereka tidak ingin “2 juta Nazi tinggal di luar pagar,” merujuk pada warga Palestina yang bermukim di Gaza.

Smotrich juga menyatakan bahwa gagasan mengenai pemindahan warga Gaza, yang dulu dianggap tabu, kini mulai dipandang sebagai solusi yang realistis. Ia menegaskan bahwa pemerintah Israel sedang bekerja sama dengan AS untuk menentukan negara yang bersedia menerima para pengungsi dari Gaza. Rencana kontroversial ini semakin memicu kecaman internasional, terutama setelah pada Februari lalu, Trump mengusulkan untuk mengambil alih Gaza, mengusir penduduk aslinya, dan memindahkan mereka ke wilayah lain.

Usulan tersebut menuai kritik tajam dari berbagai negara yang menilainya sebagai bentuk pembersihan etnis. Banyak pihak menegaskan bahwa langkah semacam ini tidak hanya melanggar hak asasi manusia tetapi juga berpotensi memperburuk ketegangan di Timur Tengah.

Tanpa Bantuan Intelijen AS, Pertahanan Ukraina Dikabarkan Melemah

Senator Mark Kelly dari Partai Demokrat mengkritik keputusan pemerintahan Donald Trump yang menghentikan pertukaran informasi intelijen dengan Ukraina. Menurutnya, kebijakan tersebut telah melemahkan kemampuan pertahanan Ukraina dalam menghadapi agresi Rusia.

Kelly, yang baru saja kembali dari lawatan ke Ukraina, menanggapi tuduhan dari Elon Musk, penasihat Trump, yang menyebutnya sebagai “pengkhianat”. Ia menyatakan tidak menganggap serius tuduhan tersebut.

“Seratus persen,” ujar Kelly pada Senin (10/3/2025) ketika ditanya apakah situasi di medan perang bisa berbeda jika Ukraina tetap menerima intelijen dari AS. “Jika ada informasi yang mereka butuhkan tetapi tidak mereka dapatkan, tentu itu akan berdampak pada kemampuan mereka dalam mempertahankan diri.”

Kelly juga menyebut bahwa serangan besar Rusia terjadi pada Jumat dan Sabtu saat ia berada di sana, tetapi ia tidak memberikan rincian lebih lanjut terkait laporan tersebut.

Rusia Intensifkan Serangan ke Infrastruktur Ukraina

Serangan Rusia terhadap Ukraina terus meningkat dalam beberapa hari terakhir. Sejak Kamis lalu, militer Rusia meluncurkan serangan udara, rudal, dan drone yang menargetkan infrastruktur energi dan gas Ukraina.

Laporan dari otoritas setempat menyebutkan bahwa setidaknya 14 orang tewas dan 37 lainnya terluka akibat serangan tersebut. Pada Senin malam, ibu kota Ukraina, Kyiv, kembali menjadi sasaran serangan udara besar-besaran.

Sebagai anggota Komite Dinas Bersenjata Senat, Kelly mengunjungi Ukraina dari Sabtu hingga Minggu guna menunjukkan dukungan kepada rakyat negara tersebut serta menilai situasi terkini di lapangan.

Trump Tekan Zelensky dengan Hentikan Intelijen dan Bantuan Militer

Langkah pemerintahan Trump menghentikan pertukaran informasi intelijen ini disebut sebagai bagian dari strategi untuk menekan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky agar bersedia berunding dengan Rusia.

Selain itu, Washington juga menghentikan bantuan militer ke Kyiv, semakin memperlemah posisi Ukraina di medan perang. Keputusan ini diambil setelah konfrontasi panas antara Trump dan Zelensky dalam sebuah pertemuan di Gedung Putih.

Wakil Presiden AS JD Vance, yang selama ini menolak kebijakan bantuan untuk Ukraina, turut hadir dalam pertemuan tersebut.

Saat ini, Zelensky berada di Arab Saudi untuk bertemu Putra Mahkota Mohammed bin Salman sebelum dijadwalkan bertemu dengan pejabat AS pada Selasa mendatang. Washington berharap pertemuan ini dapat membuka jalan bagi solusi diplomatik guna mengakhiri konflik yang berkepanjangan.

Dukungan AS terhadap Ukraina Terpecah

Sikap AS terhadap Ukraina semakin terpecah sejak Trump kembali menjabat sebagai Presiden pada 20 Januari 2025.

Sebelumnya, dukungan terhadap Ukraina mendapat persetujuan dari kedua partai di Kongres. Namun, kini Partai Republik mulai menunjukkan sikap yang lebih skeptis.

Ketua DPR dari Partai Republik, Mike Johnson, bahkan menyatakan bahwa tidak ada urgensi untuk mengajukan rancangan undang-undang bantuan baru bagi Ukraina.

Sebagai bentuk ketegangan politik yang semakin meruncing, Elon Musk menyerang Kelly dengan menyebutnya sebagai “pengkhianat” di platform media sosial X (sebelumnya Twitter). Tuduhan ini muncul setelah Kelly mengunggah pengalamannya selama kunjungan ke Ukraina dan menuding Trump berusaha melemahkan posisi negara tersebut menjelang perundingan damai.

Menanggapi serangan tersebut, Kelly, yang merupakan mantan astronot dan pilot tempur Angkatan Laut AS, memberikan jawaban tegas:

“Jelas, dia bukan orang yang bisa dianggap serius.”

Di media sosial X, Kelly juga membalas Musk dengan pernyataan tajam:

“Pengkhianat? Elon, jika kamu tidak memahami bahwa membela kebebasan adalah prinsip utama yang menjadikan Amerika kuat dan aman, lebih baik serahkan urusan ini kepada kami yang benar-benar mengerti.”

Kunjungan ini merupakan yang ketiga bagi Kelly ke Ukraina sejak 2023, sebagai bagian dari komitmennya dalam mendukung negara tersebut melawan agresi Rusia.

Trump Sampaikan Pesan Ramadhan, AS Kembali Tekankan Kebebasan Beragama

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyampaikan ucapan selamat menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan kepada umat Muslim di seluruh dunia. Pernyataan tersebut disampaikan melalui siaran pers yang dirilis oleh Gedung Putih, yang juga dikutip oleh Kedutaan Besar dan Konsulat AS di Indonesia pada Senin, 3 Maret 2025. Dalam pesan tersebut, Trump menekankan pentingnya kebebasan beragama dan menghormati nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam bulan Ramadhan.

“Dalam kesempatan ini, saya mengucapkan salam hangat untuk bulan suci Ramadhan, yang merupakan waktu penuh berkah untuk berpuasa, berdoa, dan berkumpul bersama,” ujar Trump dalam pernyataannya. Ia melanjutkan bahwa bulan Ramadhan adalah saat yang penuh makna, di mana umat Muslim bisa meraih harapan, keberanian, serta inspirasi untuk menjalani kehidupan dengan kesucian dan kebajikan.

Trump juga menyampaikan bahwa pemerintahannya tetap berkomitmen untuk menjaga kebebasan beragama, yang ia anggap sebagai nilai fundamental dari masyarakat Amerika. “Ketika jutaan Muslim di Amerika memulai ibadah Ramadhan mereka, pemerintahan saya menegaskan komitmen kami untuk terus menjaga kebebasan beragama, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan kami,” tambahnya.

Lebih lanjut, Trump berharap agar bulan Ramadhan menjadi waktu yang penuh refleksi, kedamaian, dan dapat meningkatkan rasa persaudaraan antarumat beragama. “Saya menyampaikan doa dan harapan terbaik agar bulan Ramadhan ini menjadi waktu untuk merenung, penuh kebahagiaan, dan merasakan rahmat serta cinta Tuhan yang tiada batas,” tuturnya.

Indonesia Memulai Ramadhan Lebih Awal

Di sisi lain, Indonesia telah menetapkan awal Ramadhan 1446 Hijriah jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025. Penetapan ini membuat Indonesia menjadi negara pertama di kawasan Asia Tenggara yang memulai ibadah puasa lebih awal dibandingkan negara tetangga lainnya, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Kamboja, yang baru memulai puasa pada Minggu, 2 Maret 2025.

Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, menjelaskan bahwa keputusan tersebut berdasarkan hasil pemantauan hilal yang terlihat di beberapa titik di Indonesia, termasuk di Provinsi Aceh. “Dengan hasil pemantauan tersebut, kami dapat memastikan bahwa 1 Ramadhan 1446 H jatuh pada 1 Maret 2025,” katanya dalam konferensi pers setelah sidang isbat yang digelar pada Jumat, 28 Februari 2025.

Nasaruddin juga menjelaskan bahwa perbedaan penetapan awal Ramadhan ini terjadi akibat variasi sudut elongasi dan ketinggian hilal di masing-masing negara. “Meskipun negara-negara ini terletak berdekatan secara geografis, posisi hilal bisa berbeda, sehingga hasil pengamatan pun tidak selalu sama,” ungkapnya. Ia pun mengimbau agar umat Muslim di seluruh dunia mengikuti keputusan otoritas keagamaan masing-masing dalam menentukan awal Ramadhan, mengingat perbedaan metode rukyat dan hisab yang digunakan di berbagai negara.

Dengan perbedaan tersebut, umat Muslim di Indonesia dan negara tetangga di Asia Tenggara menjalani bulan Ramadhan dengan semangat yang sama, meskipun dimulai pada waktu yang sedikit berbeda.

Gebrakan Trump & Elon Musk: 10.000 PNS AS Terkena PHK

Pada Jumat, 14 Februari 2025, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dengan dukungan penasihatnya Elon Musk, melanjutkan reformasi besar-besaran dalam birokrasi federal. Langkah drastis ini mencakup pemecatan lebih dari 9.500 pegawai negeri dari berbagai instansi pemerintah, seperti Departemen Dalam Negeri, Energi, Urusan Veteran, Pertanian, hingga Kesehatan dan Layanan Masyarakat. Pemutusan hubungan kerja tersebut kebanyakan menyasar pegawai yang masih dalam masa percobaan, atau di tahun pertama karir mereka.

Langkah pemangkasan ini merupakan bagian dari kebijakan efisiensi yang sudah diterapkan sejak periode kedua kepemimpinan Trump. Sebelumnya, sekitar 75.000 pegawai federal diberi tawaran pesangon untuk mengundurkan diri secara sukarela. Dengan demikian, total pegawai yang terkena dampak pemecatan ini diperkirakan mencapai 3% dari 2,3 juta pegawai negeri sipil AS. Menurut Trump, pemangkasan ini bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang lebih efisien dan mengurangi pemborosan anggaran negara. “Pemerintah federal terlalu besar, dan terlalu banyak uang yang terbuang sia-sia,” ujar Trump, mengingat tingginya utang negara yang saat ini mencapai 36 triliun dolar AS.

Namun, kebijakan ini tidak lepas dari kritik, khususnya dari Partai Demokrat yang menilai tindakan pemecatan massal tersebut melanggar kewenangan legislatif dalam pengelolaan anggaran. Meskipun Partai Republik mendominasi Senat dan DPR, keputusan Trump dan Musk ini tetap memicu perdebatan internal, termasuk di lingkaran Gedung Putih. Kepala Staf Gedung Putih, Susie Wiles, mengungkapkan ketidakpuasan atas eksekusi kebijakan yang kurang terkoordinasi.

Selain pemecatan, kebijakan ini juga meliputi penghapusan perlindungan hukum bagi pegawai negeri karier, pembekuan bantuan luar negeri, serta pengurangan operasional beberapa lembaga penting, termasuk USAID dan Biro Perlindungan Keuangan Konsumen (CFPB). Langkah-langkah ini berpotensi mengganggu beberapa layanan vital seperti kesehatan, pendidikan, hingga penanggulangan kebakaran hutan. Dinas Kehutanan AS terpaksa memberhentikan ribuan pegawai baru, sementara Dinas Taman Nasional kehilangan lebih dari 1.000 pegawai, yang tentunya berisiko terhadap pengelolaan taman nasional dan pelestarian alam.

Peran Elon Musk dalam kebijakan ini juga menjadi perhatian banyak pihak. Sebagai penasihat utama dalam kebijakan reformasi ini, Musk yang dikenal dengan peranannya dalam industri teknologi, mengarahkan kelompok insinyur muda untuk menerapkan audit dan efisiensi di berbagai lembaga pemerintahan. Meskipun beberapa mendukung langkah ini sebagai bentuk perbaikan tata kelola pemerintahan, banyak pihak yang mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini lebih berbasis ideologi ketimbang efisiensi yang didasarkan pada data yang objektif.

Dengan ketegangan politik yang terus meningkat, kebijakan ini tetap menjadi topik perdebatan. Apakah kebijakan pemecatan ini akan benar-benar membawa efisiensi atau justru menambah masalah baru bagi pemerintahan dan kesejahteraan publik? Hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan tersebut.

Trump Frustrasi dengan Gencatan Senjata Israel-Hamas setelah Melihat Kondisi Sandera

Donald Trump merasa frustrasi dengan kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas setelah menyaksikan rekaman kondisi fisik sandera Israel yang sangat kekurangan gizi pasca-pembebasan mereka. Ia membandingkan kondisi mereka dengan para penyintas Holocaust, menyiratkan bahwa Amerika Serikat bisa segera kehilangan kesabaran dengan perjanjian ini.

Trump mengacu pada tiga sandera Israel—Ohad Ben Ami, Eli Sharabi, dan Or Levy—yang dibebaskan pada 8 Februari 2025, sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel. Ia mengungkapkan kekhawatirannya atas kondisi mereka yang tampak sangat lemah dan kurus, bahkan lebih buruk daripada sandera lain yang telah dibebaskan sebelumnya.

Presiden AS tersebut juga menegaskan kembali komitmennya untuk memastikan kontrol AS atas Gaza, dengan menekankan bahwa wilayah tersebut harus dipulihkan dan dikendalikan dengan tujuan agar Hamas mundur.